Minggu, 20 Desember 2009

Wakatobi Melompat Tinggi


PERGANTIAN almanak, Jumat (18/12) lalu, menghantarkan usia Wakatobi genap enam tahun. Seremoni kali ini terbilang unik, karena peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) bertepatan dengan hari libur nasional, perayaan Tahun Baru Islam, 1 Muharram 1431 H.

    Jika diibaratkan manusia, usia enam tahun memasuki fase anak-anak, setelah sebelumnya berada pada level Balita. Ya, Kepulauan Tukang Besi tersebut tergolong bocah, kalau sekolah masih pelajar Taman Kanak-kanak (TK), belum masuk Sekolah Dasar (SD).

    Tapi, meski masih bocah, Wakatobi tidak boleh dipandang sebelah mata. Ini jika membandingkan dengan daerah otonom yang seusia dengannya, Wakatobi sudah melesat jauh meninggalkan letingnya, Bombana. 

    Memang, dua daerah otonom ini sama kelahirannya. Dibidani pemekaran daerah induk, Buton. Namun, melihat kemajuan daerah yang diliputi gugus Pulau Wanci, Kaledupa, Tomia, dan Binongko tersebut itu sudah terjadi lompatan tinggi dibandingkan sebelum ”merdeka” dari Buton.

    Menilik kemajuannya sekarang, tidak salah kalau saya sebut Wakatobi sebagai bocah ajaib. Karena kemajuan sarana dan prasarana infrastruktur daerah yang berjuluk Surga Bawah Laut tersebut setara dengan umurnya, bahkan lebih.   
    Salah satu infrastruktur monumental ditandai keberadaan fasilitas Bandara Matahora yang dibangun menggunakan dana pemerintah. Menariknya lagi, setelah sukses menggelar tes penerbangan dihadiri Menhub, Jusman Syafii Djamal, pesawat milik Susi Air langsung membuka rute penerbangan Wakatobi secara reguler, dalam sepekan 10 kali. Kendati jumlah tempat duduk yang disiapkan hanya belasan.

    Bulan ini, Expressair pun, telah melakukan tes penerbangan. Dan hampir dipastikan mereka pun akan membuka rute Wakatobi. ”Kapsul besi” berlogo Expressair ini jumlah tempat duduknya dua kali lebih banyak dari Susi Air, 30 seat.

    Fasilitas jembatan udara inilah merupakan karya fenomenal Bupati Hugua untuk semakin mencitrakan daerahnya sebagai ikon pariwisata di dunia internasional. Kenapa saya katakan demikian, karena ”bakat alam” Wakatobi memang begitu. Potensinya, adalah kekayaan hayati, dan terumbu karang yang dimilikinya merupakan salah satu terkaya di dunia. Banyak spesies laut langka terdapat di Wakatobi, tidak dimiliki daerah lain di dunia.      
 
    Tak hanya itu, secara geografis dan administratif pemerintahan, Wakatobi terbilang unik. Karena tergolong daerah otonom yang diliputi Taman Nasional. 

    Nah, potensi dan karakter alam daerah tersebut bila tidak dikelola dengan baik, tentu akan menjadi bumerang. Maka itu, saya melihat sentuhan tangan dingin Bupati Hugua terhadap daerahnya sejauh ini tepat sasaran.

    Bisa dilihat dengan sejumlah iven yang dihelat setahun terakhir. Antara lain, Sail Wakatobi yang dihadiri ratusan kapal jenis yatch dari seantero dunia. Hal tersebut tentu makin menjadikan Wakatobi terkenal di mancanegara. 
    Menariknya, ditengah suasana sejumlah daerah otonom di Indonesia menuju pencapaian MDG’s. Justru Wakatobi meraih anugerah tersebut bertepatan dengan HUT Metrotv ke-9, di Jakarta, belum lama ini.

    Anugerah dari stasiun tv berita tersebut diberikan menjelang HUT Wakatobi. Dan summery peningkatkan Wakatobi ke arah yang lebih baik, bisa dilihat peristiwa sebulan terakhir.
    Diawali dengan apresiasi positif Komisi II DPR RI terhadap kemajuan Wakatobi. Hal itu diungkapkan Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Ganjar Pranowo ketika berada di sana. Lantas, iven Simposium Nasional Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut, 14-16 Desember lalu, dihadiri sejumlah kepala daerah.

    Bahkan Dubes AS, Cameron R Hume pun bertandang ke Wakatobi menjelang HUT. Tidak tanggung-tanggung, Dubes Negara Paman Sam tersebut berada di sana selama empat hari. Dia pula mengapresiasi kemajuan Wakatobi.  

    Tak berhenti sampai di situ. Akhir tahun ini pun, ditutup dengan iven akbar. Apalagi kalau bukan Air Modeling Tingkat Nasional yang dihelat 18-20 Desember.

    Semua itu merupakan perwujudan keseimbangan, antara kemajuan infrastruktur, sosial, dan lingkungan.

    Akhirnya, semoga HUT Wakatobi ke-6 ini diresapi seluruh pemangku kepentingan, utamanya masyarakat hingga ke akar rumput dengan perubahan ke arah yang lebih baik. Indikatornya, tingkat kesejahteran masyarakat kian baik setiap waktu.(one.radarbuton@gmail.com)

Minggu, 13 Desember 2009

Kotak Hitam Pemekaran

MENDAGRI, Gamawan Fauzi menyebutkan telah mengantongi daerah pemekaran yang tak sukses menjalankan pemerintahannya. Sudah tiga tahun lamanya dievaluasi, bila tidak sukses akan dihapus, digabungkan kembali ke daerah induk.

Demikian "alarm" Mendagri ditengah proses pemekaran Kabupaten Buton Tengah (Buteng), Buton Selatan (Busel), dan Provinsi Buton Raya yang kini memasuki babak baru. Memang, Selasa (8/12) lalu belasan anggota Komisi II DPR RI, dipimpin Ganjar Pranowo, legislator PDIP tiba di Buton.
Dalam tatap muka di Lombe, Kecamatan Gu (Buteng), dan Laompo, Kecamatan Batauga (Busel) Ganjar optimis Buteng, Busel, dan Buton Raya "merdeka" tahun depan. Komentar tersebut tentu langsung mengundang aplaus ribuan peserta. Maklum selama ini masyarakat menunggu kapan pemekaran terwujud.
Harapan sempat meredup ketika anggota DPR RI berganti. Apalagi santer diberitakan pemerintah akan melakukan moratorium pemekaran seraya merancang grand design. Namun asa kembali dihidupkan melalui lobi yang dilakukan pihak eksekutif dan legislatif kepada anggota DPR periode baru di Senayan, awal bulan lalu. Hasilnya berbuah kunjungan.
Tentu publik berharap komitmen Komisi II tersebut jangan hanya sebatas "angin surga" yang ditiupkan untuk menyenangkan hati masyarakat. Publik membutuhkan bukti, bukan janji.

Untuk diketahui, dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR, Mendagri Gamawan Fauzi mengaku dalam posisi dilematis terkait perlunya moratorium pemekaran daerah otonom. Pasalnya, sampai sejauh ini pemekaran tetap dimungkinkan undang-undang.

Namun Ganjar Pranowo menyatakan ketidaksetujuannya tentang moratorium. Alasannya, UU Nomor 32 Tahun 2004 masih berlaku sehingga pemekaran tetap dimungkinkan. Politisi PDI Perjuangan itu mengatakan, ketentuan UU tidak bisa dikalahkan statemen Mendagri.

Hal itu bisa menjadi kotak hitam untuk memuluskan pemekaran Buteng, Busel, dan Buton Raya.

Harus diingat, DPR punya hak inisiatif. Inilah senjata pamungkas yang bisa digunakan untuk menangkal batu sandungan moratorium pemekaran yang dipropagandakan pihak pemerintah. Lagipula, seluruh syarat teknis dan administratif telah dipenuhi Buteng, Busel, dan Buton Raya.

Melihat rekam jejak Ganjar, pernah menjadi anggota Baleg pada periode lalu, harapan tentu banyak digantungkan kepadanya untuk merealisir pemekaran. Ditambah "energi" dari Wakil Ketua DPD, La Ode Ida.
Pendek kata, melihat kedatangan Komisi II kali ini, gelagatnya berbeda dengan yang lalu. Kendati tidak dihadiri La Ode Ida, namun ada dua nama beken legislator PDIP di dalamnya, Ganjar Pranowo, dan Budiman Sujatmiko. Termasuk srikandi Buton Raya dari PAN, Wa Ode Nurhayati. Inilah hasil lobi positif yang dilakukan Bupati Sjafei Kahar di Senayan.
Alhasil, kunjungan Komisi II diharapkan berbuah manis pemekaran. Kemudian pihak eksekutif dan legislatif di Buton tidak lantas menepuk dada pascakedatangan legislator Senayan. Tapi, terus mengawal sampai pemekaran terealisir.
Satu hal yang menjadi penguat pihak Pemkab, sebelum mengakhiri Kunker di Sultra, Komisi II sempat ke Wakatobi. Di sana, Komisi II mengapresiasi kemajuan Kepulauan Tukang Besi itu. Ganjar mengatakan, hal tersebut menjadi tolok ukur keberhasilan kabupaten induk, Buton.
Untuk memuluskan jalan pemekaran, hendaknya interest personal dan grup dihilangkan. Semangat pemekaran harus berpijak di atas pondasi keikhlasan untuk kesejahteraan rakyat, dan membagi ”kue” pembangunan di pusat agar terdistribusi merata di daerah.
Terakhir soal pemekaran Buton Raya, semoga benar-benar terwujud tahun depan. Sebab saat diajukan ke Senayan, kondisinya masih kekurangan satu cakupan wilayah. Yang ada hanya empat daerah otonom, Baubau, Buton, Wakatobi, dan Butur. Makanya, ketika Ganjar Pranowo mengatakan Buteng, Busel, dan Buton Raya dimekarkan sekaligus, langsung mengusik nalar sehat saya. Kalau Buteng, dan Busel, mungkin masuk akal. Tapi Buton Raya, masih menjadi tanda tanya besar bagi saya.
Kendati demikian, bukan berarti saya memustahilkan komitmen Komisi II. Sebab sebelumnya pernah terjadi saat pemekaran Provinsi Gorontalo. Provinsi dimekarkan sekaligus dengan kekurangan cakupan wilayahnya.
Toh, pemekaran tersebut didominasi domain politik di parlemen. Dan dalam politik, 1+1 tidak sama dengan dua. Banyak variabel yang mempengaruhi hasil, bisa nol, satu, dua, dua setengah, atau tiga.(one.radarbuton@gmail.com)

Minggu, 06 Desember 2009

Menanti Baubau jadi Basis Emas Hitam

SEJAK tiga tahun lalu, saya sudah memperoleh informasi bahwa di Baubau akan dibangun Terminal Suplai BBM Wilayah Indonesia Timur (Intim) di Kelurahan Sulaa, Kecamatan Betoambari. Sayangnya informasinya bersifat global, kurang rinci.
Beruntung, sebelum lebaran Idul Adha, ketika menyambangi Kadis PU Baubau, Sunaryo Mulyo, saya bertemu Projek Manager (PM) PT Krakatau Engineering, Odi Rivaldi yang mengerjakan proyek tersebut. Bermodal dari pertemuan tak disengaja itu, saya diberi akses untuk melihat dari dekat pengerjaan proyek raksasa tersebut, Sabtu (28/11) pecan lalu.

Ketika menginjakkan kaki di sana, saya langsung berdecak melihat pengerjaan sejumlah infrastruktur. Maklum, latar belakang pendidikan saya teknik sipil. Apalagi rata-rata “piranti” bangunan berukuran jumbo. Itu gambaran awal. Yang ditangkap mata saya benar setelah mendengar penjelasan Odi. Kata dia, proyek dibangun selama dua tahun sejak Januari 2009, anggaran Rp 700 miliar di atas tanah seluas 20 hektar lebih. Dana proyek di luar biaya lahan. nformasi yang saya peroleh dari seorang warga, sekarang harga tanah di sana rata-rata sekitar Rp 50 ribu per meter persegi. Karena lahannya seluas 20 hektar, maka harga tanah Rp 10 miliar.

Dengan demikian total anggaran jika ditambah dengan biaya tanah senilai Rp 710 miliar. Suatu angka yang fantastis. Setara dengan total APBD Baubau dua tahun anggaran. Merupakan satu-satunya proyek raksasa di Buton Raya sejak Indonesia merdeka.

Terminal Suplai BBM terbangun di Baubau terbesar di Intim. Menguji itu, saya tanyakan apakah Pertamina memiliki terminal serupa di Intim. Odi mengatakan di Maluku, Ambon, namun kapasitasnya dibawah 100.000 Kilo Liter (KL). Di Baubau, akan dibangun Terminal Suplai berkapasitas 100.000 KL. Maka itu, tangki yang dibangun sebanyak delapan unit. Masing-masing, empat unit berkapasitas 10.000 KL, dan 15.000 KL. Kapasitas 10.000 KL, diameter tangkinya 35 meter, tinggi 12 meter. Untuk 15.000 KL, diameter 45 meter, tinggi 12 meter. Ilustrasinya satu tangki sama dengan bangunan tiga atau empat lantai.

Saat ini, tangki kapasitas 10.000 KL sedang dirakit tenaga pengelas bersertifikat minyak. Menurut Odi, awalnya tenaga pengelas bersertifikat berjumlah 25 orang, namun setelah dites ulang, yang lolos tinggal 20. Sekadar menggambarkan, tangki di Depot Pertamina Baubau sekarang jumlahnya tiga unit. Masing-masing berkapasitas 1.500 KL, jadi totalnya 4.500 KL. Bandingkan dengan tangki di Terminal Suplai BBM, yang terkecil berkapasitas 10.000 KL.

Artinya, satu tangki terkecil di Terminal Suplai BBM, lebih besar dari tiga tangki di Depot Pertamina Baubau di Kelurahan Katobengke, Kecamatan Murhum. Depot Pertamina yang kini digunakan pun siap-siap berhenti Desember tahun depan, bila Terminal Suplai BBM beroperasi. Soalnya Terminal Suplai BBM tidak hanya melayani kebutuhan regional Intim, tapi juga lokal Baubau.

Mengenai konsumen, Terminal Suplai BBM tidak hanya melayani pembeli di darat, tapi juga di laut. Maka itu, di sana juga dibangun dua pelabuhan untuk kapal berbobot 35.000 DWT, dan 6500 DWT. Pelabuhan berbobot 35.000 DWT berfungsi ganda untuk kapal pengangkut BBM dari Balikpapan, Kaltim, sekaligus kapal yang membeli BBM di laut. Kapal berbobot 35.000 DWT ini, estimasinya seukuran kapal PT Pelni yang beroperasi di Baubau. Sedangkan pelabuhan kapasitas 6500 DWT hanya untuk digunakan mendistribusikan BBM.

Infrastruktur lain yang berteknologi tinggi, adalah sarana pemadam menggunakan foam (busa). Jika terjadi kebakaran, pompa akan terbuka secara otomatis menyemprotkan busa ke tangki untuk menyelebungi. Setelah terselubungi busa, kebakaran di tangki dipadamkan. Pengamanan kebakaran ini tidak hanya berlaku di darat, tapi juga di laut bila terjadi kebakaran kapal. Tak hanya itu, Terminal Suplai BBM juga dilengkapi pemadaman yang bersifat prefentif. Sarananya melalui pembangunan kolam air berkapasitas 5000 kubik. Kata Odi kolam air ini seukuran kolam renang olimpiade.

Di Baubau, bak penampung air terbesar milik PDAM yang terbangun di dekat Taman BRI, di samping Pelabuhan Murhum hanya 1000 kubik. Artinya, yang terbangun di Terminal Suplai BBM lima kali lipat milik PDAM Baubau. Mengenai infrastruktur berteknologi tinggi, termasuk pompa. Perlu diketahui, pompa yang digunakan seluruhnya diimport dari luar negeri, misalnya AS dan sejumlah negara Eropa.

Karena berteknologi tinggi, kebutuhan daya listrik di Terminal Suplai BBM pun tinggi, sebesar 1,5 MW. Dipastikan, PLN Cabang Baubau tidak bisa memenuhi kebutuhan tersebut. Saat ini saja, untuk membangkitkan energi listrik di lokasi proyek menggunakan genset berdaya 2x450 KVA. Inilah "PR" yang mesti dituntaskan Pemkot. Hal ini bukan kendala bila PLTU Kolese beroperasi.

Dari seluruh penjelasan ringkas ini, publik kini menanti beroparasinya Terminal Suplai BBM akan menjadikan Baubau menjadi basis emas hitam (baca: BBM) di Intim. Apalagi, volume BBM yang ditampung di Kota Semerbak sekitar 100.000 KL. Jika dikalibrasi dengan harga BBM jenis solar untuk industri sekitar Rp 6000 per liter, maka perputaran uang dari emas hitam di Baubau senilai Rp 600 miliar. Bila diasumsikan angka tersebut untuk 22 hari, sesuai standar ketahanan BBM yang digunakan Pertamina, maka nilai transaksi dalam sehari rata-rata Rp 27 miliar.

Nominal yang fantastis untuk kota selevel Baubau. Akhirnya, kita berharap Terminal Suplai BBM tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat, dan secara langsung menggerakkan sektor ril. Semoga.(one.radarbuton@gmail.com)