Minggu, 29 Januari 2012

(Walikota Amirul Tamim di Kilometer 9) Baubau Menembus Batas


TAK terasa hari ini, Senin (30/1) tepat Walikota Amirul Tamim menakhodai Baubau selama sembilan tahun. Meminjam istilahnya Amirul di Kilometer (KM) 9, banyak hal yang telah dilakukan, namun ada pula beberapa catatan yang ia pesankan bagi pemimpin selanjutnya. Berikutnya petikan wawancara wartawan Radar Buton, Irwansyah Amunu kepada Walikota Amirul di Rujabnya, belum lama ini.



--Bapak memimpin Kota Baubau sudah sembilan tahun, sejauh mana pembangunan yang terlihat selama ini?


Baubau ini dalam era kepemimpinan saya, kita mulai tahun 2003. Kita susun visi ingin jadikan Baubau sebagai pintu gerbang ekonomi dan pariwisata di Sultra. Capaian untuk menjadikan Baubau sebagai pintu gerbang ekonomi dan pariwisata Sultra dengan melakukan tahapan-tahapan dalam lima tahun. Memperkuat infrastruktur, memperkuat peran Baubau dengan beberapa langkah-langkah, antara lain merevitalisai apa yang kita miliki. Kemudian menggali potensi yang kita punya. Berikutnya di-connect-kan dengan kawasan-kawasan yang mempunyai kaitan-kaitan fungsional, historis dan kaitan-kaitan yang punya potensi pengembangan ekonomi.

Dari capaian tahun 2003-2008, kita berhasil menjadikan sebagai pintu gerbang ekonomi dan Pariwisata Sultra. Indikatornya, kita bisa lihat dari besarnya peran wilayah Baubau dalam memberikan layanan ekonomi, baik dari arus barang, orang, dan jasa. Dengan memperkuat infrastruktur yang kita miliki.

Juga ditandai dengan berkumpulnya perbankan di Baubau, tadinya 2003 hanya empat bank, secara bertahap muncul satu demi satu sampai tahun 2008. Ini artinya untuk menjadikan pintu gerbang ekonomi tercapai.

Kemudian untuk pintu gerbang pariwisata, kita membangun beberapa infrastruktur. Termasuk memfungsikan Bandara Betoambari, sehingga arus orang masuk cukup besar, dan kita sudah dikenal walaupun belum besar seperti yang kita harapkan. Tapi untuk ukuran Sultra, sebagai daerah tujuan wisata kita jauh lebih maju. Maupun kita kaitkan dengan daerah disekitar kita katakanlah Maluku, Maluku Utara, kita tidak kalah sebagai daerah tujuan wisata.

Periode selanjutnya, tahun 2008-2013, sampai hari ini, tahun ini kita memasuki tahun ke-9, kita ingin jadikan Baubau sebagai Kota Budaya yang produktif. Ini rangkaian tak terpisahkan dari visi kita yang pertama, menjadikan pintu gerbang ekonomi dan pariwisata Sultra.

Capaian lima tahun kita perkuat dengan menjadikan Baubau ini sebagai Kota Budaya yang produktif. Beberapa yang dilakukan, kita punya sejarah panjang, sehingga tahun 2009, ditetapkan usia Kota Baubau ke-469, kita jadikan Baubau sebagai Kota Sejarah. Tentu dengan langkah revitalisasi.

Kita ingin tunjukkan, setiap langkah yang dilakukan oleh siapa saja, khususnya masyarakat, dan pelaku usaha, termasuk pemerintah harus bernuansa nilai tambah. Itulah yang kita maknai produktif. Sehingga dari empat tahun jangka menengah kedua ini, kita melihat capaian dari instrumen yang ada. Daya dukung Pelabuhan Murhum semakin besar, bisa disandari dua kapal besar secara bersamaan.

Lantas lapangan terbang juga begitu, bisa didarati pesawat dengan frekwensi cukup signifikan. Hari ini sudah lima sampai enam kali pesawat dengan arus penumpang tergolong diatas 90 persen load faktor masing-masing maskapai.

Demikian pula dengan antar pulau, dermaga yang kita ikat melalui Dermaga Sulaa, Lakologou, Jembatan Batu, maupun Kalia-lia memperlihatkan indikasi, frekwensi yang makin meningkat.

Dari kondisi ini, kita memperkuat posisi kita. Yang ingin kita rebut, Baubau mengambil sebagian peran Makassar. Dan langkah itu kita sudah memulai dengan beberapa, pertama, suplier beberapa kebutuhan daerah belakang seperti Maluku, Papua, Sulteng, sudah sebagian besar komuditasnya kita layani.

Lalu penempatan Terminal Suplai BBM Pertamina, pada tahun ke-9 ini insya Allah akan diresmikan juga. Berarti peran Baubau ini makin nampak dalam layanannya.

Kemudian litrik, kini dalam tahap-tahap awal pembangunnya yang berarti tahun ke-9 ini sudah ada kepastian telah dibangun 2x10 MW.

semua ini tentu belum berakhir, langkah kita bagaimana menyiapkan lebih luas lagi dengan hitungan-hitungan
agar Baubau benar-benar mempunyai ambang batas dengan daya dukung yang ada sehingga bisa memberikan layanan yang memadai sesuai dengan kapasitas.




--Budaya yang produktif, berarti dengan skenario yang dimainkan selama ini sudah bisa melahirkan orang kaya baru (OKB) dengan stimulasi yang diberikan perbankan?


Kalau kita lihat dari angka-angka perkembangan, sekarang ini, simpanan tabungan masyarakat dana pihak ke-3 sudah menembus Rp 1,3 triliun. Daya serap masyarakat dalam bentuk kredit, catatan perbankan diatas Rp 900 miliar.

Belum termasuk dana masyarakat yang tersimpan di bawah bantal, menurut kita masih fifty-fifty dana masyarakat yang disimpan sendiri dengan melalui jasa perbankan.



--Artinya tidak salah kalau disebut Baubau ini menembus batas. Harapan masyarakat tercapai melebihi apa yang mereka bayangkan?


Karena memang sebagian dari kita masih menganggap apa yang kita mimpikan dalam obsesi-obsesi kita merancang Baubau, masih ada beberapa pihak yang belum bisa menangkap sepenuhnya. Tapi ternyata batas-batas dari jangkauan itu, seperti yang tidak terpikirkan, apa yang kita lakukan melampaui kapasitas-kapasitas yang harusnya dimainkan Baubau.

Sehingga dalam peta nasional kita masuk dalam koridor yang diperhitungkan dan dimasukan dalam jalur Master  Plan Percepatan Pembangunan (MP3) Ekonomi Nasional Indonesia. Kita sudah secara tegas garis itu ada, dan menunjuk Baubau.

Itulah yang harus dimaklumi, dan kita perlu menjemput masa depan itu dengan langkah strategis yang harus dibangun bersama.

Indikator lain dikatakan menembus batas, Pemkot Baubau menjalin kerjasam dengan Korea. Hasilnya, sudah bisa dipetik dalam beberapa tahun belakangan ini, dirasakan langsung oleh masyarakat. Misalnya petani, tenaga pendidik, guru, dan pelajar.

Tidak bisa dilupakan, tahun ini kita menjadi Tuan Rumah Festival Keraton Nusantara (FKN). Nantinya di Baubau ini akan kedatangan kurang lebih seratus kesultanan dan kerajaan dari seantero tanah air.




--Terkait dengan MP3, ambang batas penduduk untuk menopang peran tersebut kata bapak idealnya 500 ribu jiwa, sekarang penduduk Baubau baru sekitar 100 ribuan. Apa yang dilakukan supaya bisa mencapai ambang batas penduduk tersebut?



Jadi memang kalu ingin mengambil peran Makassar atau sebagain peran Makassar maka dengan penduduk hanya 100  ribu atau 200 ribu lebih, kita akan berat, karena kita terbatas dimainkan oleh pelaku-pelaku.

Agar kita bisa mengambil peran itu, memberikan layanan, dan memenuhi harapan-harapan kita sesuai dengan posisi strategis yang dimiliki, maka ambang penduduk Baubau, daya dukung, ambang toleransi penduduk harus sekitar 500 ribu jiwa.

Untuk mengkondisikan penduduk sebanyak itu, maka Baubau harus dikemas sedemikian rupa sehingga ruang-ruangnya disiapkan. Dibangun Lea-lea sebagai Kota satelit, menyiapkan Waruruma dengan kota kawasan mandirinya, membangun Betoambari sampai di arah perbatasan Batauga dengan Kasiba dan Lisiba-nya.

Karena topografinya yang terbatas, oleh sebab itu kita jadikan Baubau dengan Konsep Bawapabari (Baubau, Wamengkoli, Pasarwajo, Batauga, Kapontori). Bahwa walaupun tinggal di Batauga, Wamengkoli, Kapontori, Pasarwajo adalah bagian yang tak terpisahkan dari kekuatan Baubau dalam memberikan peran-peran layanannya di masa-masa akan datang.

Maka itu di tahun ke-9, kita perlu membangun koneksitas dan sinergitas antara semua komponen, termasuk antara pemerintah dalam kawasan ini. Baubau dengan Buton, Baubau dengan Butur, Baubau dengan Bombana, Baubau dengan Wakatobi. Dan dari kita semua Buton dengan Wakatobi, Buton dengan Butur, Buton dengan Bombana. Ini adalah suatu kolaborasi yang harus dipikirkan bersama, karena kita tidak mungkin memainkan peran itu sendiri.

Olehnya itu, kita harus menyatu dalam satu langkah yang sama, cara pandang yang sama dengan ikatan emosional yang mempunyai rasa tanggung jawab yang sama.



--Jadi, dengan hanya mengandalkan kelahiran, perlu waktu, tapi dengan Bawapabari menjadi kekuatan untuk mencapai target jumlah penduduk 500 ribu jiwa tersebut?


Itu kita bisa capai karena tidak sedikit orang Buton di perantauan sudah berhasil. Diharapkan mereka kembali dan menanamkan investasinya di sini. Sekaligus menjadi warga dalam arti yang luas, kemudian mereka bisa memilih domisili di Baubau.

Namun demikian, ada syarat-syarat lain yang harus disiapkan untuk memberikan jaminan-jaminan itu. Yang pertama, memperkuat fasilitas dan mutu pendidikan. Karena orang memilih tempat tinggal, harus menghitung bagaimana dengan sekolah anaknya, apakah berkualitas. Itulah tantangannya menjadikan guru-guru berkualitas, sekolah yang bermutu.

Demikian pula dengan layanan kesehatan, harus bisa memberikan jaminan bahwa orang tinggal di Baubau dengan layanan kesehatan dasar bisa dilayani.

Tapi lebih jauh dari itu mereka bisa mendapatkan informasi pada waktu yang sama, itulah yang kita bangunkan Baubau sebagai Kota IT. Jadi internet harus menjadi kekuatan pendukung Baubau tersendiri.

Tapi itu tidak cukup, bahwa orang dari dan mau datang ke Baubau, setiap saat harus bisa. Pagi dia mau berangkat ada pesawat, siang, sore, dan malam pun berangkat ada pesawat. Itulah diusahakan, Baubau sudah bisa pagi sampai sore. Tapi bagaimana Baubau dalam satu dua tahun ini, harus disiapkan malam pun pesawat bisa mendarat.



--Artinya dengan kata lain ada kepastian investasi?

Betul. Ada fasilitas penunjang. Semua harus ada.


---Bagaimana bapak melihat kondisi masyarakat dengan skenario selama ini? Sejauh mana peran mereka?


Memang, potensi masyarakat kita kuat, tapi sifat kepemimpinan harus bisa memberikan warna. Kawasan ini, daerah ini pernah terjadi stagnasi kreativitas karena ada catatan sejarah yang mencekam, membuat potensi SDM kita tidak bisa kreatif, karena ada situasi politik tahun 1969.

Mungkin juga ada sifat-sifat kepemimpinan diantara kita yang tidak memberikan ruang kreatifitas bagi generasi-generasi kita, sehingga terjadi kemandekan. Dan ini tidak sesuai dengan era yang kita miliki.

Kemudian kelompok-kelompok penekan yang tidak sinergi, artinya mereka bersuara, bergerak tapi tidak dalam konteks yang memberikan suasana membangun.


---Bapak melihat daya dukung masyarakat kita cukup memadai?

Potensial sekali kita. Sudah kuat kita. Salah satu indikator masyarakat kita kuat, ketika tidak bisa berkreasi disini karena sistem yang dibangun dia tidak bisa maju, ia keluar, di sana ia berhasil. Olehnya itu mari kita sadari sebagai pemimpinan, jangan kita melakukan seperti itu.



---Bagaimana dengan Baubau sekarang, apakah sudah siap? Apakah peluang investasi menjanjikan bagi mereka?



Ya, kita harus yakin, secara nasional semua daerah sementara membangun. Dan dengan pembangunan masing-masing daerah akan melahirkan orang kaya baru. Orang kaya baru berarti kebutuhannya meningkat, berarti disisi lain harus ada pihak yang bisa memberikan layanan terhadap kebutuhan itu.

Dari sisi kawasan, dan karakter, dukungan infrastruktur sebenarnya kita lebih siap untuk memberikan layanan.
Kondisi ini jangan sampai kita lalai, hanya berebut dalam satu piring kecil yang kita namakan piring politik, sementara ruang dan pelung ekonomi diabaikan. Itu yang harus kita waspadai. Jadi kesadaran itu harus dibangun.

Jangan sampai kita terjebak dalam ruang, piring, gelas politik sehingga peluang kita merebut sisi lain, permintaan kebutuhan dari warga berbagai belahan bumi ini tidak bisa ditangkap.



---Tahun ke-9 saatnya melakukan evaluasi dan pemantapan. Apa ada hal yang perlu dibenahi?


Bisa dikatakan evaluasi, tapi sebenarnya kita hendak memotret kinerja kita selama sembilan tahun, karena evaluasi selalu dilakukan setiap tahun. Apakah sudah setingkat dengan rancangan dengan peran yang lebih luas, peran kewilayahan yang harus dimainkan Baubau. Peran kewilayahan itu tidak boleh terjadi secara alami, harus terkonsep. Harus dirancang dengan langkah-langkah strategis, karena kalau tumbuh secara alami, itulah Baubau tempo dulu. Kalau dilakukan secara alami, akhirnya kita didahuli daerah lain dan inefisien, terjadi pemborosan kalau tumbuh sendiri, mengaup begitu saja.

Kita sudah alami, bagaimana kita di awal Sultra ini, kondisi kawasan, masyarakat dan kotanya, Baubau diatas. Tapi dalam perjalanan selanjutnya, Baubau ditinggalkan daerah yang berada di bawah jenjangnya pada waktu itu.

olehnya itu, harus kita sadar tidak boleh kita diamkan Baubau ini tumbuh secara alami, harus tumbuh secara  terkonsep dan dibuat langkah-langkah strategis.



--Dari aspek pemantapan, hal apa yang bisa dimanfaatkan sebagai kekuatan yang dimiliki Baubau?


Sembilan tahun tidak mungkin menyelesaikan semua persoalan, sampai dengan 10 tahun. Tahun pemantapan 2012 tidak mungkin menyelesaikan dan menguatkan Baubau seperti yang kita harapkan. Tapi setidaknya dalam sembilan tahun ada kerangka dasar yang bisa diwujudkan, bisa dibaca untuk melihat kekurangan apa lagi, dan kebutuhan apa yang diperlukan untuk disusun secara terang dan terkonsep, dengan langkah strategis, tahapan yang benar-benar bisa mengalir, dan menciptakan wujud yang bisa diharapkan oleh semua.



---Kesannya masyarakat sudah bisa bergerak, tapi tidak tahu apa yang diperbuat. Makanya butuh regulator, butuh penguatan. Pemkot sudah memainkan itu dengan baik. Masyarakat siap, namun bergerak secara alami, skenario apa lagi di penghujung kepemimpinan bapak ini yang dimainkan agar masyarakat sadar bahwa mereka punya potensi?


Yang perlu sekarang perkuat, membangun koneksitas Baubau dengan daerah belakangnya, daerah Butun Raya. Kemudian daerah yang menjadi layanannya selama ini baik secara historikal, tradisi, maupun kita lihat dalam perspektif layanan. Yang kita maksudkan daerah Maluku, Maluku Utara, Papua dan sebagian di luar kawasan Buton Raya. Termasuk Kendari, Konawe, maupun Sulteng. Itu harus kita lihat sebagai daerah belakang kita.

Hitungannya jelas, selama ini kawasan itu dilayani Makassar. Sementara posisi Makassar secara geografis di belakang Pulau Sulawesi. Kita, Baubau di kakinya Sulawesi. Artinya kalau kita main sepakbola, mana yang bagus tendangannya orang yang oper bola dari belakangnya atau kakinya? Kalau kita analogkan itu, sebenarnya Baubau itu posisinya strategis untuk memberikan layanan terhadap daerah belakangnya.



--Memasuki tahap akhir kepemimpinan bapak, apa yang bapak pesankan kepada masyarakat?


Pembangunan ini tanpa partisipasi masyarakat, tidak mungkin. Jadi masyarakat, mari kita melihat secara bersama-sama, Baubau ini harus didukung infrastruktur, misalnya jalan bisa lebih memadai.

Untuk lebih memadai, semua komponen kota manfaatkan ruang yang ada disekitar jalan, jangan diabaikan peran-peran atau daerah milik jalan. Harus dihitung, jalan itu punya daerah milik, harus ada bahu jalan, drainase, dan ada toleransi antara jalanan dan bangunan, itu kita sebut dengan sempadan bangunan. Jangan abaikan itu.

Kalau diabaikan, akan menjadi pekerjan pada tahapan selanjutnya. Yang harusnya sudah lari, kita harus benahi lagi pelebaran jalan. Itulah sebabnya pembangunan jalan baru harus lebar sehingga masyarakat dalam sekian tahun tidak lagi berpikir jalan sempit. Tinggal membuka jalan baru untuk memberikan ruang-ruang baru.

Dan kepada masyarakat, pasar jangan lagi berfokus pada satu titik. Semua kawasan Baubau adalah pasar.




---Himbauan kepada calon pemimpin Baubau setelah bapak?

Bagi calon pemimpin, setiap pemimpin harus membuat sejarahnya. Jangan pemimpin selanjutnya, sejarahnya hanya membongkar apa yang pernah dilakukan pendahulunya. Itu sangat mubazir.

Dalam sembilan tahun Baubau ini, bisa disaksikan apa yang dibangun pendahulu-pendahulu kita tidak pernah dibongkar atau dihilangkan. Tapi yang kita lakukan kalau tidak perlu, direvitalisasi, penguatan, dan membangun fasilitas-fasilitas baru. Sehingga fasilitas Baubau lebih kuat, memadai, dan lebih banyak.


---Artinya kalau diakhir kepemimpinan bapak Baubau sudah di Kilometer 10, selanjutnya jangan mulai dari Kilometer nol lagi, tapi melanjutkan?


Itulah kenapa menggunakan istilah Kilometer, agar ketika kita mencapai tujuan jangan selalu start dari Kilometer nol. Kita harus start pada Kilometerpada posisi akhir dari ibarat estafet. Jadi kalau lari estafet, jangan penerima tongkat berikutnya start dari garis start. Tapi bagaimana mengambil tongkat, berlari menuju ke garis finish yang ditentukan, sehingga pada saatnya lagi diserahkan tongkat estafet itu dan berlari lagi ke depan.

Tapi kan selama ini banyak kita lihat pengalaman-pengalaman dalam proses kepemimpinan, pemimpin selanjutnya kembali ke garis start, jadi selalu nol.

Itulah kenapa kita gunakan istilah Kilometer 9, itulah yang kita inginkan.


---Karakter pemimpin pelanjut setelah bapak seperti apa?


Kita harapkan karakter yang bisa memahami perjalanan, kita start dari Kilometer berapa, dan berlari dari Kilometer berapa. Kita berharap kita semua bisa memberikan masukan-masukan sehingga ketika membawa lari tongkat estafet tidak keluar dari garis yang sudah ada.(***)

-Silaturrahim Membangun Sinergi dan Koneksitas: Baubau-Buton Cair (Persoalan Aset Tuntas)


BAUBAU, RADAR BUTON-Semalam hubungan antara pejabat Pemkot Baubau dan Pemkab Buton, begitu akrab. Mereka hadir di Rujab Walikota Baubau mengikuti acara Silaturrahim bertajuk: Membangun Sinergi dan Koneksitas Baubau-Buton.

Walikota Amirul Tamim, Bupati Nasruan, Sekot Ahmad Arfa, dan Sekab Kaharuddin Syukur duduk satu meja. Mereka dikelilingi pejabat eselon II, dan III masing-masing daerah.

Walikota Amirul mengawali pidatonya mengatakan ini sejarah baru bagi kita, diawal tahun. Biarlah perbedaan sebagai kekayaan. Perbedaaan, banyak hikmah yang dipetik.

"Alhamdulillah malam ini kita membangun sinergi dan koneksitas," ujarnya.

Sekretaris PPP Sultra ini mengatakan, ada beberapa alasan perlu dibangun koneksitas. Pertama, Buton dalam arti utuh dan kita mimpikan sebag Buton Raya, kini terjadi beberapa kabupaten/kota adalah andil kita semua. Sekecil apa pun. Kalau tidak secara fisik, minimal doanya. Sekarang ada Buton, Baubau, Bombana, dan Wakatobi.


Kedua, Baubau secara admnistratif pemerintahannya hanya berbatasan dengan Buton. Utara, timur, selatan, dan Barat dikelilingi Buton. "Kalau tidak konek, mau jadi apa kita. Oleh karena itu, dulu walaupun kita diapa-apa, kita tidak pernah bereaksi. Dan itu kita tidak salahkan siapa-siapa," ujarnya.

Ketiga, kader-kader daerah ini harus dilihat secara utuh, tidak bisa dilihat ini kader Baubau, ini Buton karena kita satu kesatuan. Karena kita lahir dan berdiri dari sini. Ketika ada pegawai dari Buton ke Baubau, tidak pernah dipersoalkan rekomendasinya siapa, begitupun sebaliknya.

"Baubau tidak bisa dalam kesendiriannya, Buton tidak bisa dalam kesendiriannya. Kemudian kita sudah punya komitmen kawasan ini akan jadi provinsi, dan ibukotanya Baubau. Sekarang memang Baubau ada batas-batas, tapi kalau sudah jadi gubernur tidak akan ada batas-batas," bebernya.

Walikota dua periode ini juga menyinggung Konsep Bawapabari (Baubau, Wamengkoli, Pasarwajo, Batauga, Kapontori) sebagai salah satu bentuk koneksitas wilayah. Banyak keuntungan yang bisa diraih kedua daerah bila konsep tersebut terwujud, misalnya ekonomi dan dampak ikutan lainnya.

Diakhir pidatonya, Amirul mengatakan setelah mengikuti acara tersebut tidak usah risau. "Santai-santai saja, pulang dari sini tidak ada mutasi. Santai saja," ujarnya disambut geer ratusan hadirin.

Setelah itu, giliran Bupati Nasruan berpidato. Kata dia, pertemuan tersebut penting dalam membangun Buton secara keseluruhan bukan hanya Buton secara arti administratif. Tapi dalam kebersamaan atau dalam sinergi dan koneksitas.

"Menurut saya tidak ada alasan untuk bersengketa, gontok-gontokan. Aset, pegawai, menurut saya itu persoalan kecil. Kita ini Indonesia. Kita hanya sebagai daerah administratif. Tidak ada batas-batas wilayah. Menurut saya ini tidak hanya konek antara Buton-Baubau. Tapi harus dengan semuanya, Muna, Wakatobi, Butur," paparnya.

Dalam konteks ini dia mendukung apa yang dikatakan walikota. Maka itu, harus ditindaklanjuti di meja untuk membangun kerjasama.

Tak lupa dia mencerikan pengalamannya ketika menjabat Asisten I Setprov Sultra. Pernah ada MoU antara Kepala Bappeda dalam jazirah Buton Raya minus Buton. "Karena saat itu Baubau-Buton seperti Palestina  dengan Israel," ucapnya lantas membuat undangan tertawa.


"Kita sesama Buton jangan saling mendahului," ujarnya dengan nada humor. Kontan hal tersebut mengundang aplaus dan gelak tawa hadirin.

"Buktinya pejabat di Buton sebagian besar warganya walikota. Oleh sebab itu mereka tokoh masyarakat Baubau. Harusnya mereka sering silaturahmi ke atasannya, Walikota Baubau," cetusnya. Ini kembali mengundang tawa para undangan.

Sebelum kembali duduk, Nasruan membawakan sebuah lagu. Selanjutnya, Nasruan mengundang kembali walikota untuk membawakan lagu.(p13/p14/p15/din/iwn)




Penerbangan Bersejarah


Catatan: Irwansyah Amunu


JUMAT (20/1) lalu, saya diutus Radar Buton untuk mengikuti Workshop dan Uji Kompetensi untuk pemimpin redaksi (Pemred), redaktur pelaksana (Redpel) dan Redaktur dalam lingkungan Fajar Group di Graha Pena, Makassar. Karena acaranya digelar pagi, maka saya putuskan menggunakan penerbangan perdana.

Kamis sore, saat tiket saya kantongi, saya nyaris tidak percaya dengan keterangan yang tertera di tiket. Soalnya di situ tertulis, jadwal pesawat boarding pukul 06.10 Wita. Bahkan ketika kolega di kantor mengingatkan, setelah Salat Subuh harus ke Bandara Betoambari, Kota Baubau, Sultra, untuk cek in, saya agak mengacuhkan. Di benak saya sudah menari-nari asumsi: ini kan penerbangan di Indonesia. Pasti telat lagi. Pasti lelet lagi.

Asumsi tersebut bukan tanpa dasar. Sebab selama ini, pengalaman saya bepergian menggunakan pesawat, tidak pernah tepat waktu. Selalu di-delay alias terlambat dari jadwal.

Apalagi pulang kantor Kamis itu, jam menunjukkan nyaris pukul 24.00. Sebelum menuju "Pulau Kapuk" saya sempat membereskan sejumlah perlengkapan yang hendak dibawa. Meski seadanya, namun cukup membutuhkan waktu juga. Kontan, mata saya terpejam Jumat dini hari. Kendati demikian, pukul 04.30 saya sudah bangun, selanjutnya Salat Subuh.

Karena asumsi awal tadi, saya tidak tergesa-gesa ke bandara. Beberapa persiapan lain masih saya lakukan. Melihat itu, isteri saya mengingatkan supaya segera ke bandara seraya menanyakan jam berapa pesawatnya terbang. Saya berujar,"Pukul 06.20."

Makanya, saya pun bergegas ke bandara. Jam nyaris menunjukkan pukul 06.00. Tiba di bandara, saya langsung cek in. Lantas menuju loket boarding pass, sebab sudah diumumkan penumpang diminta naik ke pesawat. Praktis tiba di bandara, sampai naik ke pesawat tidak sampai lima menit. Saat duduk di kursi, saya melirik jam tangan saya menunjukkan pukul 06.10. Luar biasa, penerbangan bersejarah. Sesuai antara data yang ada di tiket dengan fakta.

Dalam hati saya bergumam, tampaknya tadi saya adalah penumpang terakhir yang cek in. Alhamdulillah, tidak ketinggalan pesawat.

Di "kapsul besi" milik Wings Air tersebut saya duduk di kursi nomor 4. Saya melempar pandangan ke depan, ada beberapa kursi yang tak terisi. Sejurus kemudian, pramugari memperagakan prosedur keselamatn penumpang. Setelah itu diumumkan, penerbangan akan dilakukan selama satu jam pada ketinggian 15 ribu kaki, bersama Kapten Arif Hendro.

Tiba di Bandara Internasional Hasanuddin Makassar sekitar pukul 07.10. Hitungannya tepat sejam, sesuai yang tercantum di tiket. Di dalam pesawat, saya mendengar dari seorang ibu yang duduk tidak jauh dari saya, dia bertutur dengan penumpang lain, sebetulnya ia bersama rombongan. Namun tertinggal, tidak ikut penerbangan. Karena itu, dia akan menunggu rekannya tersebut di Bandara Hasanuddin pada penerbangan selanjutnya. Bisa jadi rekannya telat karena anggapannya sama dengan asumsi saya tadi.    


***

Setelah mengikuti agenda di Makassar selama dua hari, saya balik ke Baubau, Minggu (22/1). Mengacu pada pengalaman keberangkatan tadi, saya tiba di Bandara Hasanuddin pukul 09.00 lebih. Soalnya di tiket jadwal pesawat boarding pukul 10.20.

Ketika menunggu di bandara, saya bertemu dengan Kepala Badan Perizinan dan Penanaman Modal Kota Baubau, Amril Tamim. Darinya saya mendapat informasi rupanya pesawat milik Maskapai Wings Air tersebut parkir di Bandara Betoambari. Pesawat jenis ATR-500 itu tergolong baru, belum lama buka dus. Kini rute Baubau-Makassar lima kali, dilayani Merpati, Wings Air, dan Express Air. Bukti Baubau kini telah menjelma menjadi daerah yang nyaman untuk investasi.

Rute tadi, belum terhitung trayek baru yang dibuka Express Air, mulai Sabtu (21/1). Maskapai tersebut mengoperasikan pesawat buatan Jerman, 328-300 Door Near tipe jet yang diproduksi tahun 2000. Mampu mengangkut 32 penumpang belum termasuk enam kru pesawat.    

Singkat cerita, penerbangan pulang kali ini pun sama antara data di tiket dengan kenyataan. Alhasil, saya simpulkan penerbangan saya kali ini terbilang bersejarah. Tepat waktu.

Saya berharap hal ini tidak berlaku kali ini saja, tapi seterusnya. Bukan hanya oleh Wings Air, tapi semua maskapai. Dengan demikian, ketika menyebut boarding pukul 06.10 Wita, memang betul demikian. Pukul 06.10 Wita sesuai dengan akronimnya, Waktu Indonesia Tengah (Wita). Bukan berarti minor, pukul 06.10 WITA artinya Waktu itu Terserah Anda (WITA). Semoga!(one.radarbuton@gmail.com)