Kamis, 30 Agustus 2012

SEJARAH BICARA


(FKN VIII, Baubau Menuju Masa Depan)



KESULTANAN Buton pada masa lalu pernah menorehkan tinta emas sejarah peradaban di Nusantara. Kini di era yang berbeda, Kota Baubau, sebagai bekas pusat Kesultanan Buton, di bawah kendali Walikota Amirul Tamim memoles diri menjadi kota masa depan. Bagaimana kiat walikota dua periode ini menata kota  pemilik benteng terluas di dunia ini? Berikut petikan wawancaranya dengan wartawan Radar Buton, Irwansyah Amunu.


--Festival Keraton Nusantara (FKN) yang dihelat tanggal 1-4 September nanti, sejauh mana persiapannya?

Pada prinsipnya sudah siap, sesuai dengan posisi kota kita, secara optimal kita sudah siapkan. Prinsipnya sudah siap.


--Monetum apa yang bisa dipetik dari FKN ini?

Pertama, untuk memperlihatkan kita ini bagian dari sejarah masa lalu, dimana negeri kita adalah bagian dari peradaban yang sudah jauh berkembang di  negeri kita. Kedua, daerah kita dalam konteks yang ada dalam sejarah perkembangan bangsa kita, harus kita akui juga punya peran-peran tersendiri dalam perjalanan kesejarahan.
Ketiga, untuk kita melihat negeri kita ini juga adalah negeri yang punya sejarah ekonomi yang punya potensi. Karena tidak ada satu kerajaan yang tumbuh tanpa ada potensi dan andalan ekonomi yang diandalkan. Itu hikmahnya. Kempat, momentum ini menjadi bahan evaluasi bagaimana kita mendesain kedepan masalah-masalah yang banyak, agar kita bisa sejajar dengan daerah-daerah lain.
Terakhir, bisa kita petik, suatu ikatan persaudaraan sebagai satu kesatuan bangsa yang multi etnis, mudah-mudahan pilar keragaman itu masih kokoh setelah FKN ini, itu yang ingin kita tanamkan.


--Adalagi poin yang lain?

Poin-poin yang lain dalam kegiatan ini ada beberapa kegiatan diskusi-diskusi seminar yang mengkaji bagaimana pendekatan budaya dalam mengelola kehidupan berbangsa bernegara khususnya dalam membangun daerah. Kemudian kita ingin melihat juga bagaimana konteks ketahanan nasional dilihat dari sisi potensi-potensi kebudayaan.
Dan mungkin satu hal yang perlu dikaji, ditemukan, negeri Buton dalam sejarahnya  dia dalah suatu negeri yang keragaman cukup heterogen, tapi catatan-catatan  yang ada, jarang, tidak pernah ada konflik-konflik horisontal yang melibatkan kelompok antar etnis dan lain sebagainya. Sehingga kita bisa menguak kembali kerusuhan dimana-mana , ketika lari ke negeri Buton dia bisa aman. Ini yang bisa kita lihat sebagai momentum dari Festival Keraton Nusantara ini.


--FKN, iven nasional, diselenggarakan di Baubau, bukan ibukota provisni, poin strategis apa yang bisa dipetik?

Itu untuk membuktikan sejarah tidak bisa kita dihilangkan begitu saja, bahwa sejarah negeri Buton, Baubau pusat Kesultanan Buton, pernah menjadi ibukota Kabupaten Sulawesi Tenggara. Ini menjadi motivasi tersendiri, Baubau harus dipersiapkan untuk menjadi ibukota Buton Raya di masa yang akan datang. Momentum yang memperkuat kita dalam posisi seperti ini.


--Selama Buton ini lahir sebagai daerah otonom, dan sekarang sudah mekar menjadi beberapa daerah otonom, nanti sekarang ketika bapak jadi walikota Baubau baru bisa jadi tuan rumah FKN. Apa hikmah dari semua ini?

Ini tidak jadi begitu saja,  tapi bagian dari konsep kita dalam mengembangkan  daerah.  Seperti yang saya katakan tadi negeri ini punya sejarah panjang, dalam sejarah panjangnya dia mempunya peran-peran strategis, oleh sebab itu ketika kita jadi daerah otonom tahun 2003 kita mulai mengangkat potensi ini dengan mulai melakukan revitalisasi semua peninggalan-peninggalan sejarah kita.
Kemudian seperti yang sering saya katakana, jangan menunggu orang lain yang mengungkap kita, tapi kita yang harus mengungkapnya. Dari cerita-cerita masyarakat dan itu sudah kita laukukan,  dan endingnya kita harus harus bisa menjadi pusat kegitan nasional dalam konteks kebudayaan.


--Artinya posisioning Baubau sudah di level nasional?

Kita sudah pernah menyelenggarakan iven nasional maupun internasional. (Sebelumnya Kota Baubau menjadi tuan rumah Simposium Internasional Pernaskahan yang dihadiri sejumlah Negara di dunia)


--Bagaiman hajatan ini dikaitkan dengan visi bapak di periode kedua, yang ingin  menjadikan budaya produktif?

Itulah yang saya katakan, ini tidak terjadi begitu saja tapi bagian dari konsep untuk  menjadikan daerah ini sesuai dengan sejarahnya dengan kekuatannya, disana ada budaya dan itulah yang kita wujudkan dalam visi kita. Menjadikan Baubau Budaya yang produktif, tentu pagelaran Festival Keraton ini memberikan nuansa ekonomi masyarakat, tidak sedikit nantinya uang yang berputar,  miliaran.

--Infrastruktur kita sudah memadai untuk menggelar iven ini?

Memadai. Memadai.


--Dengan festival ini, sejarah bicara.  Posisi negeri Buton masa lalu dikembalikan?

Memperkokoh keberadaannya dalam konteks yang berbeda. Dulu pusat peradaban, sekarang dalam konteks sebagai pusat perdagangan, pusat pemerintahan bagi Buton Raya, atau pusat percontohan Kawasan Timur Indonesia yang pernah kita dengungkan.


--Bukankah ini bisa dilihat dari sejumlah infrastrukltur yang dibangun di Baubau seperti Terminal Suplai BBM bagi Kawasan Timur Indonesia, dan pembangunan PLTU. Apakah ada hal lain?

Pelabuhan. Kalau kita lihat sebagain pedagang Maluku membeli barang di Baubau. Maluku, Papua, barang-barangnya diangkut kapal Pelni, dan aneka kapal lainnya.


--Sejarah bicara tidak hanya masa lalu, tapi di tangan bapak dua periode sejarah dikembalikan, kejayaan bukan hanya pada masa lalu tapi juga masa kini?

Ya,  ya. Sudah berapa buku yang coba kita fasilitasi untuk terbit, termasuk terakhir kliping Giant Buton Raya.


--Kira-kira rumus apa yang bapak gunakan membuat episode-episode pembangunan yang berkesinambungan selama dua periode?

Yang pertama, pembangunan itu harus satu kesatuan sistem, jadi kita sebenarnya tidak boleh keluar  dari pembangunan yang dirumuskan, semua sektor harus dapat tersentuh. Seperti dalam visi misi saya yang lalu, tiga pilar: pemerintah, masyarakat, dan anugerah ilahi.  Anugerah ilahi itu,  sumber daya alam, termasuk geografis. Kemudian yang punya peran, pemerintah, masyarakat, dan anugerah ilahi, ketiganya akan jadi kekuatan besar kalau diikat dengan budaya dan agama.
Oleh sebab itu pembangunan daerah harus sebagai satu kesatuan sistem, masyarakat, pemerintah, dan anugerah ilahi, perekatnya, pengikatnya utuhnya adalah budaya dan agama.  Maka itu, setiap langkah pembangunan, kita harus bisa memberikan perekatnya budaya dan agama.
Itulah kita bangun islamic centre, memelihara ritual-ritual yang sesuai, seperti Gorana Oputa,  Qunua. Bagaimana pembangunan majelis taklim, Ponpes, rumah-rumah ibadah. Rumah-rumah ibadah di Baubau, semua rumah ibadah, apakah masjid,  gereja, pura,  dan lain sebagaianya.


--Apa yang bapak lakukan sehingga sejarah tidak hanya bicara pada masa lampau, tapi juga masa kini?

Kita melangkah menuju ke masa depan, masa depan itu tidak bisa dipisahkan dengan masa kini. Masa kini adalah sasaran antara dalam menyongsong masa depan, tapi sasaran antara ini kan harus melewati masa lalu. Masa lalu, masa kini, dan masa depan, satu kesatuan tidak boleh punya gap (jarak) yang jauh, harus bagian dari rantai jalur yang harus berjalan. Jalannya itu ada yang berjalan sebagai Sunatullah, dan ada yang berjalan sesuai dengan rekayasa-rekayasa dari kajian-kajian akademis dan lain-lain.

--Bicara masa depan, bagaimana posisi Baubau untuk masa depan?

Harus dalam konsep. Tidak bisa tiba masa tiba akal. Konsep, perencanaan yang matang.(one.radarbuton@gmail.com)

HTI BAUBAU GELAR LIQO SYAWAL


- Puluhan Tokoh Dukung Perjuangan Hizbut Tahrir

BAUBAU - Dewan Pimpinan Daerah (DPD) II Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Kota Baubau menggelar Liqo Syawal (halal bilhalal), di Aula Panti Asuhan Muslimi, Rabu malam (29/8). Kegiatan yang bertajuk "Kokohkan Iman, Tegakkan Syariah dan Khilafah" itu diisi oleh pemateri dari DPP HTI, KH Muhammad Sidiq Al-Jawi.

Liqo Syawal yang dikemas dalam bentuk diskusi tersebut diahadiri oleh puluhan tokoh intelektual, tokoh masyarakat, dan tokoh agama.

Dalam materinya Muhammad Shiddik Al Jawi menjelaskan, tiga alasan wajibanya menegakan syariat, yakni konsekuensi keimanan kepada Allah SWT. Kemudian syariat Islam sebagai solusi terhadap berbagai persoalan manusia yang terjadi saat ini. Alasan ketiga, syariat Islam ketika diterapkan dapat mendatangkan maslahat/kebaikan yang bukan hanya untuk Kaum Muslim, tapi juga buat seluruh umat manusia.

"Sebaliknya, jika syariat Islam tidak diterapkan, maka keimanan kita sebagai umat Islam perlu dipertanyakan, kemudian, sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Quran pada surat Almaidah ayat 44,45, dan 47. Kemudian persoalan manusia tidak akan terselesaikan dengan benar, misalanya masalah ekonomi, riba saat ini dijadikan sebagai alat ekonomi yang digunakan masyarakat, dimana riba tersebut tidak membawa kemaslahatan, namun akan membawa kerusakan atau malapetaka kepada manusia," jelas Sidiq Al-Jawi di hadapan puluhan peserta.

Ia juga menyampaikan hasil survei yang telah dilakukan dan dilansir di salah satu media nasional, terkait pekerja seks komersial (PSK). Jumlah PSK di Indonesia saat ini mencapai 214 ribu orang, dimana dalam satu hari satu orang PSK bisa melayani 15 orang lelaki hidung belang. "Jika dikalikan, maka satu hari sebanyak tiga juta lelaki hidung belang yang melakukan hubungan seks di luar nikah," ungkapnya.

Kemudian akibat tidak diterapkannya syariat islam setiap tahun problematika umat terus meningkat, antaralian, kriminalitas, kemiskinan, pengangguran, korupsi, serta yang lainnya. Namun begitu, kata dia, syariat Islam secara menyeluruh tidak bisa diterapkan melaui kelompok atau individu, tapi bisa ditegakan melalui institusi negara, yakni Daulah Khilafah Islamiyah.

Memang, lanjutnya, syariat Islam bisa dilaksanakan secara indifidu, namun tidak semua syariah bisa dilakukan secara indifidu, namun harus dilakukan oleh masyarakat, dan negara. Pasalnya, syariat Islam itu memiliki cakupan hubungan manusia dengan Allah SWT, kemudian hubungan manusia dengan dirinya sendiri, dan hubungan manusian dengan manusia yang lain.

Hubungan manuisa dengan dirinya sendiri antara lain, shalat, puasa, zakat. Sementara hubungan manusia dengan dirinya sendiri, terkiat dengan manakanan, minuman, pakaian, dan ahlak. Sedangkan hubungana manusia dengna manusia yang lain yakni, terkait dengan muamalah, sanksi pidana, dan yang lainnya. "Untuk hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan dirinya sendiri bisa dilakukan secara indifidu, tapi mengenai hubungan manusia dengan sesamanya itu harus dilakukan oleh negara," jelasnya.

Penjalasan dari KH Muhammad Sidiq Al-Jawi ini mendapat respon dari tokoh masyarakat. Diantaranya LM Marzuki dan Drs Ancong La Wusu. Kedua tokoh tersebut memberikan dukungannya pada HTI dalam melakukan perubahan.

Para tokoh menilai, ada yang ganjil di negeri ini. Menurut Ancong La Wusu, negeri ini memiliki kekayaan yang melimpah, namun tidak memberikan kesejahteraan pada masyarakat, tetapi hanya dirasakan segelintir orang. (m1)

1000 Pulau, 9 Nyawa

Catatan: Irwansyah Amunu

MINGGU (12/8) lalu, saya bersama keluarga menjadi bagian dari sekian juta rakyat Indonesia yang melakukan tradisi mudik. Ini saya lakukan karena kebetulan istri saya dari Tanah Pasundan, jadi lebaran kali ini di kampungnya di Sukabumi, Jabar.

Mudik kali ini saya menggunakan moda transportasi laut, KM Ciremai, karena anak saya yang bungsu baru berusia empat bulan lebih. Sebelumnya saya pernah berkonsultasi dengan tiga orang dokter, mereka melarang saya menggunakan pesawat. Soalnya berbahaya bagi alat pendengaran untuk anak berusia di bawah satu tahun. Gendang telinganya bisa pecah, karena tuba eustachia-nya, saluran penghubung dari telinga ke organ dalamnya masih sangat rawan.

Berbekal dari itulah, maka saya harus menempuh perjalanan tiga hari, tiga malam dari Baubau ke Tanjung Priok, Jakarta. Suasana arus mudik memang mulai terasa di kapal milik PT Pelni ini. Penumpang yang naik di Pelabuhan Baubau cukup banyak, sehingga membludak sampai ke anjungan kapal hingga ke dek tujuh.

Paling parah, penumpang yang naik dari Pelabuhan Soekarno-Hatta, Makassar. Membludak hingga sekitar 2000 orang. Akibatnya ABK kapal tak kuasa melarang penumpang untuk menempati ruangan kapal, hingga ke lorong-lorong kamar kelas I dan II pun disesaki penumpang. Bukan hanya manusia, barang yang dibawa pun jumlahnya banyak.

Jadi, lalu lalang kita di atas kapal harus hati-hati, bila tidak salah satu anggota badan mereka yang terinjak. Ditambah lagi dengan hantaman ombak perjalanan dari Makassar ke Surabaya cukup besar, maka lengkaplah sudah penderitaan.

Sedikit menggambarkan, besarnya ombak yang menghantam kapal pelat merah ini, sehingga saat salat kita harus duduk. Bila berdiri, dan tak kuasa menahan ombak, pasti kita akan terjungkal.

Tiba di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, KM Ciremai seperti disulap. Tadinya penumpang berjubel, menjadi lengang. Memang penumpang yang turun di Surabaya sangat banyak. Ini tergambar saat perjalanan dari Makassar-Surabaya, percakapan penumpang didominasi bahasa Jawa.

Tadinya penumpang memenuhi setiap areal kapal yang lowong, kini  menjadi kosong. Penumpang  ekonomi diarahkan kembali ke ruangan kelas ekonomi, tidak lagi berhamburan di lorong kelas I dan II.

Bertolak ke Jakarta, pikiran saya kita akan tempuh lebih tenang. Rupanya tidak, ombak lebih kencang. Hebatnya guncangan kapal membuat kepala saya pening. Karena tetap menjaga puasa agar tidak batal, saya memutuskan cepat-cepat tidur untuk mengalahkan rasa mabuk.

Alhamdulillah jurus ini ampuh, untuk mengusir mabuk laut. Benak saya membantin, kapal Pelni yang lumayan besar saja rasanya begini, bagaimana dengan perasaan saudara kita yang menggunakan kapal kayu berukuran kecil?

Soalnya sebelum tiba di Jakarta, saya sempat menghubungi rekan yang mudik ke Tomia dan Kaledupa. Mereka mengatakan, ombaknya besar. Hingga membuat kapal nyaris tenggelam.  Itu terjadi ketika ombak menghantam kapal, penumpangnya panik dan serentak bergeser ke satu arah. Air laut pun sudah masuk ke lambung kapal. Membuat kapal nyaris kehilangan keseimbangan.

Syukurnya, mereka masih dalam lindungan Allah. Kendati tiba di Tomia dan Kaledupa telat, namun tiba dengan selamat.

Bedanya dengan saya yang bisa tetap puasa, rekan yang ke Kepulauan Tukang Besi itu karena kuatnya hantaman ombak, tak bisa menahan mabuk laut, hingga harus muntah-muntah. Terpaksa, dua hari tidak shaum.

Dengan nada bergurau, saya mengirim pesan pendek (SMS) ke rekan di Kaledupa: Inilah Nasib Anak 1000 Pulau, Harus Miliki 9 Nyawa. Hehehe.

Ya, untuk mudik lebaran. Apa pun harus kita lakukan, kendati harus mengorbankan nyawa. Modalnya: keberanian bahkan cenderung nekat, bercampur perhitungan plus peruntungan. Seolah-olah kita punya lebih dari satu nyawa, alias nyawa cadangan.

Singkat cerita, saya tiba di Jakarta, sekitar pukul 14.00 WIB, Rabu (15/8). Disini kita sudah disambut anggota Komisi VI DPR RI dan Direksi PT Pelni. Mereka hendak memantau arus mudik lebaran. Saya tidak lagi mengamati kunjungan wakil rakyat dari Senayan ini karena menurut saya ini hanyalah kosmetik politik. Berkunjung atau tidak berkunjung, tidak ada pengaruhnya. Toh pemandangan seperti ini sudah merupakan tradisi tahunan. Tidak bisa berubah dengan hanya melakukan kunjungan yang bersifat seremoni.
Apalagi setelah tiba di Jakarta bukan berarti perjuangan selesai. Karena selanjutnya harus menempuh perjalanan darat sekitar lima jam ke Sukabumi.

Tiba di Sukabumi, penderitaan masih bersambung. Entah karena pengaruh ombak, yang jelas selama tiga hari, kepala masih terasa oleng. Saya kembali teringat kiriman SMS saya: Inilah Nasib Anak 1000 Pulau, Harus Miliki 9 Nyawa. Hhhhh. (one.radarbuton@gmail.com)

Pengelolaan Negara Buruk, Tokoh Sepakat Khilafah


HIZBUT Tahrir Indonesia (HTI) DPD II Kota Baubau Sultra, menggelar Temu Tokoh Umat se-jazirah Buton Raya 1433 H. Tema yang diulas, Khilafah, Model Terbaik Negara Yang Menyejahterakan.


Laporan: Nusma Nagara Muli dan Izan Ihwan, BAUBAU

MINGGU (5/8), sekitar pukul 08.00, dua bendera kebesaran umat Muslim berwarna hitam dan putih bertuliskan kalimat tauhid dan ucapan selamat datang terpasang di depan Aula Panti Asuhan Muslimin berlambai-lambai mengiringi langkah kaki peserta temu tokoh yang diikuti ratusan peserta. Mereka adalah ulama, mubaligh, pengusaha, intelektual, tokoh pendidik, dan mahasiswa.

Menyusuri satu persatu anak tangga menuju lantai dua Aula Panti Asuhan Muslimin, temu tokoh umat antara perempuan dan laki-laki harus berpisah. Kaum Adam melalui anak tangga sebelah kanan gedung dan menempati tempat duduk paling depan sedangkan Hawa melalui anak tangga sebelah kiri dibagian belakang.


Agenda tersebut merupakan serangkaian acara Konferensi Tokoh Umat yang telah diselenggarakan di berbagai kota besar di Indonesia beberapa bulan lalu. Namun ini untuk mendekatkan hal tersebut kepada masyarakat jazirah Buton Raya.

Acara yang diawali dengan lantunan ayat suci Alquran. Para tokoh juga dipertontonkan berbagai vidio diantaranya sejarah metode perjuangan Nabi Muhammad SAW saat berjuang mendirikan Negara Islamiah di Madinah, realitas kehidupan umat muslim saat ini serta perjuangan HT di Indonesia.

"Padahal Indonesia kaya, namun berbagai multidimensi persoalan terus mendera Indonesia karena negara ini masih menerapkan sistem kapitalisme yang diusung Amerika, sudah selayaknya Indonesia menjadikan Islam sebagai satu-satunya solusi masalah yang bercokol yakni menerapkan syariah Islam dalam bingkai Khilafah Islamiah," jelas DPD HTI Baubau, Jamil Ade.

Acara dikemas dengan diskusi selain itu juga didukung dengan multimedia modern. Ada dua materi yang disampaikan pembicara. Pertama, Irwansyah Amunu tentang Pengelolaan Kekayaan Alam dan Energi, Sumbangan Islam untuk Indonesia. Kedua, diuraikan Syahril Sidik, Humas HTI Baubau, tentang Politik Ekonomi Islam untuk Pertumbuhan yang Stabil dan Menyejahterakan.

Diuraikan Irwansyah Amunu, Indonesia merupakan negara yang sangat luas dari Uni Eropa, namun faktanya sangat disayangkan Indonesia yang begitu banyak sumber daya yang bisa dioptimalkan, namun masih dalam kondisi terpuruk. Terbukti potensi sumber daya alam (hutan, laut, esdm, keindahan alam), SDM (pakar, organisasi), infrastruktur (jalan, listrik, irigasi) informasi (peta, cetak biru,) kapital (Keuangan,)
produksi (pertaniaan, industri) kurang dirasakan masyarakat.

Sebagai contoh, produksi minyak Indonesia 950.000 barrel per hari,
nilai nett profitnya di atas Rp 280 triliun per tahun. Saat ini, kebutuhan minyak 1,2 juta barrel per hari. Namun akibat politik energi selama ini tertumpu pada minyak, seperti PLTGU yang "salah makan", tata kota yang tak efisien, hingga tak terbangunnya transportasi massal.

Akibatnya, kata Irwansyah Amunu, minyak lebih banyak diminum sendiri, tidak banyak yang untuk mensejahterakan rakyat.

Produksi gas (LNG) setara 5,6 juta barrel minyak per hari, nilai nett profitnya sekitar Rp 268 triliun per tahun. Produksi batubara setara 2 juta barrel minyak per hari, nilai nett profitnya sekitar Rp 191 triliun per tahun. "Sayangnya, kedua sumber energi besar ini lebih banyak diekspor murah ke Cina.  Indonesia mensubsidi energi Cina lebih besar daripada mensubsidi rakyatnya sendiri," jelasnya.

Disebutkan juga, 60 cekungan besar dengan minyak dan gas dilebas pantai indonesia baru 11 cekungan yang dikelolah, dengan cadangan minyak  1,93 miliar barrel, cadangan gas bumi 107,5 triliun kaki kubik. Sedangkan Balitbang ESDM, memperkirakan total SD minyak bumi 40,1 miliar barrel, gas bumi 217,7 triliun kaki kubik. Belum lagi baru diatas kertas, produksi pertambangan terutama emas seperti Freeport dapat ditaksir dari setoran pajak yang jumlahnya sekitar Rp 6 triliun per tahun

"Bila nilai pajak Rp 6 triliun per tahun, dan ini 20 persen nettprofit sama dengan Rp 30 triliun per tahun. Padahal dari sumber lain: produksi emas di Freeport adalah sekitar 200 kg emas murni per hari. Bersama perusahan lainnya, seperti Newmont (emas), timah, bauxit, besi juga kapur, pasir, dll nett profit pertambangan mineral minimal Rp 50 triliun per tahun," urainya.


Potensi laut, Menurut KKP, nilai potensi lestari laut Indonesia hayati, non hayati, wisata sekitar Rp 738 triliun. Bila ada BUMN kelautan memiliki ceruk 10 persen sama dengan Rp 73 triliun.

Ditambahkan, luas hutan Indonesia 100 juta hektar, 60 juta ha hutan produksi, agar lestari, siklus 20 tahun, maka setiap tahun hanya 5 persen tanamannya yang diambil. Bila dalam 1 hektar hutan, minimalisnya 400 pohon, maka hanya 20 pohon per hektar yang ditebang.

"Kalau kayu pohon berusia 20 tahun itu nilai pasarnya Rp 2 juta nett profitnya Rp 1 juta, nilai ekonomis dari hutan kita adalah
60 juta hektar dikali 20 pohon atau hektar dikalikan Rp 1 juta sama dengan Rp 1.200 triliun per tahun," ungkapnya.

Ini lanjutnya, belum menghitung potensi penerimaan dari
SDM, sumber daya infrastruktur, informasi, kapital, dan sumber daya produksi.

Maka itu, bila dijumlahkan secara keseluruhan maka total potensi penerimaan dari SDA pertambangan Rp 789 triliun, kelautan Rp 73 triliun, kehutanan Rp 1200 triliun, maka totalnya adalah Rp 2.062 triliun per tahun. Bila dibandingkan dengan APBN-P Indonesia tahun 2012 hanya Rp 1.500 triliun. "Kalau ini terjadi, negara kita tidak perlu memungut pajak dan tidak perlu melakukan utang luar negeri," ujarnya.

"Namun, sayangnya sumber daya alam realitas penerimaan sangat kecil, disebabkan pencurian, konsesi, transfer-pricing, korupsi, SDManusia mayoritas berkemampuan rendah, infrastruktur tidak dibangun atau dirawat serius, sumber daya informasi didominasi paten atau copyright asing, kapital didominasi utang luar negeri dengan sistem ribawi, sumber daya produksi didominasi investor asing, ini akibat dari salah kelola negara," katanya.

Olehnya itu, lanjutnya, harus ada cara baru dalam mendidik orang, cara baru dalam membentuk budaya, cara baru dalam merancang peraturan, cara baru dalam memandang kehidupan, cara baru dalam mewujudkan kesejahteraan

"Memisahkan agama dari kehidupan publik atau sekulerisme, menjadikan kebebasan sebagai doktrin kehidupan atau liberalisme,
menjadikan materi sebagai alat ukur kemajuan atau materialisme, menganggap distribusi barang & jasa akan optimal cukup dengan mekanisme pasar atau kapitalisme, merupakan salah satu masalahnya, olehnya itu harus ditawarkan sistem islam yakni syariah yang diterapkan dalam khilafah," tutupnya.

Bagaimana Solusi Islam?

Syahril Sidik dalam materinya politik ekonmi islam untuk pertumbuhan yang stabil dan menyejahterakan mengungkapkan, agar politik ekonomi negara Khilafah ini bisa terwujud, maka ada beberapa pandangan mendasar yang menjadi asas dari kebijakan yaitu individu harus dipandang sebagai orang per orang, yang masing-masing mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi.

Terpenuhinya kebutuhan dasar individu, orang per orang, secara menyeluruh. Izin mendapatkan rizki dan persamaan hak untuk mendapatkan izin memperoleh rezeki. Mengutamakan nilai-nilai luhur yang bisa mengokohkan hubungan di antara sesama individu.

Olehnya itu kata dia, harus memiliki strategi umum yang terkait dengan sumber-sumber perekonomian negara, yang meliputi pertanian, perindustrian, perdagangan dan jasa.

Solusi yang diberikan Islam terhadap empat sumber perekonomian negara dengan pemecahan yang benar adalah bila keempat sumber perekonomian diatas berjalan dengan baik maka ekonomi daulah Khilafah akan tumbuh.

Ditambah lagi, dengan sistem moneter berbasis emas dan perak dan larangan riba dan judi atau sektor non riil maka ekonomi daulah Khilafah juga akan stabil.

Memiliki tanah pun lanjut Humas HTI Baubau ini, telah diatur oleh Islam, dengan cara menghidupkan tanah mati, waris, pemberian negara, hibah, hadiah dan pembelian. Sedangkan cara mengelola tanah adalah dengan cara ditanami sehingga menghasilkan produk pertanian, bukan dengan cara disewakan atau dibagihasilkan atau muzarazah.

Di bidang industri, industri yang dimaksud adalah untuk memproduksi barang manufaktur. Kepemilikan industri berdasar pada barang yang dihasilkan. Sebagaimana kaidah fikih. Di Bidang perdagangan, perdagangan dalam negeri, dilakukan bebas tanpa usyur atau cukai. Perdagangan luar negeri ekspor dan impor dilakukan berdasarkan status manusia (pedagang) bukan barang.

Untuk di bidang jasa, baik yang menyangkut karya fisik maupun intelektual, diatur dengan hukum ijarah terkait jasa yang halal. Jasa meliputi manfaat amal, manfaat orang dan manfaat benda. Pengupahan berdasarkan nilai manfaat yang ditentukan kesepakatan antara ajir (pekerja) dan mustajir (yang mempekerjakan).

"Tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat, yaitu pendidikan, kesehatan dan keamanan, maka beban tersebut dibebankan ke pundak negara, memberikan rasa aman itu merupakan tanggung jawab negara tapi sekarang faktanya, pergi ke mesjid saja alas kaki sering hilang," imbuhnya.

Sedangkan, pemasukan bagi baitul mal adalah harta yang dibolehkan oleh Allah SWT bagi kaum muslimin untuk menjadi sumber pendapatan negara yakni anfal, ghanimah, fai dan khumus, kharaj, jizyah, harta kepemilikan umum, harta milik negara yang berupa tanah, bangunan, sarana umum dan pendapatannya harta usyur, harta tidak sah dari penguasa dan pegawai negara. Harta hasil kerja yang tidak dizinkan syara, serta harta yang diperoleh dari hasil tindakan curang lainnya, khumus barang temuan dan barang tambang, harta yang tidak ada ahli warisnya, harta orang-orang murtad, dan Zakat.

"Pajak ini ditarik bila kondisi keuangan dalam keadaan kritis tapi hanya dilakukan pada orang yang kaya saja," jelasnya.

Dalam sesi dialog, Kepala Bappeda Kota Baubau, Drs Sudjiton MM mengaku gerah dengan fakta yang menimpa negeri ini. "Kekayaannya dahsyat, tapi kenapa kita seperti ini," ujarnya.

Maka itu, lanjutnya, dia memiliki tawaran pemikiran, problematika tersebut harus dilihat dari tiga pilar, negara, rakyat, dan pasar. "Negara kita salah kelola karena implementasi kebijakan yang tidak konsisten," akunya.

Sementara itu, LM Fakhruddin, salah seorang tokoh masyarakat menyatakan negara ini butuh pemimpin yang baru.

Lain lagi dengan Ir H Sahirsan. Dia mempertanyakan kenapa negara kita tidak dikelola dengan baik.

Joni Karno, peserta lainnya mengajak,"Mari kita menuju Khilafah Islamiyah."

Perlu diketahui, acara tersebut juga dihadiri sejumlah akademisi, diantaranya DR Andi Tenri.(***)