Kamis, 18 Oktober 2012

FAKTOR AMIRUL


RABU (17/10) Kota Baubau merayakan HUT ke-471, sekaligus hari jadinya ke-11 sebagai daerah otonom. Apa saja yang telah dicapai Kota Semerbak? Lantas apa harapan Walikota Amirul Tamim di masa transisi Baubau jelang Pilwali? Berikut ulasan walikota dua periode ini kepada wartawan Radar Buton, Irwansyah Amunu di Kantor Walikota Baubau di Palagimata, kemarin.



--Sekarang Baubau berada pada usia ke-471, apa yang telah dicapai Baubau selama 11 tahun menjadi daerah otonom?


Pertama, jelas Kota Baubau telah menujukan eksistensinya sebagai Kota Budaya yang produktif, sesuai dengan visi yang kita tetapkan dalam lima tahun ke dua ini.

Kedua, dalam eksistensinya sebagai Kota Budaya yang produktif, Kota Baubau ini menunjukan instrumen untuk memainkan peran selaku kota perdagangan dan jasa, dalam dua kategori itu sehingga memang jadi tantangan ke depan Baubau bagaimana memberikan daya dukung yang lebih kuat lagi agar peran yang telah terlihat bisa lebih eksis lagi di masa akan datang.


--Berapa besar kekuatannya daya dukung Baubau sekarang?


Kalau kita lihat sebagai Kota Budaya, kembali kita menarik benang merah dari sejarah panjangnya. Pernah jadi pusat kerajaan dan kesultanan yang diperankan beberapa dekade dalam sejarahnya. Tentu dapat diambil hikmah dari perjalanan itu. Kemudian adanya suatu nuansa yang tersendiri bagi kawasan ini dalam memposisikan diri dalam pergaulan baik lingkup regional maupun lebih luas lagi.

Saya maksudkan, daerah ini menerima maupun biasa orang daerah ini pergi merantau ke daerah lain. Demikian juga orang dari daerah lain masuk ke sini. Itu kan modal dasar
 yang kuat dalam menghadapi kondisi nyata di massa datang, dimana dinamika eksternal dan internal begitu kuat, sehingga tidak ada kesan berpikiran sempit lagi tentang suku dan agama, karena dia masuk pada realitas peran yang dimainkan Baubau.

Itu satu. Kemudian kedua, bahwa layanan Baubau dengan kondisi-kondisi yang ada katakanlah dalam 10 tahun, menjadikan Pelabuhan Baubau disandiri tiga kapal sekaligus, tadinya harus antri ketika kapal putih masuk. Dan bisa melaukan bongkar muat untuk peti kemas dalam 24 jam. Berati efisinsi di Pelabuhan Baubau telah berjalan. Ini memberi pengaruh daya saing untuk Baubau.

Ketiga, siklus lima tahunan berdemokrasi sudah berjalan di negeri reformasi ini. Tapi harus dicamkan, demokrasi di negeri ini dalam sejarahnya sudah bergulir. Tidak ada raja, sultan yang diangkat, tapi dipilih Sio Limbona. Kemudian bagaimana setiap yang diangkat membuat sejarahnya sendiri. Kondisi ini sumbangsih besar bagi era reformasi dan demokratisasi sekarang. Ini tercermin beberapa Pilkada di sini, kalau pun ada riak-riak hanya segelintir, rakyat sudah terbiasa.

Sehingga dengan modal dasar seperti ini tidak terlalu sulit. Yang jelas konsep dasar dan arah kota kita ke depan bisa diperankan dengan baik. Hanya saja, tentu masalahnya, harus disadari kita semua, daerah sekitar kita sementara melakukan gerakan-gerakan untuk menjemput masa depan. Sehingga ini menjadikan seluruh komponen Kota Baubau harus dapat mengantisipasi persoalan-persoalan kita ke depan bagaimana agar Baubau mempunyai daya saing yang kuat.

Untuk daya saing yang kuat kita sudah punya modal dasar, pertama, penempatan Terminal Suplai BBM di Baubau, sehingga aktivitas ekonomi yang bersandar pada kebutuhan BBM bukan lagi persoalan.

Kedua, kita sementara membangun PLTU. Listrik juga modal dasar yang sangat penting dalam memutar roda ekonomi maupun memberikan fasilitas layanan atas kebutuhan energi listrik dalam kehidupan keseharian. Sehingga nantinya dalam insya Allah tahun 2013 selesai, maka Baubau sudah mempunyai modal dasar seperti itu.

Ketiga, kita punya modal dasar pelabuhan. Pelabuhan kita disandari tiga kapal besar. Kemudian Teluk Baubau memungkinkan kapal besar berlabuh sambil menunggu antrian layanan pelabuhannya. Sehingga menimbulkan kondisi kemampuan layanan yang lebih memadai.

Ditunjang juga dengan pelabuhan udara, sehingga para CEO atau manajemen-manajemen investasi yang masuk di Baubau ini bisa setiap saat datang dan pulang pergi di Baubau. Kondisi ini dengan eksistensinya bakal memperkuat peran Baubau. Lantas dengan sendirinya membuat rantai-rantai ekonomi dari hulu ke hilir maupun dari hilir ke hulu akan menjadi rantai yang mempunyai kaitan-kaitan. Jadi, sekecil apapun aktivitas ekonomi baik kelompok atau individu, akan merupakan bagian rantai ekonomi besar yang akan bermain di Baubau.

Sehingga tinggal memilih kita diposisi mana. Kalau tidak punya banyak modal atau keterampilan tentu kita pada rantai yang paling ujung. Bisa juga memilih rantai keberapa, misalnya menjual produk, mengolah menjadi barang jadi, atau menghasilkan bahan baku. Penghasil yang memberikan produk nilai tambah yang lebih besar. Atau mengambil sektor jasa saja, cukup diangkutan, komunikasi, pembawa untuk memberikan promosi dan lain sebagainya. Rantai itu bagian tak terpiasahkan dari dinamika Baubau.


--Artinya dengan kata lain semua aktivitas itu punya nilai ekonomi?

Punya nilai ekonomi, tinggal bagaimana memanfaaatkan peluang. Anda pun yang berdiri di pinggir jalan, diam menatap itu adalah juga inspirasi bagi orang. Kalau sering berhenti disitu, kalau sudah sekian orang yang menunggu, mungkin akan ada warung kopi. Begitu yang kita maksudkan.



--Pada 2012 ini tahun pemantapan, sejauh mana pemantapan di tahun ke-10 bapak menjabat walikota?


Karena sudah seperti kita ketahui, Baubau ini dimulai dengan tahun revitalisasi, di tahun pertama, dalam awal 10 tahun lalu. Karena kita lihat kota kita ini banyak peninggalan dan Kota Baubau sebelum Kota lain maju di Sultra, Baubau ini sudah lebih dulu berkiprah. Cuma terjadi degradasi aktivitas dan tampilan yang mungkin tidak usah saya sebutkan.

Jadi sebagai kota yang pernah eksis, maka konsep awal melakukan revitalisasi dalam jangka pendek. Dipertengahan tahun diakhir lima tahun pertama, melakukan tahapan peningkatan. Akselerasi dari berbagai aktivitas pembangunan daerah sehingga mencapai target sasaran. Sehingga bisa membangun beberapa infrastruktur, bandara, pelabuhan, kantor pemerintahan, infrastruktur layanan-layanan, jalan, irigasi, fasilitas pendukung lainnya. Tadinya listrik sering padam, kini tidak.

Kemudian diterakhir kita lakukan pemantapan dalam arti sesuai visi misi yang kita tetapkan. Yang pertama visi lima tahunan, ingin menjadikan pintu gerbang ekonomi dan pariwisata di Sultra. Bagimana indikatornya? Sekarang bisa lihat orang-orang sebelum ke daerah lain, masuk dari Baubau. Begitu juga dari daerah lain keluarnya dari Baubau, entah mereka karena melakukan aktivitas pariwisata, ekononomi. Dan itu sudah terbukti.

Kemudian visi yang kedua menjadikan budaya yang produktif, bahwa jualan-jualan kita melakukan revitalisasi, peningkatan. Hotel muncul, tempat layanan muncul, obyek wisata semakin menampakkan jati dirinya.

Maka itu, kota kita menjadi satu kawasan bisa menjadi ruang ekonomi yang ideal. Di tahun terakhir
 itulah kita melakukan pemantapan semua ini. Pemantapan dalam upaya menyelesaikan visi misi kita dalam dua dekade pembanguan jangka menengah, lima tahun pertama, dan ke dua.

Lima tahun kedua ini kita sebut sebagai tahun pemantapan, bagaimana menjadikan Baubau sebagai Kota Budaya yang produktif endingnya saat Festival Keraton Nusantara (FKN). Kemudian telah merangsang komponen-komponen masyarakat untuk melakukan aktivitas yang menumbuhkan rasa kebanggan terhadap budayanya. Munculah beberapa gagasan-gagasan untuk melahirkan beberapa lembaga-lembaga baik kesultanan, lembaga-lembaga adat lainnya yang ingin merefleksi sejarah-sejarah kita. Itukan bagian dari suasana kota yang membangun sebagai kota budaya yang produktif, mendorong pihak-pihak itu ingin mengambil bagian dengan esistensinya masing-masing.

Tapi ending dari pada itu kita perlu mendapat pengakuan, dan pengakuan itu terwujud melalui Festival Keraton Nusantara, budaya sebagai ikon kegiatan.


--Daerah lain menjemput masa depan? Baubau juga menuju ke sana, sampai di mana posisi Baubau sekarang?

Pertama mari kita lihat posisi geografis, kita berada pada Pulau Buton di jazirah Sultra. Sultra itu pada posisi kaki depan Pulau Sulawesi, kalau Sulawesi kita simbolkan suatu konstruksi, struktur, ada muka, kepala, depan, belakang, dan kaki.

Di struktur itu, Sultra berada di kaki depan Sulawesi, ada sekian puluh, malah ratus adanya kabupaten/kota yang berada di kawasan Timur Indonesia itu di daerah yang penduduknya sedikit, sumber daya alamnya kaya. Tapi punya posisi staregis dengan kehidupan global di masa depan, dimana era Asia Pasifik akan berperan. Sehingga rekayasa Kota Baubau harus dapat melihat fenomena-fenomena ke depan itu. Dengan tetap menyadari, daerah-daerah lain juga mempersiapkan diri dengan strateginya untuk bagaimana bisa merebut peluang-peluang ini. Kita Baubau jangan sampai terlena dengan euforia yang ada, lupa dalam tataran konsep menyiapkan daerah ini.

Sehingga menurut hemat saya, dan ini sudah kita lakukan, Baubau ini coba kita melakukan suatu rekayasa-rekayasa daerah dengan tidak mengabaikan daerah lain juga melakukan hal-hal yang mungkin juga sama. Tapi tujuannya jelas bahwa dia ingin juga merebut masa depan.

Tapi saya yakin, kalau Baubau dikelola dengan baik kita mempunyai posisi unggul, kelebihan-kelebihan tersendiri. Karena dari segi insfratruktur kita siap, posisi stargis, SDM. Tinggal bagaimana kita melakukan pemantapan dari itu semua. Katakan dari SDM, siapa pelaku yang bermain di Baubau, dan siapa yang bermain di luar Baubau. Kita bisa memanfatkan posisi kesejarahan yang dimainkan selama ini, insay Allah kita bisa.


---Intinya Baubau siap menjemput masa depan?

Sangat siap.


----Rekayasa apa yang bapak lakukan dalam membangun sehingga banyak yang menilai Baubau bisa seperti ini karena Faktor Amirul? Misalnya jalan, bandara, tidak terjadi dengan sendirinya tapi karena Faktor Amirul tadi. Bagaimana dibuat sehingga Baubau bisa seperti sekarang ini?

Yang pertama tentu bagaimana kita bisa melihat masalah. Masalah Baubau ini awal apa, sehingga terdegradasi. Pertama kita lihat faktor infsrtuktur, terlalu besar beban dipikul masyarakat karena infrastruktur, contohnya seperti jalan.

Jalan Baubau pada waktu itu, bagaimana kondisi jalan, berapa beban yang dipikul, berapa uang keluar percuma karena ganti suku cadang. Berapa efisiensi yang terabaikan karena kondisi jalan.

Kedua, Baubau ini punya kondisi ideal karena berbukit, di depannya ada Teluk Baubau,
ada Pulau Makasar (Puma), pantainya 42 KM. Ini posisi yang memang terjadi degragasi saat itu. Dimana sudah jarang kita lihat orang memancing di Teluk Baubau. Kenapa? Karena ada pola pemukiman penduduk yang membelakangi laut.

Mungkin masih segar dingatan kita, sebelum jadi Kota Baubau sebagai daerah otonom, di Teluk Baubau dulu ada budidaya mutiara di Puma. Kemudian hengkang, terus tidak ada budidaya. Artinya kemungkinan ada tingkat pencemaran atau kondisi ekosistem Teluk Baubau yang tidak memadai lagi. Sehingga solusinya mengajak menjadikan laut sebagai halaman depan.

Cara kita, bagaimana memutuskan rantai koneksitasnya antara rumah penduduk dengan laut, itu solusinya. Straginya reklamasi.

Kita masih ingat dulu, bagaimana dari Kota Mara sampai Wameo, masyarakat disepanjang itu dalam kondisi tercekam ketika musim Barat dengan ombaknya.
 Sekarang tidak lagi.


Kemudian, akan mengalami degradasi besar ketika kota ini tumbuh di mana-mana tapi kawasan pesisir akan terjadi kondisi yang kualitasnya semakin rendah. Itu pasti terjadi. Karenanya, bagaiaman kondisi pesisir kita di awal-awal tahun, setelah kita lakukan reklamasi di Kota Mara sampai dengan Wameo, laut terjadi peningkatan kualitas. Sumber daya laut semakin terjadi normalisasi, ekosistem laut mulai tumbuh sehingga pemandangan orang-orang nelayan semakin kelihatan. Itu yang kita lakukan.

Kemudian bagaimana kita membenahi semua sektor-sektor yang ada sehingga kota kita semakin memberikan peran-peran yang lebih besar.


---Faktor Amirul tadi, ketika bapak selesai menjabat apakah ini masih bisa berlanjut?


Justru itu kekhawatiran, pengalaman dengan daerah-daerah lain, setiap pergantian pimpinan, pasti ada dua kemungkinan. Kemungkinan pertama terjadi peningkatan lebih baik lagi, tapi tidak sedikit kemungkinan kedua terjadi. Pemimpin baru malu melanjutkan prestasi-prestasi pemimpin lama.  

Kemudian cenderungnya mengganti, merubah perencanaan, dan kalau itu terjadi terlalu mahal bagi suatu daerah dan masyarakat. Dan umumnya itu terjadi, untuk itu harus kita cari pemimpiun yang benar-benar bisa melanjutkan program yang ada kalau itu dianggap baik. Kalau menurut saya pembangunan Kota Baubau ini sudah terkonsep dengan baik. Dengan target sasaran yang ingin dicapai sehingga butuh figur estafet akan datang yang paham. Atau setidaknya mempunyai etika untuk melakukan konsultasi-konsultasi kepada yang lebih awal sehingga dia menjadikan Kota ini bisa terus berkelanjutan dalam menemukan atau menjemput masa depan.




---Apa harapan bapak kepada masyarakat di masa transisi ini?


Jadi sebenarnya masyarakat sudah cukup cerdas, cukup melihat rekam jejak yang ada sehingga bisa melihat siapa yang pas untuk memimpin Baubau. Dengan tidak mengecilkan yang lain-lain, pasti ada salah satunya kita anggap bisa melanjutkan pembangunan ini. Karena kalau tidak, terlalu mahal, dan itulah yang terjadi di daerah-daerah lain. Banyak pergantian kepala daerah, tapi mahal karena tidak sinergi dengan sebelumnya. Dan kita harap jangan terjadi di Baubau.


---Harapan terakhir diakhir masa jabatan bapak?

Harapan saya, ini Baubau visi jangka panjangnya Kota Dagang dan Jasa. Ada beberapa pra syarat yang harus dapat disiapkan Baubau. Pertama, bagaimana konsepsi Baubau ke depan, dengan tetap mengajak daerah-daerah sekitarnya satu bagaian yang tak terpisahkan dengan Baubau.

Kedua, jangan sampai masyarakat dan komponen Baubau terjebak dengan isu administartif, katakan seperti batas wilayah, aset, dan lain sebagainya. Karena birokrasi, dan kita semua harus memposisikan diri sebagai bagian dari NKRI. Jangan menjebak diri dengan isu-isu yang sempit. Layanan Baubau tidak terjebak dengan administrasi, tapi bagaiamana ke depan melihat Baubau ini satu ke satuan dengan daerah-daerah lain.

Dan saya berharap juga daerah lain juga melihat sebagai bagian tak terpisahkan, jadi sikap semua komponen kota harus bersikap sebagai Merah Putih, siapa pun dia yang jelas dia adalah bagian dari Merah Putih ini adalah bagian tak terpisahkan dan dia berperan positif dalam mengambil peran-peran.

Jangan lihat KTP-nya. Yang perlu dilakukan, siapa yang perlu di-administrasi sebagai bagian dari totalitas warga, itu yang di KTP-kan. Tapi dalam totalitas aktivitas ekonomi, jangan lihat KTP-nya. Tapi lihat peran-perannya manfaat apa yang diberikan pada daerah ini. Dan daerah ini apa yang bisa diberikan kepadanya.

Untuk itu, saya kira konsepsi yang lebih kuat lagi harus dijadikan satu kesatuan wilayah. Secara administrasi Baubau ini bagian dari Sulawesi Tenggra. Sulawesi Tenggra
 harus dapat melihat dalam totalitas ada 12 kabuopaten/kota punya kelebihan dan keunggulan masing-masing. Kota Baubau pasti punya kelemahan juga, tapi jangan terjebak dengan kelemahan itu. Bagaimana memainkan kelemahan itu dijadikan kekuatan untuk mendorong daerah-daerah lain.

Semua rangkaian dari dinamika yang kita rekayasa, harus punya benang merah dan rantai untuk bisa mendongkrak semua aktivitas. Sehingga hanya orang yang malas saja dan menggantungkan hidupnya kepada sesuatu yang tidak bisa mendapatkan manfaat di kota ini.


---Selama ini orang menganggap Baubau ini punya "Lampu Aladin"? Maksudnya berapa minggu tingalkan Baubau, ada lagi yang baru.


Baubau ini tidak terjadi seperti sulap menyulap "Lampu Aladin". Tidak. Baubau ini terkonsep, terencana dengan baik. Cuma memang kita tidak menggembar-gemborkan konsep itu terlalu muluk-muluk. Tapi kita bagaimana mengkaji, melihat kemungkinan-kemungkinan penerapan konsep itu.

Karena ada di berbaagai tempat, dan ini juga pengalaman saya dalam 10 tahun. Katakanlah saya telah merencanakan untuk membuka jalan di situ dengan harapan ketika bukan jalan
, jangan dispekulasi para birokrat
. Itu penyakit. Sehingga memang saya biasanya tepaksa merencanakan diam-diam. Karena kalau terbuka, kita membuka rencana itu, yang lebih dulu adalah birokrat sendiri, yang petak-petak, patok-patok tanah.

Kan ini memberikan keterbatasan peluang bagi yang lain. Sehingga kita berharap ini janganlah seperti itu. Kalaupun ada, satu dua lah. Tapi janganlah ketika dibuka ada apa,disitu juga kamu ada. Jangan anda punya kepentingan-kepentingan pribadi, nebeng disitu, itu yang kita waspadai.

Saya kira, Kota kita ini memang terencana, kalau ada orang yang datang satu minggu sebelumnya lihat kemudian ada perubahan, itulah realitas bahwa: Kota ini serius dibangun.(***)  

Amirul: Sultra Harus jadi Daerah Depan


KOTA Baubau merupakan daerah depan bagi sejumlah daerah belakangnya. Amirul Tamim memandang posisi strategis tersebut sama dengan Sultra. Bagaimana kiatnya merubah peran Sultra dari daerah belakang menjadi daerah depan? Berikut petikan wawancaranya dengan wartawan Radar Buton Irwansyah Amunu.  




--Sekarang bapak masuk dalam bursa Pilgub berpasangan dengan Buhari Matta (BM). Episodenya bersambung dari Baubau menuju provinsi. Sejauh mana rumusan dari Baubau dibawa ke provinsi. Apalagi ada yang mengatakan memimpin provinsi tidak semudah memegang kota/kabupaten, kalau kabupaten/kota hanya beberapa kecamatan. Sementara di provinsi ada 12 kabupaten/kota?

Sebenarnya kalau pengalaman, lebih sulit mengendalikan kabupaten atau kota, karena langsung berhadapan dengan sekian ribu kepentingan bila dibanding provinsi. Karena kami ini (BM-Amirul) pernah menjadi orang provinsi. Walaupun saat itu kita sebagai staf pembantu gubernur, tapi jalan pikiran maupun langkah startegis dirumuskan dan dijalani birokrat provinsi.

Sebenarnya tinggal fungsi koordinasi, karena peran-peran kewilayan itu diperankan banyak pihak, mulai dari bawah, desa/lurah, camat, bupati, walikota, kemudian gubernur dengan segala perangkatnya, juga pusat. Jadi, seharusnya mengelola provinsi harus melihatnya sebagai totalitas. Dalam arti sebagai totalitas harus dilihat utuh, harus kita mengidentifikasi wilayah-wilayah dan berbagai karakter dan peran yang sebenarnya dimiliki daerah itu.

Dengan asumsi semua wilayah punya karakter tersendiri. Baubau jangan samakan dengan Bombana, tidak bisa disamakan dengan Kendari, demikian juga sebaliknya. Semua punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Sehingga memang peran-peran itu agar tidak memainkan peran-peran kedaerahan kewilayahan yang tidak sesuai potensinya maka provinsi yang harus turun tangan.  



--Jadi lebih mudah mengelola provinsi daripada kabupaten/kota?

Kalau menurut hemat saya dengan pengalaman saya, lebih mudah.


--Pengalaman apa yang bisa dibawa ke provisni dari Baubau?

Jadi kalau kita lihat Sultra ini kaya dengan segala potesninya, penduduknya sedikit. Kemudian secara geoargafis berada di kaki depan Sulawesi. Daerah masa depan Indonesia ini di Indonesia Tiimur. Ada berapa provinsi di sekitar Sultra, mari kita lihat potensi sumber daya, kita ingin mengatakan dengan berani, kita bisa mensuplai daerah-daerah yang berada disekitar kita.

Untuk itu kita menjadikan mereka daerah belakang. Kita harus jadikan Sultra daerah depan. Kenapa saya berani katakan daerah depan? Semua kabupaten/kota di Sultra ini berada di posisi pesisir, berarti siap memberikan layanan.
 Mungkin cuma Unaaha yang tidak punya pesisir. Tapi semua mempunyai posisi pesisir, berarti ini mempunyai kesiapan layanan. Hanya pertanyannya, seberapa jauh fasilitas pendukung pesisirnya untuk meraih efisiensi, itu yang pertama.

Kedua, lapangan terbang menyebar di berbagai kabupaten di Sultra ada berapa? Selain Kendari, Wakatobi, Kolaka, Baubau, Muna. Mungkin akan menyusul lagi Buton Utara, Bombana, Kolaka Utara, ini kekuatan untuk memberikan layanan. Pemprov harus mendukung.

Dan harus ada satu fasilitas yang kategori Lapter internasional, dimana? Apa Kendari atau Wakatobi.

Nominasinya dua, nanti kita lakukan kajian mana yang lebih unggul, yang tingkat resikonya katakanlah mana yang lebih unggul sehingga menjadi lapangan terbang alternatif, tidak harus lari ke Bali, Balikpapan. Menurut saya, Kendari dan Wakatobi jadi lapangan terbang alternatif, bisa jadi bertaraf internasional.

Karena sumber daya alam kita adalah bahan baku kebutuhan global, maka perlu didukung
 fasilitas global. Fasilitas global selain pelabuhan yang berkapasitas besar, lapangan udara berkapasitas besar
.
Jangan sumber daya alam, kita angkut ke daerah lain, namanya daerah lain. Dia harus keluar melalui lapangan udara kita yang berkapasitas internasional. Kenapa kita tidak bisa? Kalau saya melihat potensi itu dimiliki Kendari dan Wakatobi.

Wakatobi ada keunggulannya lagi, dia harus diperkuat juga dengan perikanan, kelautan dan pariwista. Ikan hasil laut Wakatobi pasti kebutuhan dunia. Alamnya kebutuhan dunia, jadi memenuhi syarat.


--Yang terjadi sekarang potensi dunia, tapi pemainnya kampung? Bagaimana kita merubah ini agar selevel?

A.....Justru itu, cara pandang kita melihat melihat, jangan cara pandang administratif dalam cara pandang pemerintahan.


Seperti umpama melihat Kabaena. Kabaena itu beberapa kecamatan kabupaten Bombana. Ketika anda melihat Kabaena sebagai wilayah pemerintahan status kecamatan, maka yang ada dibenak kepala pengambil keputusan fasilitasnya kecamatan.

Seharusnya kita meihat Kabaena itu wilayah kecamatan, tapi peran kewilayahannya mari kita lihat. Dia interaksinya ke Baubau, ke Mawasangka, itu wilayah administratof pemerintahan yang beda, berarti lintas kabupaten. Ada feri dari Bira, kapal-kapal dari Bajoe, ada provinsi lain, berarti lintas provinsi.



--Intinya fasilitas bukan berdasarkan status daerahnya, tapi perannya?

Perannya. Sumber daya alamnya diangkut kapal besar ke luar negeri, antar negara. Tapi (sayangnya) fasilitasnya (Kabaena) kecamatan.


--Berarti minset itu harus dirubah?

Harus dirubah dan yang memperankan itu harus provinsi. Karena dia bicara lintas.

Kalau bicara antar kecamatan dalam wilayah kabupaten, cukup urusannya bupati. Tapi bila kecamatan perannya lintas kabupaten, sudah bicaranya gubernur.

Lintas provinsi tetap gubernur, karena dia wakil pemerintah pusat. Jadi apa susahnya? Semua kapasitas itu ada uangnya. Sisa kapasitasnya kita menjualnya, memanejnya.


--Semua potensi itu dimiliki Sultra?

Coba identifikasi, sumber kekayaan kita, itu bukan kebutuhan pasar regional, tapi kebutuhan pasar internasional. Hasil laut, hutan, pariwisata, pertambangan, laku dijual di luar negeri. Hanya saja selama ini melalui lapangan udara lain, pelabuhan lain. Ini tidak boleh.

Akhirnya brandingnya orang lain, itu sama dengan ungkapan: Sapi punya susu kambing punya nama. Itu yang selama ini kita alami. Ke depan tidak boleh, sapi harus sapi, Sulawesi Tenggara harus Sulawesi Tenggara.


--Merubah Sultra dari daerah bekalang jadi daerah depan, kita-kira mulai dari mana? .

Jangan Kendari sebagai ibukota provinsi sebagai daerah tujuan, buntu. Dia harus daerah transit. Yang pertama, semua pesawat masuk ke Kendari, dari Kendari bisa ke Wakatobi, bisa ke Baubau, bisa ke Kolaka, kalau perlu ke Ambon.

 Instrumennya sudah ada. Presiden, Wapres kalau ke Papua, singgah bermalam di Kendari. Seharusnya instrumen itu yang dimainkan sebagai kondisi yang memposisikan Sultra bukan daerah akhir, tapi transit.

Maka itu, harus memperkuat fasilitas pendukung, arah pembangunan Kota Kendari harus menyatu dengan kawasan bandara, wilayah Konsel, harus sinergis. Pemkan KOnsel juga harus sinergis dengan Kota Kendari. Oleh sebab itu jangan terjebak dengan administratif. Gubernur jangan terjebak dengan administratif. Melakukan koordinasi, sehingga kalau kita bicara bandara sama bicara Jakarta, sama dengan Cengkareng. Tidak terkesan memisahkan, kehidupannya sama. Sehingga kalau jadi daaerah transit, bukan daerah transit di pedesaan.


--Apakah ini yang akan dilakukan BM-Amirul ketika diberikan amanah memimpin Sultra?

Ya, insya Allah seperti itu.


--Intinya menaikkan level Sultra, dari daerah belakang menjadi daerah depan?

Karena kita punya semua. Jangan sampai adagium Sapi punya susu kambing punya nama terus terjadi. Padahal kita punya semua potensi. Masa agar-agar kita punya, coklat kita punya, eh... mereknya orang lain.

Padahal cuma bandara dan pelabuhan. Pelaku, kita tidak sedikit toke-toke juga. Tidak sedikit pelaku ekonomi yang bisa, semua bank ada di Sultra. Pelaku-pelaku ada semua.

Perlu diketahui, selama ini juga Baubau seperti itu, sebagai daerah depan bagi sejumlah daerah belakangnya. Ini, sudah dimainkan, jadi kalau mau "naik kelas" tidak susah lagi, sudah ada prakteknya.(***)


 

Kamis, 11 Oktober 2012

Pilwali: 22 Hari, Finish 30%


Catatan: Irwansyah Amunu


AKHIRNYA, KPU Baubau menetapkan enam pasang calon walikota-wakil walikota yang bakal bersaing dalam Pilwali, Minggu (4/11) nanti.

Semua punya peluang. AS Tamrin-Wa Ode Maasra Manarfa (TAMPIL MESRA), Faimuddin-Arifuddin (FAIR), Ibrahim Marsela-Muirun Awi (IMAM), La Ode Mustari-Ikhsan Ismail (MUSTIKA), Mz Amril Tamim-Agus Feisal Hidayat, dan Sairu Eba-La Ode Hadia (SAHABAT). 

Kebetulan, saat pengambilan nomor urut kemarin, saya sempat melihat dari dekat euforia para pendukung masing-masing kandidat. Banyak hal yang sempat terlontar di antara mereka. Massanya pun saling berbaur, namun begitu kondisinya kondusif.

Saya mengamati, hal yang berbeda Pilwali kali ini dengan lima tahun lalu, adalah tensinya lebih terjaga. Tahun lalu, panas tingkat tinggi.

Padahal, jika dibandingkan lima tahun lalu, kali ini jumlah kandidat naik dua kali lipat, enam pasang. Dulu, hanya tiga pasang. Idealnya, karena jumlahnya lebih banyak maka suhunya lebih tinggi. Tapi yang terjadi sekarang tidak demikian.

Mengapa? Bisa jadi masyarakat kita sudah lebih cerdas. Itu yang pertama, faktor kedua, ada juga yang mengatakan karena kali ini, Umar Samiun bukan lagi kontestan. Sebab Bupati Buton itulah yang menjadikan persaingan Pilwali lima tahun lalu memanas. 

Hal lain, Pilwali kali ini, topik menarik yang menjadi perbincangan adalah apakah pesta demokrasinya digelar dalam satu atau dua putaran. Melihat peta konfigurasi suara para kandidat di lapangan, memang sulit ditebak. 

Namun dalam kacamata saya, tampaknya Pilwali kali ini bakal berlangsung satu putaran. Dasarnya dengan membandingkan antara Pilwali Baubau dengan Pilbup Buton. Di Buton, dengan tujuh pasang, bisa ditempuh dalam satu putaran. Bahkan dua kandidat, Oemar-Bakrie, dan Agus Feisal Hidayat-Yaudu Salam Adjo (AYO) yang meraih perolehan suara 30 persen lebih. Sementara di Baubau, hanya enam pasang, minus satu dari Buton. 

Sekadar mengingatkan, seperti diatur dalam UU No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, jika tak ada pasangan calon yang memperoleh 30 persen, maka diadakan Pemilukada putaran kedua yang diikuti pemenang pertama dan kedua di putaran pertama. Inilah payung hukumnya.

Saya menganalisis, dengan kekuatan ke-6 pasang kandidat, bukan hal yang mustahil salah satu diantaranya atau beberapa diantaranya meraih 30 persen. Bahkan, beberapa kandidat diantaranya sudah ada yang secara terang-terangan menyatakan Pilwali satu putaran. Ya, beberapa. Bukan hanya satu kandidat.

Intinya, sekarang untuk meraih kemenangan dalam Pilwali, minimal meraih suara aman 30 persen dalam 22 hari ini. Dalam bahasa saya, Pilwali: 22 hari, finish 30 persen. Enam pasang akan memperebutkan suara dari 107.662 pemilih, yang berada di 235 TPS pada Minggu (4/11) nanti.

Siapakah yang akan menjadi pelanjut takhta Amirul Tamim? Kita tunggu.(one.radarbuton@gmail.com)