Minggu, 31 Maret 2013

2013, Tahun Khilafah?

BAUBAU-DPD II Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Baubau menggelar diskusi publik dengan tema 2013, tahun khilafah, bertempat di Aula Panti Asuhan Muslimin, kemarin.

Menghadirkan pembicara Redaktur Pelaksana SKH Buton Pos, Irwansyah Amunu, akademisi Unidayan, DR Andi Tenri dan Humas DPD II HTI Baubau, Syahril Sidik yang dihadiri tokoh masyarakat, mahasiswa se-Kota Baubau.

Redpel SKH Buton Pos, Irwansyah dalam materinya menguspas fakta yang terjadi di negera yang menerapkan sistem demokrasi. Baik dari kenyataan yang menimpa masyarakat AS diantaranya, kejahatan seksual, angka bunuh diri, masalah ekonomi, sosial. Krisis Yunani hingga masalah dalam korupsi yang melanda Indonesia.

"Dari tahun ketahun angka kejahatan seksual, kriminal dan masalah sosial lain ini semakin hari semakin meningkat, ini menendakan AS sakit, kemudian masalah krisis ekonomi Yunani yang sudah diambang kehancuran," katanya.

Di Indonesia lanjutnya, indeks tingkat korupsi tahun 2012 naik dari peringkat 100 menjadi 118. Sementara kepala daerah dan wakil kepala dareah yang tersangkut kasus korupsi hingga Maret tahun ini, sebanyak 291 orang. Diperkirakan angka ini akan naik menjadi 300 kasus korupsi.

Hal lain, SDA dikuasai asing hampir 90 persen, tingkat angka Golput juga setiap Pilkada menang. Penegakan hukum amburadul, penegaknya bengkok, narkoba, dan kemiskinan.

"Tak satupun negara yang menerapkan demokrasi di dunia ini sejahtera, inilah yang menyebabkan seperti yang terjadi di Timur Tengah dengan kejatuhan para rezim berkuasa melalui Arab Spring. Runtuhnya pemerintahan Ben Ali di Tunisia, Khadafi di Libya, Husni Mubarak di Mesir," urainya.

Sementara itu Andi Tenri menjelaskan, fakta yang terjadi menimpa negara-negara di dunia ini bukan hanya membahayakan umat Islam tapi seluruh masyarakat. Ia juga lebih berfikir realistis terkait fenomena yang menimpa negara Timur Tengah.

Namun ia menilai, saat ini telah terjadi benturan peradaban. Selain itu perubahan pemimpin di Indonesia baik dari orde baru menuju reformasi hanya merubah gaya kepemimpinan presidennya tapi tidak meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Ditegaskan pula dalam Islam tidak mengenal sistem demokrasi seperti yang terjadi saat ini. Olehnya itu umat muslim menentang hal tersebut karena tidak sesuai dengan akidah muslim.

"Setelah model transisi kepemimpinan di Indonesia berganti tidak berganti pula tingkat kesejahteraan masyarakat. Didalam Islam tidak mengenal sistem demokrasi yang merupakan kedaulatan ditangan rakyat karena Islam kedaulatan hanya ditangan Allah SWT," jelasnya.

Sedangkan Humas HTI Syahril dalam materinya menyonsong perubahan besar dunia menuju khilafah, menjelaskan, secara empiris dan akidah sistem demokrasi sangat bobrok dan bertentangan dengan akidah Islam. Maka itu, penerapan syariah dalam Daulah Khilafah merupakan janji Allah SWT yang pasti. Tapi realisasi penerapanya hanya waktu yang menentukan.

Syahril juga mengajak untuk keluar dan mencampakan sistem demokrasi dan berjuang penegakan syariah dan Khilafah. Selanjutnya menerapkan syariah islam yang bersumber dari Allah SWT seperti yang dicontohkan Rasulullah Muhammad SAW di Madinah. 

"Yang berhak membuat hukum hanyalah Allah SWT, terkait kapan penerapan Khilafah ini adalah janji Allah yang pasti tinggal waktu saja yang menentukan," terangnya.

Para peserta juga antusias mengikuti penyampaian materi diskusi ini diantaranya Saharuddin tokoh dari Kelurahan Sulaa, La Saji tokoh Lipu dan beberapa mahasiswa antusias menyampaikan pertanyaan.

Sementara itu dalam testimoninya, salah seorang tokoh Abdul Razak Asegaf mengaku mengenal Hizbut Tahrir sejak 2004 lalu. Namun ia memastikan berjuang bersama HT mengembalikan kejayaan Islam sistem pemerintahan yang berdasarkan syariah Islam sejak dua bulan lalu.

Menurutnya, bila hanya menilai dari luar terkait metode perjuangan Hizbut Tahrir maka tidak akan komprehensif. Sebab ia memastikan setelah bergabung merasa berbeda dari organisasi lain karena dari sistem pembinaanya yang sangat ketat."Saya memastikan dua bulan lau telah bergabung setelah mengenal Hizbut Tahrir 2004 silam, kalau hanya menilai dari luar memang tidak komprehensif, memang harus bergabung dan berjuang bersama," ajaknya.

Diskusi dimulai sekitar pukul 08.00 ini berlangsung selama empat jam. Peserta juga diperlihatkan beberapa vidio perjuangan penegakan syariah dan khilafah oleh mujahidin Suriah. Digambarkan penegakkan Khilafah di Suriah begitu dekat.(cr2/Buton Pos)



Menakar 100 Hari Kerja TAMPIL MESRA

TIDAK terasa masa pemerintahan AS Tamrin-Wa Ode Maasra Manarfa (TAMPIL MESRA) sudah berlalu 60 hari. Namun hingga kini publik masih menyimpan tanya apa gerangan program 100 hari kerjanya?

Soal ini mesti dijawab untuk menghapuskan tanda tanya. Apalagi, dalam kurun waktu tiga bulan ini warga belum melihat bagaimana bentuk program kerja yang bakal dilakukan duet pengganti Amirul Tamim tersebut.

Praktis tiga bulan terakhir waktu hanya dihabiskan seputar mutasi. Terbukti hingga kini kebijakan walikota dalam merombak kabinetnya terus menuai kritikan.

Bukan itu saja, hal tersebut bahkan menjadi bahan perbincangan hangat di tengah masyarakat. Bahkan tidak hanya kalangan elit, termasuk kelas "akar rumput" pun terus membicarakannya. Mulai dari pedagang kaki lima, tukang ojek, bahkan tukang becak yang biasanya tabu bicara soal politik, ikut latah menjadikannya sebagai bahan koja-koja (diskusi, red).

Mengapa demikian? Karena memang baru hal ini yang seakan kelihatan disentuh oleh duet TAMPIL MESRA.

Padahal, kalau gebrakan 100 hari kerja dilakukan, maka perhatian publik akan beralih ke sini. Tidak lagi terfokus pada persoalan mutasi pejabat. Namun karena program 100 hari kerja tak nampak, akhirnya persoalan mutasi pejabat yang terus dijadikan buah bibir.

Maka itu, agar duet TAMPIL MESRA tidak kehilangan arah, mulailah menjelaskan program apa yang akan dilakukan di Baubau. Apa skenario pembangunan yang bakal dikerjakan di Kota Semerbak? Agar semuanya menjadi jelas.

Toh, kalau pun belum mampu dilakukan pada 100 hari kerjanya, namun masyarakat sudah mulai mafhum dengan arah pembangunan Baubau di tangan Walikota Tamrin. Dengan demikian langkah pembangunan Baubau bisa diketahui akan diarahkan ke mana.

Arah itulah yang akan dicermati warga. Soalnya Baubau ini sebelumnya, sudah terlanjur melesat jauh ke depan dan bisa dikatakan sebagai kiblat daerah terdepan di Sultra Kepulauan.

Maka itu, mulailah dengan program 100 hari kerja.Dengan demikian Baubau memiliki kejelasan arah pembangunan, bukan sebaliknya seolah berada dalam labirin, terkesan berada dalam kondisi yang sangat rumit dan berbelit-belit.(***)

Minggu, 24 Maret 2013

Warning Hasidin Sadif

MASA 100 hari kerja pasangan AS Tamrin-Wa Ode Maasra Manarfa (Tampil Mesra) tampaknya hanya akan dihabiskan soal polemik seputar mutasi. Ibarat bola salju, persoalan tersebut terus bergulir tanpa henti.

Ditengah banyaknya carut marut masalah mutasi pejabat, yang paling menyolok dan menyita perhatian, terkait pengangkatan dr Zamri Amin SpOG sebagai Direktur RSUD Baubau. Suksesor dr Aminuddin Aumane SpA ini dinilai banyak menabrak aturan. Antara lain, terkait Surat Edaran Mendagri yang melarang kepala daerah mengangkat mantan Napi korupsi menduduki jabatan struktural.

Setelah dilantik Kamis (28/2) lalu, anehnya, hingga kini dr Zamri masih tetap bertakhta. Entah kekuatan apa yang dimilikinya sehingga masih tetap dipertahankan. Padahal hampir bisa dikatakan sudah tidak ada celah yang bisa digunakan untuk mempertahankannya.

Bandingkan dengan La Hidi. Kepala SMK Negeri 5 itu memilih mundur, ketimbang merengkuh kursi Kepsek namun ditolak siswanya. Padahal, tidak ada aturan yang dia langgar. Namun penolakan publik berupa mogok belajar siswa yang membuatnya memilih mengalahkan egonya lantas melepaskan kursi SMK Pertanian tersebut.

Alhasil, usia jabatan La Hidi di SMK tersebut hanya berlangsung sekitar sepekan. Mundurnya dia bertepatan dengan agenda hearing dewan dengan pihak Pemkot terkait persolan tersebut. Lengsernya dia, langsung membuat persoalan selesai, dan membuat aktivitas belajar mengajar kembali normal seperti sedia kala.

Bandingkan dengan persoalan dr Zamri bak bola liar yang memantul ke mana-mana. Bahkan hingga mengenai Walikota, dan Baperjakat.  

Di tengah polemik persoalan ini, kita perlu bertanya, mengapa masalah dr Zamri begitu sulit? Apakah data, fakta, dan aturan yang dijadikan rujukan belum cukup untuk memutuskan bagaimana cara menyelesaikan masalah? Apakah persoalan tersebut harus sampai ke Mandagri?

Padahal masalah ini terbilang remeh bila merujuk pada aturan. Namun menjadi sulit bila perasaan yang yang dijadikan timbangan. Karena aturan melihat persoalan dari kacamata hitam putih, sementara perasaan membuatnya berubah warna menjadi abu-abu.

Maka itu, menarik untuk merenungi komentar Ketua DPRD Baubau, Hasidin Sadif terkait persoalan ini: Kita harus taat asas dong kalau memang sudah terindikasi tindak pidana itu jangan dipromosi atau diangkat jadi pejabat.

Apakah nasib dr Zamri perlu diputuskan dalam hearing dewan dengan Baperjakat nanti? Kita tunggu, seraya  berharap wakil rakyat tidak "masuk angin" dan masalah tak selesai dengan "86". Semoga...(***)

Minggu, 17 Maret 2013

Menguji Baperjakat

POLEMIK seputar mutasi pegawai di lingkup Pemkot Baubau, bakal berbuntut panjang. Apalagi, Kasi Bintek Regional IV Makassar, Nurhasan sudah berkomentar ihwal pengangkatan dr Zamri Amin SpOG sebagai Dirut RSUD yang bisa jadi berdampak hingga ke Walikota AS Tamrin.

Hingar-bingar seputar mutasi pejabat di Baubau memang menimbulkan khalayak geleng-geleng kepala. Betapa tidak, pelantikan pejabat pertama kali, pejabat lamanya diganti, tapi kursinya belum terisi pejabat baru. Sebaliknya, pelantikan berikutnya, pejabat barunya ada, sementara pejabat lamanya belum mendapatkan SK mutasi. Akhirnya beberapa pos jabatan, pejabatnya ganda.

Belum lagi, persoalan lain, seperti pejabat impor, pejabat yang mengisi kursi baru pangkat golongannya lebih rendah dari bawahannya, dan Napi korupsi yang dipercayakan jabatan pada layanan publik. Termasuk pejabat yang dimasa Walikota Amirul Tamim dinonaktifkan, namun dimasa AS Tamrin langsung mendapatkan promosi.

Di tengah carut-marutnya persoalan mutasi ini, maka kita mengapresiasi langkah dewan yang akan menggelar rapat dengar pendapat dengan Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat). Bahkan hingga rencana wakil rakyat untuk membentuk panitia khusus (Pansus).

Memang, hanya dengan fungsi pengawasan itulah akan membuat persoalan mutasi terang benderang. Sebab santer terdengar kabar mutasi yang dilakukan walikota tidak melibatkan Baperjakat. Yang mengutak-atik nama pejabat justru para Tim Sukses. Walaupun Kepala BKD, Roni Muhtar pernah membantah seraya mengatakan pengangkatan dr Zamri digodok Baperjakat.

Kendati demikian, nalar kita rasanya sulit menerima bila dikatakan Baperjakat dilibatkan. Indikatornya, banyaknya persoalan yang timbul seputar mutasi.

Akhirnya kita berharap dewan tidak "masuk angin" dalam membuka persoalan ini hingga terang-benderang. Bila tidak, bisa jadi persoalan mutasi ini akan terus menggelinding hingga ke Menteri Dalam Negeri dan berdampak ke mana-mana. Hingga menelan "korban" lebih banyak lagi. Nah, lho.

Sipakah elemen Baperjakat? Antara lain Sekda (ketua), Asisten I, Asisten III, Kepala BKDD, dan Kepala Inspektorat.(***)

La Hidi dan Budaya Mundur

DUA kali pelantikan pejabat yang dilakukan Walikota Baubau AS Tamrin, akhirnya makan korban. La Hidi SPd MPd, Kepala SMK Negeri 5 akhirnya mengundurkan diri, Jumat (8/3) lalu.

Pengganti Safrin tersebut praktis belum bisa merasakan empuknya kursi kepala sekolah (Kepsek). Pasalnya, sehari usai dilantik Kamis (28/2), keesokan harinya siswa SMK 5 atau yang biasa disebut SMK Pertanian tersebut langsung melakukan aksi mogok belajar.

Praktis selama sepekan aksi mogok belajar dilakukan siswa di satu-satunya sekolah kejuruan di Kecamatan Sorawolio tersebut. Sebelum akhirnya sang Kepsek mengundurkan diri.

Beberapa alasan yang membuat siswa ngotot menolak La Hidi, diantaranya, sang Kepsek latar belakang pendidikannya guru Bahasa Inggris sementara sekolah dipimpinnya SMK Pertanian. Terpenting, La Hidi merupakan warga Kaongkeongkea yang nota bene pernah bentrok dengan salah satu daerah di Sorawolio, sekitar 10 tahun lalu dan hingga kini masih menyimpan luka mendalam bagi warga setempat.

Akibatnya, aksi mogok terus berlanjut, meski sejumlah langkah mediasi terus dilakukan, namun tak juga menemukan jalan keluar. Soalnya, siswa sudah mematok harga mati persoalan tersebut, Kepsek diganti.

Di tengah jalan buntu itu, akhirnya sang Kepsek tidak memaksakan diri. La Hidi memilih  mengundurkan diri, karena memang hanya itu satu-satunya solusi.

Dari fakta empiris ini, kita tentu mengacungkan jempol kepada La Hidi. Mundur bukan berarti pengecut. Mundur juga berarti pahlawan bila dilakukan secara gentle untuk menyelesaikan persoalan.

Anas Urbaningrum misalnya, sebelum mundur dari Ketua DPP Demokrat, banyak yang menilainya minor. Namun setelah berhenti dari partai pemenang Pemilu tersebut, penilaian publik relatifnya berubah.

Maka itu, langkah La Hidi perlu ditiru pejabat lainnya, bila posisinya dalam suatu jabatan tertentu hanya menimbulkan masalah baru. Apalagi bila tekanan publik begitu kuat, maka hendaknya hal tersebut menjadi salah satu penilaian bahwa dari aspek kepatutan, sang pejabat mendapatkan resistensi atau penolakan dari masyarakat.

Walhasil, dari pada membebani pimpinan, lebih baik mundur teratur. Toh, dunia belum kiamat.(***)

Resistensi Mutasi Kontroversi

WALIKOTA Baubau AS Tamrin merombak lagi kabinetnya, Kamis (28/2) lalu. Kali kedua melantik pejabat  barunya, kembali terjadi kontroversi seperti mutasi sebelumnya.

Beberapa hal yang ganjil dalam pelantikan kali ini, pertama, sejumlah pejabat dilantik diposisi  barunya, namun pejabat lamanya belum mendapatkan SK pemberhentian atau pemindahan ke posisi lain. Kedua, pejabat baru menduduki kursi kepemimpinan, sementara dari segi kepangkatan dan golongan bawahannya ada yang lebih tinggi.

Ketiga, ada pejabat baru dilantik notabene mantan Napi korupsi. Keempat, lebih aneh lagi sang pejabat telah diberhentikan dari BKN, namun tetap  mendapatkan promosi.

Selain empat faktor tersebut, masih ada lagi hal lain yang janggal. Sehingga bukannya menimbulkan daya terima, malah sebaliknya menimbulkan resistensi alias daya tolak yang kuat. 

Salah satu indikornya, bisa dilihat dengan penolakan siswa SMK 5 dan SMA 6 terhadap masuknya kepala sekolah (Kepsek)  baru, menggantikan kepala sekolah lama. Bahkan mereka tak segan melakukan aksi mogok belajar untuk melampiaskan kekesalannya. Padahal mereka sedang berada dalam suasana jelang ujian nasional (UN), namun hal tersebut bukan alasan untuk tak berunjuk rasa menolak sang Kepsek.

Belum lagi, ada pejabat lama yang karena belum mendapat SK pemberhentian atau pemindahan ke posisi lain, masih berkantor pada Jumat dan Sabtu (1-2/3) lalu. Alhasil, sejumlah SKPD memiliki pemimpin   ganda. Hal tersebut semakin melengkapi resistensi terhadap mutasi kontroversi itu.

Mestinya, kendati mutasi merupakan hak prerogatif walikota, namun perlu diperhatikan latar belakang pejabat baru. Ini sejalan dengan komentar Walikota Tamrin, dalam menempatkan seseorang harus right man in the right job.

Kemudian, mutasi harus merujuk pada aturan. Dengan demikian, resistensi terhadap mutasi tidak lagi terjadi.

Alhasil, kapankan mutasi tak lagi berakhir kontroversi dan menimbulkan resistensi? Sampai aturan Kepegawaian ditegakkan.(***)