Senin, 13 Mei 2013

Antiklimaks 100 Hari Kerja

100 hari kerja AS Tamrin-Wa Ode Maasra Manarfa selesai sudah. Duet yang dikenal dengan akronim TAMPIL MESRA ini telah melewati masa 100 hari kerja terhitung sejak Kamis (9/5) lalu.

Apa yang telah dilakukan? Tentu belum bisa diukur dalam masa 100 hari kerja. 100 hari tidak bisa dijadikan indikator untuk menilai kinerja duet pasangan yang diusung PAN-PBB-PPN tersebut.

Namun demikian, beberapa catatan yang bisa dijadikan rapor untuk menimbang 100 hari kerja, terkait penghentian operasi PT BIS (Bumi Inti Sulawesi) tidak bisa dilakukan TAMPIL MESRA. Sebelumnya masyarakat yang berdomisili dibilangan daerah tambang tersebut sudah berunjuk rasa menuntut janji sang walikota. Apalagi dalam kontrak politik disebutkan penutupan tambang tersebut diserta stempel HARGA MATI. Namun setelah ditelaah, PT BIS tidak bisa dihentikan beroperasi.

Maka itu, kontrak politik terkait penutupan PT BIS yang dinyatakan HARGA MATI tersebut, kini MATI HARGA. Sebab, tidak bisa direalisir.

Kedua, soal isu penggratisan pembayaran SPP di Unidayan bila TAMPIL MESRA menang Pilwali, juga hanya isapan jempol. Sebab hal tersebut sudah ditepis Rektor Unidayan, LM Arsal SSos MSi. Bahkan sang rektor siap mengundurkan diri bila SPP digratiskan.

Ketiga, gratis sertifikat tanah. Ini juga sementara ditunggu publik. Bagaimana teknisnya kabinet TAMPIL MESRA menggratiskan sertifikat tanah bagi warganya? Sebab hingga kini pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Baubau juga belum memiliki petunjuk teknis soal program walikota berlatar belakang pegawai pertanahan ini.

Di tengah ketidak tahuan publik seputar 100 hari kerja TAMPIL MESRA, syukurnya nalar kita dibantu dengan informasi Kepala Bappeda Sudjiton dan Kadis PU Abdul Rahim yang menguraikan visi misi pimpinanya dalam menata kota ini ke depan.

Syukurnya lagi, dalam ruang 100 hari kerja TAMPIL MESRA, Walikota Tamrin meraih Anugerah Pangripta Nusantara Utama 2013, Kota Baubau diposisi Terbaik III tingkat nasional. Bila tidak 100 hari kerjanya seakan terasa hambar.

Catatan lainnya, cahaya yang membuat perjalanan 100 hari kerja Tamrin-Maasra seolah meredup karena polemik mutasi pejabat. Inilah noktah yang membuat antiklimak 100 hari kerja.

Tiga kali gelombang mutasi yang dilakukan walikota berbuntut perlawanan dari sejumlah PNS yang diparkir alias nonjob. Bahkan harus sampai ke ranah politik, hukum, dan pemerintahan melalui jalur DPRD, dan permintaan fatwa kepada pemerintah pusat.

Pendek kata, itulah warna warni 100 hari kerja pengganti Amirul Tamim. Yang jelas publik mengharapkan agar Baubau tetap Semerbak. Baubau tetap menjadi kiblat Sultra di daerah kepulauan. Bagaimana caranya? Semuanya ada di tangan Tamrin-Maasra dan kabinetnya. Rakyat menunggu janji kesejahteraan yang ditiupkan saat kampanye. Dan semoga hal itu bukan hanya sebatas "angin surga" yang tidak bisa direalisasikan di dunia.(***)