Minggu, 27 Januari 2013

Fokus ke PPP

(DR Amirul Tamim Pasca-Menjabat Walikota Baubau)



LUSA DR Amirul Tamim akan melepaskan jabatannya sebagai Walikota Baubau. Apa yang akan dilakukan Suami Ny Yusni ini setelah menyelesaikan tugasnya memimpin Kota Semerbak selama 10 tahun? Berikut wawancaranya secara ekslusif dengan wartawan Buton Pos, Irwansyah Amunu.
  


--Sekarang bapak sudah memasuki fase akhir, kemarin sudah sempat maju di Pilgub. Fase selanjutnya dalam karir bapak akan ke mana?


Ya, kapasitas saya, hari ini insya Allah akan mengakhiri jabatan sebagai walikota 30 Januari. Jadi kondisi kekinian saya, adalah Sekretaris DPW PPP Sulawesi Tenggara, yang berarti bahwa ke depan, saya akan lebih fokus untuk melaksanakan tugas kepartaian ini. Karena akan menghadapi 2014. PPP ini menjadi tantangan tersendiri, PPP dengan slogannya sebagai Rumah Besar Umat Islam. Itu yang mungkin orientasi saya setelah 30 Januari yang akan datang.


--Jadi intinya merawat kondisi politik PPP?

Ya. Itu kalau dilihat dari sisi tugas-tugas formal dan non formal dalam aktivitas-aktivitas yang akan menyita waktu saya. Tetapi dalam kapasitas saya sebagai warga negara, dan tentu warga negara yang pernah juga meneteskan keringat, pikiran, dan segala daya untu kemajuan Baubau.

Ya. Sepanjang itu masih diperlukan oleh masyarakat, insya Allah masih akan tetap memberikan buah-buah pikiran yang positif dan kondusif, untuk memberikan gambaran-gambaran bagaimana Baubau ini ke depan.

Setidak-tidaknya sebagai warga Sulawesi Tenggara, saya kira akan memberikan suatu sikap yang akan tetap mendukung langkah-langkah kebijakan pemerintah yang tentu akan membawa kemajuan masayarajat di daerah ini. Insya Allah, setidak-tidaknya kita bantu dengan doa. hahaha.


--Meminjam pertanyaan masyarakat, apa yang akan dilakukan pemimpin  selanjutnya di Baubau?

Saya kira setiap kepala daerah tentu punya visi, misi. Tapi kita Baubau sudah mempunyai visi jangka panjang, bagaimana Baubau ini menjadi Kota Dagang dan Jasa yang Nyaman.

Kemudian, saya tetap percaya pemerintah yang datang akan dapat membawa suasana-suasana baru dalam membawa kota ini ke arah yang lebih baik di masa-masa yang akan datang. Tentu, Baubau ini kalau kita cerdas untuk melihatnya, bahwa ada beberapa hal yang masih perlu diteruskan, dan mungkin ada beberapa hal yang sudah perlu dilakukan langkah-langkah baru lagi untuk dinamikanya di masa-masa yang akan datang.


--Kalau Untuk Sultra, apa ruang yang perlu dibenahi pada masa yang datang?


Sebenarnya kalau kita lihat Sultra ini daerah kaya, penduduknya sedikit. secara geografis berada disebagaian daratan Sulawesi dan sebagaian kepulauan. ini mempunyai kekuatan-kekuatan dahsyat sebenarnya, sisa bagaimana ke depan memainkan peran-peran kewilayahan.

Saya kira Pulau Muna harus dapat dipertimbangakn sebagai kawasan yang perlu diberikan titik berat dalam pembangunan di masa-masa yang datang. Karena biar bagaimana pun, kalau Pulau Muna belum disentuh, didukung dengan infrastruktur yang memadai, maka tetap akan terjadi ketimpangan-ketimpangan
 dalam dinamika Sulawesi Tenggara itu dalam arti yang luas.


Jadi, Pulau Muna itu harus dilihat secara utuh, dari Wamengkoli sampai dengan Tampo. Maupun dari belahan-belahannya di Mawasangak, kemudian dibelahannya Tiworonya itu, dengan pelabuhan-pelabuhan Selat Butonnya itu harus dilihat secara utuh.


Karena secara geografis, Pulau Muna mempunyai posisi sstrategis untuk Sulawesi Tenggara dalam menyeimbangan pembangunan kewilayah Sulawesi Tenggara di masa-masa yang akan datang.


--Fungsi bapak sebagai Sekretaris PPP, berarti arahnya ke Senayan?

Tentu kita arahkan sepenuhnya kepada kebijakan partai. Tapi bagi saya pribadi, karena topik dan tema dari PPP adalah Rumah Besar Umat Islam, dan melihat dinamika perpolitikan nasional saat ini, saya pikir perlu kita membangun kesadaran baru, khususnya masyarakat Sulawesi Tenggara. Dan tentu lebih khusus lagi masyarakat umat Islam. Karena Islam itu kan Rahmatan Lil Alamin.

Tentu bagaimana kita melalui infrastruktur politik partai ini, bisa mencerminkan semangat dan jiwa Rahmatan Lil Alamin itu. Sehingga nanti membawa kesadana baru dalam perpolitikan di daerah  maupun nasional.


--Jadi intinya secara peropilitiak sebagai Sekretaris PPP, tapi di laur itu sebagai masyarakat siap memberikan pendapat pandangan terhadap kondisi daerah, baik Sultra dan Baubau?


Saya kira insya Allah. Tentu sebagai warga negara dan sebagai putra daerah. Kemudian pernah mempunyai andil walaupun itu sedikit. Apakah mau dihitung atau tidak dihitung. Tetapi pernah mencurahkan pikiran, tenaga terhadap daerah ini. Sehingga tentu kalau diperlukan, insya Allah akan siap untuk memberikan kontribusi pemikiran-pemikiran, tenaga untuk bisa menjadi sumbangsih. Kalaupun tidak, ya... doa. (hahaha).(one.radarbuton@gmail.com)

Tahun ke-10, Doktor ke-11


TERUS berkarya. Ini mungkin kalimat yang tepat untuk melukiskan bagaimana sepak terjang Walikota Amirul Tamim dalam menakhodai Baubau.

Betapa tidak, diakhir masa jabatannya, atau minus 11 hari sebelum waktunya menjabat sebagai orang nomor satu di Baubau selesai, Amirul masih sempat menyelesaikan studi S3 jurusan Teknik Sipil di Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar. Dengan Judul tesis: Model Rekayasa Sumber Daya Alam dan Buatan Secara Terintegrasi Berbasis Kinerja DAS Baubau. ("Integrated Engineering Model Of Natural And Artifical Resources Based On The Performance Of Baubau Watershed")

Beberapa hal menarik terkait gelar doktor yang diraih Amirul, pertama, basis pendidikan Amirul pada kuliah S1 dan S2, bidang sosial. Namun S3-nya, bidang teknik. Dari ilmu sosial, ke eksakta. Biasanya yang terjadi dari teknik ke sosial. Namun ia, sebaliknya.

Kedua, sejak didirikan jurusan Teknik Sipil Unhas, Amirul merupakan alumni ke-11. Ya, berada pada tahun ke-10 sebagai walikota, suami Ny Yusni tersebut tercatat sebagai alumni ke-11. Bahkan dari delapan mahasiswa S3 Teknik Sipil asal Pemkot Baubau yang seangkatan dengannya, dia merupakan orang pertama yang mendapatkan gelar doktor.

Ketiga, Amirul ditasbihkan sebagai alumni yang sangat terpelajar. Sebab, lazimnya program doktor ditempuh selama tiga tahun, alias enam semester, namun mantan Kepala Biro Pemerintahan di era Gubernur Sultra, Kaimoeddin ini menyelesaikan pendidikannya selama dua tahun setengah. Dengan kata lain lebih cepat satu semester.

Tak hanya itu, Indeks Prestasi Komulatif (IPK) Amirul hampir sempurna, 3,88. Memiliki tiga jurnal internasional, dan dua jurnal nasional.

Maka itu, tak heran bila selama ujian, Amirul mengundang decak kagum pengujinya, sejumlah guru besar. Sebab, semua pertanyaan yang diajukan mampu dijawab. Bahkan hingga masuk ke perkara-perkara teknis.

Keempat, dalam sejarah kepala daerah di jazirah Buton Raya, Amirul memecahkan rekor sebagai kepala daerah pertama yang bergelar doktor.

Dari semua pencapaian tersebut, mestinya dijadikan motivasi bagi semua kalangan, khususnya generasi muda untuk bisa meraih gelar pendidikan tertinggi. Sebab, pada usia yang tidak tergolong muda lagi, Amirul mampu menyelesaikan studi doktornya dalam waktu singkat.

Bagaimana dengan kepala daerah lain? Bagaimana pula dengan generasi yang usianya lebih muda lagi? Harusnya menjadi cambukan untuk terus berkarya. Sebab umur bukanlah hambatan untuk berinovasi dan berkreasi.(***)

Minggu, 20 Januari 2013

Baubau Laboratorium Otonomi Daerah

Catatan: Irwansyah Amunu



SABTU (19/1) lalu, Walikota Baubau Amirul Tamim menerima tiga orang perangkat Masjid Agung Keraton di Rujabnya. Mereka hendak melaporkan ke walikota ihwal peringatan Maulid Nabi (Gorana Oputa) rencananya digelar Rabu (23/1) malam nanti di Keraton.

Kendati berlangsung sederhana namun acara tersebut tergolong sakral. Apalagi, sebagai kepala daerah, ritual tersebut sudah kali ke-10 digelar. Sama dengan masa kepemimpinanya 10 tahun sebagai walikota. Beruntung momen tersebut saya menyempatkan diri hadir di Rujab.

Berkomunikasi dengan perangkat Masjid keraton, walikota mengharapkan Baubau bisa aman, dan stabil. Karena itu, Gorana Oputa dikawal, sebab  memiliki dampak psikologis bagi pembangunan.

Sekretaris PPP Sultra ini menyatakan 10 tahun peringatan Gorana Oputa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan perjalanan Baubau. Seraya menyampaikan salam hormat saya, dan permohonan maaf kepada perangkat masjid tersebut bila selama ini walikota memiliki salah dan khilaf.

Amirul juga menyeru kepada para perangkat masjid tersebut untuk mendukung walikota yang baru sama seperti dukungan yang diberikan perangkat tersebut kepadanya. Bahkan dia berharap  lebih baik lagi.

Sebagai walikota, dia minta masyarakat kota dijauhkan dari saling sengketa, dan berburuk sangka. Doakan semua berpikir positif, jauhkan dari berpikir negatif.

Kemudian rakyat diberikan kesehatan, negeri dijauhkan dari bala, perselisihan. Termasuk lebih memaknai Rasululullah, dan memehami ajaranya. Dan itulah yang dibangun di negeri Buton, Baubau.

Usai melepas perangkat masjid, walikota berbicara lepas dengan kami, sejumlah wartawan. Ada ungkapannya yang menarik dan terekam dalam ingatan saya: 10 tahun memimpin Baubau, bisa dijadikan sebagai laboratorium otonomi daerah (Otoda).

Mengapa? Karena dia mulai memimpin Kota Semerbak pada 2003, era dimulainya otonomi daerah.

Dia mengatakan, dengan otonomi tersebut kepala daerah bisa melakukan kewengan atau kesewenang-wenangan. Bukti kewenangan yang diambil, dia melawan kebijkan pusak yang hendak membangun pelabuhan finger di areal Pantai Kamali sekarang. Alhasil proyek pusat yang sudah dianggarkan miliaran rupiah tersebut batal.

Saat itu, suami Ny Yusni ini beralasan pelabuhan finger tidak cocok dibangun di situ. Argumennya, antara lain, pertama, akan membuat kawasan tersebut tidak berkembang, dan menjadi kota mati. Kedua, Baubau tidak cocok dibangun pelabuhan finger karena aktivitas pelayarannya berkapasitas besar. Finger hanya dimungkinkan untuk kapal-kapal kecil.

Selain kewenangan, mantan Kepala Biro Pemerintahan Setprov Sultra diera Gubernur Kaimoeddin ini mengaku pernah berbuat sewenang-wenang. Salah satunya mengorbitkan mantan sopirnya langsung menjadi lurah. Diakhir masa jabatannya ini dia baru menyadari hal tersebut merupakan kesalahan.

Hal lain, dalam mengambil keputusan, Amirul menyatakan seorang pemimpin harus melihat persoalan: kapan harus diabaikan pendapat orang lain, kapan harus didiskusikan. Tidak semua persoalan harus didiskusikan. Karena kalau metode itu yang selalu digunakan, habis waktu hanya untuk diskusi. Sementara masa jabatan kepala daerah hanya lima tahun. Syukur bisa terpilih kembali pada periode ke-2, kalau tidak maka programnya akan terhenti.

Yang penting dalam mengambil keputusan memiliki landasan, sesuai aturan dan tidak berlawanan dengan norma, ucapkan Bismillah. Yakin. Kalau ada yang menentang, nyatakan dalam hati mungkin mereka tidak mengetahui apa yang dia lakukan. Toh, seiring dengan perjalanan waktu, nanti yang menentang tersebut akan menemukan sendiri jawabannya.

Penjelasan walikota ini relefan dengan pembangunan jalan hot miks dan Pantai Kamali. Ketika itu, demonstrasi silih berganti mengoreksi kebijakannya. Ironisnya, kini pihak-pihak yang menentangnya dulu bungkam. Bahkan merasakan sendiri dampak positif kebijakan Amirul.

Dia pun menjelaskan, seorang pemimpin tidak boleh membenci bawahan, namun suatu keniscayaan bila seorang pemimpin dibenci bawahan. Namun rasa benci bawahan tersebut jangan sampai dijadikan dasar untuk mengambil tindakan negatif kepada aparat tersebut. Di matanya, bila hal tersebut diambil, hanya akan merusak sistem.

Dia membuktikan, saat pertama kali dipercaya untuk memimpin Baubau, banyak orang yang berasumsi dia akan "menghabisi" kabinet Pejabat Walikota pendahulunya, Umar Abibu. Namun hal itu tidak dilakukan. Sebaliknya, dia memanggil seluruh pejabat tersebut untuk berdiskusi dan merumuskan kebijakan untuk menjalankan roda pembangunan di Baubau. Menurutnya, jika pemimpin menghabiskan waktu hanya untuk menggonta-ganti pejabat, bisa jadi akan mengganggu sistem.

Terakhir, soal kepemimpinan. Periode pertama, dia didampingi Wawali Ibrahim Marsela. Namun pada periode ke-2, wakilnya almarhum Halaka Manarfa tidak mendampinginya hingga akhir. Karena almarhum lebih dahulu menghadap ke Sang Khalik saat baru sekitar setahun memimpin.

Sekitar empat tahun memimpin dia tak didampingi Wawali. Menariknya, wacana kepala daerah tanpa wakil sempat bergulir di elit Pusat. Dan, hal tersebut telah dirasakannya.

Maka itu, tidak salah bila dikatakan selama 10 tahun memimpin, Baubau adalah Laboratorium Otonomi Daerah.(one.radarbuton@gmail.com)

Hal yang Biasa

PELANTIKAN pasangan Walikota-Wawali Baubau yang baru, AS Tamrin dan Maasra Manarfa (Tampil Mesra) sembilan hari lagi. Transformasi kepemimpinan di Baubau, dari Amirul Tamim ke pasangan Tampil Mesra bakal segera terjadi.

Bagi sebagian orang, hal ini mungkin dianggap sebagai hal yang luar biasa. Apalagi di kalangan birokrasi, khawatir jangan sampai jabatannya sekarang hilang.

Ditengah kegalauan birokrasi ini, menarik untuk meresapi kalimat Walikota Baubau Amirul Tamim dalam upacara Hari Kesadaran Nasional, Kamis (17/1) lalu di Palagimata. Dia menyatakan: pergantian pemimpin adalah hal yang biasa, bukan luar biasa.

Betul, hal yang biasa. Maka itu, harusnya dilalui dengan sikap mental sewajarnya.

Birokrasi, jangan menganggapnya sebagai "Hari Kiamat". Sebab siapa pun pemimpinnya, hendaknya dalam menakhodai Baubau harus menggunakan kompas yang benar agar tidak salah arah.

Walau, faktor pengganggu yang justru dari lingkaran sendiri biasanya paling dominan mempengaruhi, kadang lebih berpengaruh dibanding yang punya kuasa. Maka itu, sang pemimpin harus kuat iman dalam memegang amanah.

Sebab, mandat yang diberikan rakyat melalui pesta demokrasi butuh pembuktian. Apalagi, Walikota Amirul sudah menyatakan agar seluruh PNS mendukung walikota baru, seraya berharap agar pemimpin baru lebih baik lagi.

Harapan lebih baik itulah yang harus diwujudkan Tampil-Mesra. Sebab selama 10 tahun Baubau dibawah kendali Amirul, rakyat relatif sudah merasakan kepuasan. Walapun harus disadari, sebagai manusia tentu masih ada celanya.

Nah, untuk memberikan kepuasan rakyat, maka Tampil Mesra harus mampu bertransformasi menjadi pemimpin rakyat, milik masyarakat. Bukan milik satu golong, apalagi hanya milik tim suksesnya saja.

Ingat, tugas berat memimpin Baubau sudah menunggu. Laksanakan amanah dengan kreasi dan inovasi agar masyarakat puas.

Hanya dengan karya nyata seorang pemimpin dicintai rakyat. Hanya dengan karya nyata yang akan menjadi pena, mencatat mereka dengan tinta emas sejarah Kota Baubau.(***)

Senin, 14 Januari 2013

"Kutu Loncat" tak Punya Ideologi

--Monianse: Ada Mekanisme jika Ingin Bergabung




BAUBAU--

Menciutnya Parpol tinggal 10 merupakan momen untuk melihat politisi yang memiliki ideologi dalam berpoltik. Bila pindah partai alias menjadi "kutu loncat", mereka dinilai tidak memiliki ideologi.

Demikian penilaian salah seorang pengajar di FISIP Unhas Makassar, DR Tasrifin Tahara melalui pesan BlackBerry Messenger (BBM) yang dikirimkan pada koran ini, kemarin.        

"Ini dilematis bagi plolitisi di daerah, putusan ini menurut saya momen meihat politisi yang memiliki ideologi dalam berpoltik. Kalau dia memiliki ideologi mereka tidak akan menjadi kutu loncat," bebernya.

Menurutnya, kondisi ini terjadi karena kesepuluh partai yang lolos memberi ruang kepada figur-figur politik untuk menjadi kutu loncat di partai yang lolos. Baginya, ini kesempatan masyarakat untuk menilai mana politisi yang memang berideologi dalam berpolitik dengan konsisten berjuan untuk rakyat, meski tanpa jalur parlemen atau menjadi politisi yang "kutu loncat" karena ideologi pragmatis.

Iping --sapaan Tasrifin Tahara-- memandang kondisi 10 partai ini terjadi kembali seperti Pemilu tahun 1971. "Rakyat juga tidak terlalu bingung dengan banyaknya partai, padahal ideologi partai politik kan hanya dua, nasionalis dan agamais.

Dia memprediksi dalam konteks Sultra dan kota/kabupaten, akan banyak politisi yang akan melirik PAN sebagai "rumah" favorit yang dijadikan batu loncatan politisi pragmatis. Ini tidak bisa dipungkiri karena PAN memiliki kapital kuasa yang memberi harapan bagi para politisi pragmatis tersebut.


Memang keputusan hasil verifikasi KPU Pusat yang menetapkan 10 partai politik yang dinyatakan lolos untuk mengikuti pemilu legislatif 2014/2019 sudah pasti membuat sejumlah kader partai yang dinyatakan tidak lolos verifikasi kewalahan. Jika ingin maju kembali dalam pertarungan kursi legislatif mau tidak mau, kader partai yang dinyatakan tidak lolos harus bergabung atau masuk diantara 10 partai yang ditetapkan lolos verifikasi.

Secara terpisah, dikonfirmasi koran ini, Ketua DPC PDIP Kota Baubau, La Ode Ahmad Monianse mengaku saat ini sejumlah kader partai lain yang dinyatakan tidak lolos verifikasi sudah melakukan komunikasi kecil dan pendekatan untuk masuk ke PDIP. Namun secara paten untuk bergabung belum bisa dipastikan karena ada mekanisme yang harus dilalui.

"Kalau mau menyatakan diri bergabung secara paten belum ada tetapi untuk komunikasi kecil sudah ada yang melakukan itu ke PDIP," jelasnya.

Dia menambahkan mekanisme bergabung dengan PDIP diatur dalam skep DPP PDIP. Kalau ada anggota Parpol lain yang ingin bergabung tentu akan diperhatikan penerimaannya ditingkat masyarakat. Jika yang bersangkutan memungkinkan dan memiliki komitmen membesarkan partai maka diberi peluang untuk diakomodir. Tapi jika dalam kehidupan sehari-hari selalu bertentangan dengan kepentingan orang banyak, tidak ada tolelir.

"Calon-calonnya pun kami akan pilih dengan selektif untuk memilih orang yang benar-benar resistensinya itu kecil atau daya tolaknya di masyarakat itu kecil. Kita cari yang sempurna memang tidak mungkin tapi kita cari yang resistensinya itu kecil," tuturnya.

Kata dia, saat ini tahapan penjaringan yang dilakukan PDIP sudah hampir rampung 100 persen. Setelah itu akan dilakukan seleksi. Dalam tahap seleksi nanti PDIP secara khusus menerapkan sistem psikotes, sehingga tidak serta merta semua calon yang mendaftarkan diterima dan lolos.

Menurut Monianse sebagai partai terbuka, PDIP juga akan seleksi ideologi karena pihaknya tidak mau masukan orang baru di dalam partai yang kemungkinannya bisa melakukan pengrusakan. "Makanya itu harus ada seleksi ideologi. Setelah itu langsung terima KTA. Jangankan dari partai lain, orang dari PDIP pun yang pernah calon di partai lain tahun 2009 maka tidak kami ikutkan karena ideologinya sudah tidak utuh," tutupnya.(p12/iwn)

Minggu, 13 Januari 2013

"KUTU LONCAT" ATAU TERGUSUR

-Fenomena Caleg dalam Pemilu 2014


BAUBAU--
    Pemilu 2014 di depan mata. Sayangnya yang diakomodir KPU Pusat hanya 10 Parpol. Hal ini akan membuat politisi yang Parpolnya gugur akan menjadi "kutu loncat" bila tidak, bakal tergusur. 

Hal tersebut ditegaskan dua konsultan Politik yang pernah terlibat dalam Pilkada Buton dan Pilwali Baubau, belum lama ini.

Direktur Eksekuti PT Duta Politika Indonesia (DPI), Dedi Alamsyah Mannaroi melalui pesan BlackBerry Messenger (BBM) yang dikirimkan pada koran ini semalam menyatakan, pastinya dengan adanya 10 partai yang ditetapkan KPU Pusat, sangat menguntungkan bagi partai tapi tidak bagi masyarakat. Alasannya sebagian masyarakt jadi terbatas untuk dapat memilih.

Menurutnya, ideologi partai salah satu pertimbangan masyarakat dalam memilih partai. Adapun dari 10 partai hanya satu partai yang baru ideologinya, yaitu Nasdem. Namun track recordnya masih belum teruji, alias masih bau kencur. Meskipun figur didalamnya adalah orang-orang atau eks tokoh partai yang gagal di Pemilu 2009.

Konsultan Politik pasangan Oemar-Bakrie ini menyatakan 10 partai yang lolos, ada jaminan semakin banyak "kutu loncat". Untuk partai yang pada Pemilu 2009 berhasil meloloskan banyak calegnya, namun tidak lolos tahun ini, maka bisa saja kadernya diterima di partai yang berhasil lolos.

Alasannya, lanjut dia, para politisi tersebut bisa menjadi “setrum” bertambahnya pundi-pundi suara pada Pemilu mendatang. Sebaliknya, bagi partai korban peloncatan, hal ini merupakan peristiwa tak menggembirakan, yang dapat berdampak pada pelemahan infrastruktur partai pada Pemilu selanjutnya.

"Sebut saja seperti Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf dari PAN, Gubernur Sulut Sinyo Harry Sarun dajang dari PDI-P, Gubernur NTT Zainul Majdi yang adalah kader PBB, dan Walikota Makassar Ilham Arief Sirajuddin, mereka semua kini telah meninggalkan partai yang telah membesarkan namanya untuk bergabung dengan Demokrat," bebernya.

Kata Dedi Almsyah, fenomena politisi "kutu loncat" ini, setidaknya memberi sedikit gambaran bagi masyarakat bahwa slogan-slogan untuk kepentingan rakyat adalah cuma sebuah trik politik belaka. "Realitanya hanyalah untuk kepentingan pribadi mereka. Karena semua yang berbicara adalah tahta dan harta," tukasnya.


Sementara itu, Karyono Wibowo, pengamat politik dari Public Institute menyatakan keputusan KPU mrupakan seleksi alam. Jumlah 10 partai cukup ideal saat ini. Fakta berbicara, selama reformasi multi partai ternyata tidak membawa pencerahan demkrasi. Dan kabarnya KPU siap mengadu data atas keputusannya mengeleminasi banyak Parpol, Itu perlu diapresiasi. "Bahwa ada kutu loncat, itu sebuah keniscayaan ya pasti terjadi," ujar konsultan politik pasangan Ibrahim Marsela-Muirun Awi (IMAM) ini, melalui BBM-nya, semalam.

Sementara itu, Ketua PAC Partai Gerindra Kecamatan Batupoaro, Zulkifli Jumadi membenarkan dominan legislator yang partainya tidak lolos akan bergabung ke partai yang dinyatakan lolos. "Untuk tetap berjuang biar tetap eksis di kancah politik," pungkasnya.(iwn) 



Solusi ala Bupati

Catatan: Irwansyah Amunu



SETELAH melalui polemik di dewan, akhirnya persoalan ibukota Buton Tengah (Buteng) berhenti di bupati.

Ya, ibarat bola panas, kalau tidak cepat diambil alih masalah tersebut tidak akan selesai. Salah satu indikasinya, ketika konsorsium masyarakat tiga kecamatan di Mawasangka plus Talaga Raya yang menghendaki ibukota Buteng di Mawasangka, membawa aspirasi tersebut di dewan, mengalami jalan buntu alias deadlock.

Terbukti ketika DPRD dan eksekutif menggelar rapat kerja (Raker) untuk menemukan jalan keluar persoalan, terhenti. Yang terjadi timbul konflik baru antara sesama anggota dewan. Plus pihak komponen masyarakat yang mengatasnamakan konsorsium empat kecamatan, marah karena merasa tidak dilibatkan dalam rapat yang digelar secara tertutup.

Inilah yang membuat persoalan semakin bertambah. Puncaknya, konsorsium murka, mereka menggelar unjuk rasa minta agar dewan menggelar paripurna untuk memutuskan Mawasangka sebagai ibukota.

Nah, momen inilah yang dijadikan pintu masuk Bupati Samsu Umar Abdul Samiun untuk turun tangan. Dan sebagai pemimpin, diambil alihnya persoalan tersebut oleh bupati merupakan keputusan tepat. Apalagi  persoalan yang memunculkan dua kutub, Wamengkoli atau Mawasangka tersebut memang masuk dalam domain eksekutif sebagai eksekutor.

Komitmen pun sudah dilontarkan Bupati Umar Samiun untuk menyelesaikan masalah dengan cara mulai hari ini berkunjung ke tiga kecamatan lain di luar konsorsium, yakni Gu, Lakudo, dan Sangia Wambulu.

Mawasangka atau Wamengkoli? Entahlah, yang jelas Umar Samiun bersikap netral, ogah masuk pada salah satu kutub, Mawasangka atau Wamengkoli.

Namun demikian, sebagai figur yang sudah mengawali karir di dewan, bahkan pernah menduduki kursi Ketua DPRD Buton, Umar Samiun tentu sudah bisa membaca bagaimana membuka benang kusut pemekaran tersebut. Mulai dari mana dan berakhir di mana. Sehingga akan melahirkan solusi yang elok bagi segenap masyarakat Buteng. Bukan saja bagi kelompok tertentu, tapi untuk semua.

Maka itu, solusi yang digunakan untuk memecahkan problem tersebut harus berdasarkan aturan. Salah satu rujukannya: PP No. 78/2007
tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah. Dalam pasal 12 ayat (1) disebutkan, lokasi calon ibukota sebagaimana dimaksud dalam  pasal 7 ditetapkan dengan keputusan gubernur dan
keputusan DPRD provinsi untuk ibukota provinsi, dengan keputusan bupati dan keputusan DPRD kabupaten untuk ibukota kabupaten. Ayat (2), penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan hanya untuk satu lokasi ibukota. Ayat (3), penetapan lokasi ibukota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah adanya kajian daerah terhadap aspek tata ruang, ketersediaan fasilitas, aksesibilitas, kondisi dan letak geografis, kependudukan, sosial
ekonomi, sosial politik, dan sosial budaya.

Jangan sampai polemik ibukota ini menjadi persoalan yang tak berujung layaknya Buton Utara (Butur) hari ini, Buranga atau Kulisusu? Habis energi hanya untuk membahas masalah yang harusnya sudah tuntas sejak awal.

Perlu diingat, pembahasan pemekaran di Pusat bakal dimulai awal Februari nanti. Tinggal sekitar dua minggu lagi.

Kita berharap waktu dua minggu ini solusi ala bupati bisa melahirkan win win solution. Sehingga ketika dibahas di Pusat tidak ada lagi sandungan bagi lahirnya dua bayi kembar daerah otonom baru (DOB) di Buton, Buton Tengah (Buteng), dan Buton Selatan (Busel).

Ya, Busel. Bisa jadi karena energi kita habis membahas Buteng, akhirnya melupakan Busel. Sebab keduanya ini merupakan embrio bagi harapan akan lahirnya Provinsi Buton Raya.

Alhasil, solusi ala bupati ini diharapkan menjadi buah tangan Umar Samiun yang mampu melahirkan bayi kembar. Layaknya Bupati Sjafei Kahar yang melahirkan tiga DOB sekaligus, Kota Baubau, Kabupaten Wakatobi, dan Bombana.

Walaupun yang dilakukan Sjafei Kahar meneruskan pemekaran yang dirintis Bupati Saidoe. Hal serupa juga akan dilakukan Umar Samiun sekarang.(one.radarbuton@gmail.com)

Bara di Muna

BEBERAPA waktu lalu, publik prihatin dengan terganggunya Kamtibmas di Kabupaten Muna.

Berawal dari perkelahian antar lorong yang berujung jatuhnya korban jiwa, dampaknya berimbas ke mana-mana. Akhirnya, langkah masyarakat Muna menjadi pendek. Mereka tidak berani beraktifitas malam hari, karena khawatir menjadi korban.

Apalagi, konflik yang dibakar emosi tersebut tidak lagi menggunakan nalar sehat. Tidak lagi pilih merek, kalau dipandang ada orang yang mencurigakan gerak-geriknya, maka siap-siap menjadi korban.

Semakin kehilangan nalar sehat, bila tindakannya dilakukan ketika akal tak berfungsi. Karena bisa jadi, saat tindakan diambil, pelakunya dalam penguasaan Miras. Inilah yang semakin memperkeruh suasana.

Bila menilik akar masalahnya, memang salah satu penyebabnya Miras. Inilah yang memantik api masalah semakin berkobar.

Maka itu, kita perlu mengapresiasi tindakan tegas Kapolres Muna, AKBP Sempana Sitepu. Aparatnya terus melakukan operasi hingga malam hari, dan membubarkan kumpulan pemuda yang duduk-duduk sambil mereguk Miras.

Memang Miras nenek moyang kejahatan. Cara untuk memadamkan bara di Muna dengan menindak tegas pelaku Miras ini patut diacungi jempol. Hal tersebut merupakan upaya prefentif untuk mencegah timbulnya kejahatan.

Dengan kata lain, Polisi jangan terlalu mengandalkan upaya kuratif. Karena bila hal tersebut dilakukan, biasanya sudah memakan korban.

Hanya saja, kita berharap tindakan Polsi ini tidak bersifat layaknya "Pemadam Kebakaran", sifatnya "panas-panas tahi ayam". Dilakukan ketika timbul masalah, namun ketika masalah selesai, hal tersebut tidak lagi dilakukan.

Harapan publik, Kamtibmas yang sudah mulai terawat bisa terus terjaga. Karena kalau terganggu, yang rugi masyarakat sendiri.

Selain dari pihak Polisi, Pemkab Muna juga harus turun tangan. Misalnya dengan menumbuhkan iklim investasi dan menggiatkan aneka iven untuk menyibukkan masyarakat kepada hal-hal yang positif.

Kemudian, tidak kalah pentingnya, masyarakat tidak mudah terpancing. Apalagi sampai mengambil tindakan sendiri untuk menyelesaikan masalah. Jangan sampai terjadi.

Alhasil, bila formula ini yang diambil, kita yakin bara di Muna akan padam total.(***)        





Senin, 07 Januari 2013

"Tumbal Pergantian Tahun"

MENUTUP lembaran tahun 2012, banyak kisah tragis yang menghiasi perjalanan insan di jazirah Buton Raya.

Betapa tidak, pada saat kita membuka lembaran baru hari pertama Januari 2013, tiga tragedi yang dicatat Radar Buton berujung maut. Korbannya pun tidak sedikit, lima orang.

Pertama, dua Balita yang tenggelam di Sungai Baubau, Fahmy (4) dan Farel (4) warga Kelurahan Tomba, Kecamatan Wolio ditemukan dalam kondisi terapung. Sempat dilarikan ke rumah sakit, namun terakhir nyawa keduanya tak bisa diselamatkan.  

Kedua, La Adi warga Desa Kanapanapa, Kecamatan Mawasangka. Pria 23 tahun ini korban pembunuhan malam tahun baru 2013. Dia dikeroyok sejumlah orang hingga kepalanya robek akibat benda tumpul, luka di jidat dan luka tusuk di dada.

Peristiwa naas terjadi Selasa (1/1) sekitar pukul 01.00 wita. Korban sempat dilarikan ke rumah sakit namun karena lukanya sangat serius membuatnya tak bisa tertolong.

Ketiga, dua Lakalantas di tempat terpisah juga pada awal tahun. Korbannya, satu mahasiswa perguruan tinggi di Baubau bernama Ramli (29), warga Kelurahan Bonebone. Belakangan diketahui meninggal Kamis (3/1) sekitar pukul 10.30 Wita di RSUD Baubau setelah dua hari mendapat perawatan medis. Sementara, empat korban lainnya mengalami luka robek dan ringan.


Ya, ketiga peristiwa tersebut, tenggelam, pengeroyokan, dan Lakalantas, tentu menyisakan luka mendalam bagi keluarga yang ditinggalkan.

Kita mencatat, hal ini nyaris serupa dengan pergantian tahun 2011 lalu. Namun bedanya, kali ini lebih menyolok karena dalam satu hari menelan korban hingga lima orang. 

Semua berharap, semoga hal tersebut tidak lagi terulang pada tahun berikutnya. Jangan sampai ada kesan, setiap pergantian tahun butuh tumbal. Tentu hal ini tidak benar.

Toh, ajal berada dalam kuasa Illahi. Manusia tak bisa menentukan kapan nyawanya dicabut.

Namun demikian, untuk menghindari korban agar tidak jatuh lagi pada tahun mendatang, kewaspadaan harus ditingkatkan. Jangan jadikan malam tahun baru dengan euforia yang berlebihan karena dampaknya berpotensi membahayakan diri sendiri. Apalagi resikonya sampai nyawa taruhannya.(***)

Mungkinkah (Presiden) Menunda Pelantikan?

Catatan: Irwansyah Amunu


PERTANDINGAN belum selesai. Mungkin inilah kalimat tepat untuk menggambarkan polemik dalam Pilgub Sultra yang kian pelik.

Meski sesuai agenda, pelantikan pasangan Gubernur-Wagub Sultra terpilih, Nur Alam-Saleh La Sata (Nusa) dijadwalkan bulan depan, namun kini mulai muncul sandungan. Salah seorang Komisioner Panwaslukada Sultra, Darmono melaporkan kasus pemalsuan dokumen kesaksian tertulis yang telah disidangkan di MK terkait sengketa Plgub beberapa waktu lalu, hingga kini terus berjalan.

La Ode Songko, kuasa hukumnya mengatakan kasus pemalsuan dokumen yang dilakukan oknum tertentu seperti diatur pasal 266 KUHP telah diproses di Bareskrim Mabes Polri. Ibarat bola biliar, kasus tersebur tidak hanya dibidikan ke Polri, tapi ke mana-mana.

Soalnya, pelaporannya pun diteruskan ke Mendagri, Presiden, DPR RI dan DPRD Sultra. Termasuk kepada Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) bila Polisi tidak serius menangani kasus tersebut.

Pertanyannya, mungkinkah presiden menunda pelantikan? Dari sudut pandang hukum tata negara, sulit menemukan simpul yang bisa menghubungkan laporan Darmono tersebut dengan putusan MK. Sebab, keputusan MK terkait gugatan Pilkada, bersifat incraht atau berkekuatan hukum tetap.

Domainnya berbeda dengan gugatan yang dilayangkan Darmono tentang pasal 266 KUHP. Pasal ini pembuktiannya dalam ranah pidana umum. Polisi yang memproses.

Jika memang benar pemalsuannya soal kesaksian tertulis dalam sidang MK, sehingga mempengaruhi keputusan majelis hakim MK dalam memutus gugatan sengketa Pilgub Sultra, boleh jadi inilah yang dijadikan dasar keterkaitannya oleh pihak Darmono. Dengan alibi, bahwa surat itulah yang membuat majalis hakim menolak gugatan ARBAE (Ridwan BAE-Haerul Saleh), dan BM-AMIRUL (Buhari Matta-Amirul Tamim). Plus pihak Ali Mazi dan La Ode Azis.

Lantas dengan argumen, menunggu selesainya kasus hukum pemalsuan dokumen tersebut diproses hingga berkekuatan hukum tetap, lalu proses politik pelantikan Nusa dilakukan. Bila proses hukumnya molor melewati tanggal pelantikan Nusa, Februari nanti, mungkinkah presiden menunda pelantikan?

Secara nalar rasanya sulit menemukan celahnya. Namun demikian hukum tidak bisa dikalkulasi secara matematika. Apalagi dalam adagium hukum: bila dua sarjana hukum bertemu, maka akan lahir tiga pendapat. Dengan demikian, semua kemungkinan masih bisa terjadi, apalagi waktu yang tersedia masih tersisa sebulan lebih.

Terakhir, mungkinkah presiden menunda pelantikan? Kita tunggu.(one.radarbuton@gmail.com)