Selasa, 30 April 2013

RATUSAN PNS NON JOB DEMO: DPRD BAUBAU DIMINTA GUNAKAN HAK INTERPELASI

BAUBAU-Ratusan PNS Pemkot Baubau yang dibebas tugaskan (Non Job) pada mutasi Tampil Mesra jilid I, II, dan III, kemarin melakukan aksi damai di kantor Walikota Baubau. Mereka keberatan dengan kebijakan mutasi yang dilakukan AS Tamrin, karena dinilai tidak sesuai mekanisme perundang-undangan yang berlaku.

Sayangnya, Walikota AS Tamrin MH tidak berada di kantornya, karena masih menerima penghargaan atas terpilihnya Kota Baubau sebagai salah satu daerah penerima Anugerah Pangripta Nusantara 2013 dari Bappenas di Jakarta. Merasa aspirasinya belum tersalurkan, mereka selanjutnya menuju kantor DPRD Baubau untuk menyuarakan tuntutannya.

"Kami sebagai forum penyelamat daerah telah sepakat mengambil sikap bagaimana menyelamatkan daerah ini dari kesewenang-wenangan yang dilakukan walikota terhadap para PNS di Kota Baubau. Kami akan ke dewan sekarang juga untuk menyuarakan tuntutan kami," ungkap Kostantinus Bukide kepada sejumlah media, sesaat sebelum meninggalkan kantor walikota menuju kantor DPRD.

Kostan menilai, surat pembebas tugasan yang diberikan walikota kepada PNS yang dinonjob tidak sesuai aturan, sehingga melihat pimpinan daerah hari ini tidak memiliki aturan lagi dalam mengambil kebijakan menonjobkan PNS Pemkot Baubau.

"Surat pembebas tugasan yang diberikan walikota kepada kami dengan mencantumkan PP No.53/2010 tentang disiplin PNS, itu berarti kami dianggap telah melakukan pelanggaran berat disiplin PNS," tukasnya.

Padahal, lanjut mantan Kadis Perhubungan ini, dalam mekanisme PP No.53, orang yang akan dijatuhi hukuman berat itu harus sesuai mekanisme, seperti diperiksa terlebih dahul dan dibuatkan berita acara pemeriksaan (BAP). "Nah, kami PNS yang dinonjobkan tidak diberikan mekanisme seperti itu oleh pimpinan daerah," pungkasnya.

Kostan mencontohkan, Asisten I LM Raf'at yang kena mutasi jilid III, malam sebelum dinonjobkan, masih mewakili pemerintah di DPRD. "Ini berarti ada kesewenang-wenangan dalam pemerintahan kita hari ini," tandas mantan Asisten III Setkot Baubau itu.

Menurutnya, seharusnya dalam sistem administrasi kepegawaian, pejabat yang dibebas tugaskan harus melalui Baperjakat. Apalagi yang diberhentikan itu adalah pegawai-pegawai yang berpangkat tinggi. "Kami sebenarnya rela dinonjobkan, sepanjang itu sesuai dengan mekanisme," timpalnya.

Ia menambahkan, walikota harus bisa menunjukan apa kesalahan sebenarnya para PNS yang sudah dinonjobkan dan kesalahan itu harus melalui mekanisme, diperiksa tim sebagaimana diatur dalam PP No.53.

"Baperjakat tidak berfungsi selama ini. LM Raf'at sebagai anggota Baperjakat sudah menyatakan bahwa itu tidak dilakukan selama ini, baik mutasi jilid I, II, dan III. Kami ingin menyelamatkan daerah ini, karena Kota Baubau sudah sangat bagus dan maju selama ini, tapi dengan adanya sistem yang dilakukan walikota hari ini sudah menghancurkan semuanya," beberya berapi-api.

Di DPRD, ratusan PNS nonjob tersebut diterima di ruang rapat paripurna oleh lima anggota DPRD. Masing-masing La Ode Hamuri, La Ode Ahmad Monianse, Rais Jaya Rachman, Ishak Zuhur, Yusman Fahim, dan Adnan Lubis. Rapat selanjutnya dipimpin La Ode Hamuri dan langsung mendengarkan aspirasi Kostantinus Bukide dan kawan-kawan.

"Tiga tuntutan kami, pertama meminta kepada DPRD untuk mengundang Walikota Baubau AS Tamrin dan tidak boleh diwakili, menjelaskan alasan-alasan kebijakannya terhadap pembebastugasan kurang lebih dua ratus PNS yang dinon job, tanpa dasar dan aturan yang jelas," buka Kostan, yang lagi-lagi diberi kepercayaan menyampaikan aspirasi para PNS non job.

Jika walikota sudah hadir, kata Kostan, dewan harus mempertanyakan kebijakan walikota terhadap pejabat "impor" dari daerah lain yang tidak berkualitas, karena mereka juga non job dari daerah lain. Mempertanyakan pengangkatan pejabat koruptor yang sangat bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sudah ada rekomendasi dari BKN untuk diberhentikan dengan tidak hormat, tapi justru Walikota Baubau diangkat dan dipromosikan menjadi Direktur RSUD.

"Tuntutan kedua, mendesak kepada Walikota Baubau AS Tamrin untuk mencabut surat pembebas tugasan ratusan PNS yang sudah dinonjobkan, karena mereka sudah 13 tahun mendedikasikan dirinya dan terbukti punya loyalitas yang sangat baik terhadap Kota Baubau. Kemajuan Kota Baubau hari ini tidak terlepas dari tangan dingin teman-teman yang hari ini dinonjob," ulasnya.

"Tuntutan ketiga, meminta kepada dewan untuk menggunakan hak menyatakan pendapatnya, memberhentikan walikota dan wakil walikota Baubau. Tiga tuntutan kami ini harus ditindaklanjuti secepatnya, paling lambat 3x 24 jam. Bila tidaka, maka tiga hari kemudian, kami akan datang dengan massa yang lebih besar lagi," ancam Kostan, selanjutnya melalui LM Raf'at menyerahkan tuntutan tersebut kepada La Ode Hamuri sebagai pimpinan rapat.

Tiga tuntutan tersebut kemudian ditanggapi Dewan yang diawali Rais Jaya Rachman. Legislator PDIP itu mengatakan, sebagian tuntutan itu sudah dipertanyakan pihaknya melalui hearing Baperjakat beberapa hari yang lalu. Saat itu dewan sudah merekomendasikan kepada tim Baperjakat untuk merubah segala kekeliruan yang terjadi pada mutasi jilid I dan II yang sudah dilakukan AS Tamrin.

"Herannya, beberapa hari kemudian AS Tamrin melakukan lagi mutasi jilid III yang dinilai juga tidak sesuai dengan proses mekanisme perundang-undangan yang berlaku. Ini artinya, Dewan sudah dipermainkan, itu akan kita lawan secara kolektif kolegial. Maka, itu saya setuju agar dewan menggunakan hak interpelasinya kepada Walikota Baubau," tegas Rais.

Ishak Zuhur lebih tegas lagi menanggapinya. Ia geleng-geleng kepala dengan tindakan pemerintah. "Baru beberapa hari kita lakukan rapat Baperjakat, tiba-tiba ada pengangkatan dan mutasi lagi yang menyalahi prosedur. Saya juga sepakat dan siap bertanda tangan pertama untuk menggunakan hak interpelasi dewan terhadap walikota hari ini," ujar politisi PNBKI ini dengan lantang.

"Ini bencana, baru seminggu kita lakukan rapat Baperjakat, mutasi inprosedural terulang lagi. Kita harus tindak lanjuti aspirasi ini secepatnya, kalau perlu 2x 24 jam kita berikan deadline waktu untuk kita melakukan hak interpelasi," semprot Yusman Fahim, legislator asal PPP.

Ditambahkan La ode Monianse, dalam rapat Baperjakat telah menghasilkan beberapa keputusan dan ternyata keputusan itu tidak ada artinya bagi pemerintah. "Kalau perlu tiga hak dewan harus kita lakukan, baik itu hak interpelasi, hak angket, maupun hak menyatakan pendapat. Ini pelanggaran, dan yang namanya pelanggaran undang-undang dapat melengserkan seseorang dari jabatannya," tegas politisi PDIP.

Dijelaskan, sekurang-kurangnya satu fraksi plus satu anggota, DPRD sudah bisa melakukan hak interpelasi. Ini bisa kita lakukan, sekaligus menjadi uji coba kita untuk menggunakan hak interpelasi. "Percuma kita dibuatkan hak menyatakan pendapat, baru kita tidak bisa gunakan," papar Monianse.

Sementara, wakil PAN Adnan Lubis mengatakan, sebelum menggunakan hak interpelasinya, sebaiknya dewan meminta penjelasan terlebih dahulu terkait tuntutan para PNS non job benar dan salahnya. "Kita
undang walikota terlebih dahulu untuk menjelaskan, paling tidak ada penjelasan. Saya kira itu dulu yang kita lakukan, DPRD rapat internal dahulu untuk dibawa di Bamus," pintanya.

Hamuri, selanjutnya menyimpulkan agar malamnya (Semalam, red) untuk dilakukan rapat Bamus dan besoknya (hari ini, red) rapat internal DPRD. "Kita akan jaga daerah ini, tidak perlu teriak-teriak lagi. Jadi percayakan pada Dewan, kebetulan yang hadir hari ini adalah singa-singa dewan yang selalu menantang ketidak benaran apa yang terjadi di daerah ini," ujarnya, memberi harapan kepada Kostan dan kawan-kawan.(uzi/m1/cr3/p4)

Senin, 29 April 2013

MEMBERSIHKAN KABINET AMIRUL

TIGA kali mutasi yang dilakukan Walikota Baubau AS Tamrin, sudah bisa dibaca ada upaya "pembersihan" dijajaran eselon II birokrasi dari kabinet mantan Walikota Amirul Tamim. 

Mengapa demikian, sebab dari jajaran pejabat eselon II eks kabinet Amirul Tamim, tersisa dua orang yang bertahan diposisinya, Sekot Ahmad Arfa, dan Kepala Bappeda Sudjiton. Kebanyakan nama-nama eselon II di era Amirul diparkir alias non job.

Gelombang pertama delapan yang non job, Kostantinus Bukide (Kadishub), Yansur (Kadis Dikmudora), Buhayu (Staf Ahli), Abd Wahid (Kepala BKDD), Muirun Awi (Staf Ahli), Hasan Ginca (Kasat Pol PP), dan H Naam (Kepala Inspektorat), Sadiri (Staf ahli).

Menyusul delapan orang gelombang kedua, Amril Tamim (Kepala Badan Perizinan), Wahyu (Kepala Badan Penanggulangan Bencana), Sadarman (Kepala Badan Kominfo), Sunaryo Mulyo (Kadis PU), Abdul Rajab (Kadispenda), Syahrul (Kepala BPM), Munawar (Kepala Capil), dan Edi Nasir (Kadis Kesehatan).

Teranyar, akhir pekan lalu, enam orang, LM Rafat (Asisten I Sekot), Feto Daud (Asisten II Sekot), Maulana Gafur (Kepala Bapedalda), LM Syafruddin Efendi (Kadis Pertambangan), LM Arsyad Hibali (Kadis Tata Kota), dan Basri B Saiman (Kadis Perindagkop).

Total pejabat eselon II yang nonjob, 22 orang. Kalaupun ada nama eselon II yang bertahan, namun jabatannya berbeda dengan di posisi akhir masa jabatan Amirul. Misalnya, Muhammad Zakir (kini menjabat Kepala Perzinan), Masri (Kadisdikmudora), Amiruddin (Kadishub), Armin (Kepala Inspektorat), Yusuf Hibali (Kadis Kebersihan), Tamsir Tamim (Staf Ahli), M Djudul (Asisten I). Semuanya berjumlah tujuh orang.

Itu baru melihat pejabat eselon II, kita belum menoleh ke camat. Karena mutasi ke-3, praktis seluruh camat di Baubau semuanya pejabat baru.

Melihat gelagat ini tentu publik bertanya, apakah memang harus walikota melakukan hal tersebut? Apakah memang kabinet Amirul harus dirombak habis?

Semua pertanyaan ini tentu hanya bisa dijawab Tamrin. Dialah nakhoda yang dipercaya rakyat membawa kapal bernama Baubau mengarungi lautan selama lima tahun. Jangan sampai ABK baru yang dipercayanya (baca: kabinetnya) justru hanya akan memberatkan kapal. Bukannya kapal melesat jauh ke depan, malah jalan di tempat atau mundur ke belakang.

Lantas bagaimana mengukurnya? Biarlah rakyat menjawab. Dan waktu yang mengukur, cepat atau lambat pasti akan terjawab.(***)

Minggu, 28 April 2013

Membaca Visi Misi TAMPIL MESRA dari Bappeda (3-habis)

Tidak ada Zona Aman, Rapor jadi Panduan


SDM sebagai supra struktur penggerak program kerja Tamrin-Maasra harus memiliki kinerja yang terukur. Bagaimana Kepala Bappeda Baubau Sudjiton membuat kabinet TAMPIL MESRA agar tetap bekerja positif dan memiliki produktifitas tinggi untuk menghasilkan kesejahteraan rakyat?

Laporan: Irwansyah Amunu

--Apakah ada dana khusus yang disiapkan untuk ekonomi kerakyatan?

Saya kira harus ada nanti, karena itu head to head tadi, harus ada dong ya, menstimulasi kelompok-kelompok yang memang untuk sentuhan-sentuhan.

--Tapi angkanya belum?

Lagi kita coba-coba sortir ini.

--Modelnya seperti apa?

Dimodeli ya tentu.

--Namanya apa, mungkin supaya lebih keren? Lebih identik dengan rezim tertentu misalnya?

Saya kira nanti biar di Pak Wali nanti saja yang bahasakan. Tapi yang saya nangkap dari beliau, seperti itu tadi, tetap konsep bagaimana UKM ini tetap tumbuh dan berkembang dan pelan-pelan menikmati bagian kue besar pembangunan kota ini. Jangan sampai mereka banyak, tapi hanya menikmati bagian kecil dari kue besar itu. Karena itu kita yang masuk untuk menstimulasi.

--Invesasi tetap dijaga dan menembah enterpreneur baru?

Ya, enterpreneur-enterpreneur baru. Saya kira kata kuncinya enterpreneur, misalnya kita melatih 100 orang, kita dapat lima orang sudah bagus itu, kalau dia mandiri, bisa buka lapangan kerja, bisa memberi contoh pada yang lain. Kan bisa.


--Tadi sempat nyinggung pakta intergritas?

Saya kira untuk SDM birokrasi kita, ya bagaimana pun ini tuntutan kita berpemerintahan ke depan, birokrasi harus profesional. Dimulai dari penataan organisasi, kemudian individu-individu aparatur yang ada di organisasi itu. Tentu harus ada instrumen yang dimainkan agar pola peningkatan kapasitas aparatur itu betul-betul masuk di area yang benar. Maka itu dimulai dari sisi kami di Bappeda ini untuk membuat dokumen-dokumen perencanaan yang kemudian kita ada kayak pakta integritas, mengajak bagaimana ini kerja lho, kerja kita.

--Ada rapor yang dinial?

Kalau rapor yang dinilai kan pasti perhatian dari kepala unit kerja dan aparatur. Itu satu.

---Kalau rapor merah?

Ya itu dia... Kemudian tentu juga harus diiringi dengan pelatihan-pelatihan teknis, dan seterusnya supaya kapasitas aparatur dengan Tupoksi yang mereka emban di unit kerjanya, dia bisa peroleh.

--Tidak ada yang masuk dalam zona aman? Karena ada pakta integritas?

Saya kira tidak, ya. Dan itu sudah lebih rasional, obyektif, terukur. Dan pada saat seperti itu akan muncul aparatur-aparatur cerdas, aparatur-aparatur yang memang dihendaki dalam sistem tata keloloa pemerintahan yang moderen.

--Akan ada reward and punishment, bukan lagi like and dislike?

Saya kira nanti ke situ itu, dan instrumen ini saya kira beliau sudah mulai di arahkan ke situ, untuk SDM. Itu baru SDM aparatur, tentu saja yang selama ini kita sudah lakukan ada pelatihan-pelatihan fungsional, pelatihan-pelatihan penjenjangan, kemudian pengiriman pendidikan-pendidikan formal akan tetap menjadi kekuatan utama kita. Kemudian yang lain lagi, saya juga sudah dari Pak Wali, pendekatan-pendekatan ceramah-ceramah umum secara teknokratik dari pakar-pakar secara periodik akan selalu kita undang. Supaya memperbaharui cara berpikir kita di aparatur ini.

---Jangan hanya mengandalkan subyektifitas?

Ya. Sebab kalau hanya kita diaparatur kerja dengan yang teknis-teknis, saya kira tidak lama. Rupanya sudah ada ilmu baru lagi, yang dimensinya, kebutuhannya sudah berbeda dengan yang kita lakukan, itu kan biasanya dibawa para pakar-pakar, profesor.

--Ke luar negeri?

Ke luar negeri sekali-sekali saya pikir penting juga itu, karena kalau kita di aparatur itu lebih kuat kalau kita melihat dari pada membaca. Melihat lebih kuat dari pada membaca.

Kemudian di aparatur formal kependidikan kita, memang kita ini terus terang saja, kalau kita melihat bagaimana pergatian dari generaai ke genarasi baik untuk masyarakat apalagi sebagai aparatur ini kan pasti ada pergantian generasi. Generasi ini digodok dimana? Di pendidikan formal, SD, SMP, SMA, perguruan tinggi. Jadi kalau hanya aparatur-aparatur yang diganti tanpa disiapkan aparatur-aparatur yang dididik di perguruan tinggi.

Oleh karena itu saya kira dipendidikan-pendidikan kita baik dari SD, SMP, SMA mulai kita perkenalkan dengan ilmu-ilmu yang memang nanti jadi kebutuhan-kebutuhan daerah. Maka itu kreatifitas, muatan-muatan lokal kita menjadi kreatif sekolah-sekolah untuk bagaimana nanti beradaptasi untuk kebutuhan-kebutuhan daerah kita. Termasuk perguruan-perguruan tinggi lokal kita, dengan fenomena pembangunan di kota dengan lingkungan kita, dengan mengarahkan kebutuhan ilmu saya kira, padahal dalam prakteknya seperti itu.

Yang ketiga, kadang-kadang kita tidak sadar, janghan hanya aparatur dengan pendidikan formal, masyarakatnya juga harus kita didik, bagaimana cara mendidik masyarakat? Agar mereka bisa. Ya tentu dengan regulasi, dengan iklim kondusdif. Kemudian kalau dia dikluster masyarakat nelayan, petani, ada di mana2, mereka juga harus dibekalkan dengan teknologi-teknologi, supaya mereka adaptasinya dengan perkembangan zaman lebih cepat. Misalnya di masyarakat petani kita, mereka ini harus ada stimulan-stimulan pendidikan yang berorientasi kepada pasar.

Misalnya kita fenomena di Baubau ini kan, namanya sayur mayur buah-buahan sudah banyak yang datang dari luar. Apa memang tanah disekitar kita kurang subur untuk tanam namanya pepaya, namanya macam-macam yang datang dari luar? Ini kan harus ada pendidikannya kepada masyarakat kita.

Nah, uji coba kita di SMK 5 sudah bagus sekali, pilot project. Bagaimana pendidikan itu? Ada anak-anak muridnya, kemudian mereka juga anak-anak dari petani yang ada di sana, mereka diperkenalkan dengan teknologi, disamping ada kebun-kebun percontohan, dan itu kebun-kebun hortikulturanya. Pulang ke rumahnya juga nanti jadi pioner-pioner untuk mulai merubah cara pandang atau cara kerja orang-orang tuanya bahwa bertani hortikultura yang lebih baik seperti ini.

---Terintegrasi?

Terintegrasi. Kemudian yang lainnya kita sekaligus menghambat ladang berpindah-berpindah, jadi masyarakat kita disekitar sini pola pendekatan kita, mungkin nanti ada pilot-pilot project atau kebun-kebun percontohan atau di pertanian ada denplot-denplot untuk percontohan sekaligus.

Tidak usah jauh-jauh, dia ke kota saja, namanya sayur mayur sudah datang dari luar. Kenapa tidak datang dari kita? Hanya 15 menit kita pergi ambil di sana, sudah tiba di sini. Dari Makassar sana lewat kontainer tentu unit costnya pasti akan lebih tinggi.

--Terakhir, kata sandi apa menjadi karakter dasar pemerintahan Tampil-Mesra di tahun pertama sebagai identitas yang mudah diekanali masyarakat?

Saya kira mungkin beliau. Karena itu kata sandi pimpinan tertinggi, artinya kita di Bappeda hanya ingin menggodok supaya masuk, kita pagari visi-misi walikota terpilih ini. Pertama, harus cocok dengan kaidah penulisan, sesuai dengan dokumen yang diamanahkan, sesuai dengan undang-undang.

Kedua, di tahun transisi 2013, tentu tahun transisi memulai exercise untuk bagaimana program-program itu menjadi jabaran visi misi walikota, terutama kalau saya mengambil yang paling dekat terutama di empat pilar strategi besarnya, sekarang sudah sekaligus kluster program-program kegiatan yang ada di SDM kira-kira di 2013 ini apa saja, dan dia ada tertitip di SKPD apa saja, demikian pula ini, ini dan seterusnya.

--Intinya ada kluster?

Sudah ada kluster program, supaya menjadi pagar.

--Jadi sistem inilah yang menjadi rambu-rambu?

Itulah, kalau keluar dari sistem bagaimana nanti kita mengevaluasi di akhir? Karena beliau pasti akan mempertanggungjawabkan nanti namanya laporan keterangan pertanggungjawaban, apa indikatornya? Indikator tadi pasti disandingkan dengan turunannya ini, nah kalau keluar dari sini, bagaimana dia keluar pagarnya?

--Yang jelas ada kontinuitas?


Ada kuntinuitas, jadi kata kuncinya kuntinuitas yang menjadi jabaran dari keterkaitan, konsistensi, keterukuran, dan kedalaman. Selalu kita lakukan pendekatan top down, buttom up, teknokratik, dan pendekatan politik. Nah, kalau nilai-nilai kita sudah lakukan seperti ini jaringannya, saya kira tak ada satu pun gagasan ide nanti terjabarkan dalam program yang tidak masuk dalam frame pembangunan daerah yang sudah terpagari.

---Tampil-Mesra Pak?

Hahahaha. ok.(selesai)

Jumat, 26 April 2013

Membaca Visi Misi TAMPIL MESRA dari Bappeda (2)

Penting dan Mendesak, Program 100 Hari Kerja


TIDAK terasa, duet pemerintahan Tamrin-Maasra (TAMPIL MESRA) bakal memasuki hari ke-100. Berikut ini lanjutan wawancara Kepala Bappeda Baubau, Sudjiton dalam memformulasikan visi-misi suksesor Amirul Tamim ini dalam masa 100 hari.

Laporan: Irwansyah Amunu

---Sekarang masyarakat ada yang bertanya, terkait 100 hari kerja. Walaupun pun ini terlalu singkat untuk mengukur, bagaimana memformulasikan  empat hal tadi (instrumen) sehingga masuk dalam program 100 hari kerja ?

Jadi saya kira kalau masayarakat menuntut itu wajar-wajar, dan yang bisa kita lakukan dalam jangka pendek kan ada namanya kegiatan yang sifatnya mendesak. Kegiatan yang sifatnya penting dan mendesak, ada penting tapi belum, mendesak. Kemudian ada gagasan besar beliau yang mungkin nanti baru kita coba masukan dalam kerangka pembangunan tahun pertama ini. Yang mungkin nanti berdampak jangka panjang ke depan.

Yang jangka pendek dulu yang mendesak dan penting, kita ini lagi exercise  bagaimana APBD kota yang sudah ter-APBD-kan bisa kami klusterkan di empat pilar, SDM, ekonomi, infrastruktur, dan budaya. Jadi anggaran kurang lebih 275 miliar, anggaran APBD untuk belanja langsung itu kita sudah kluster semua. Dan nanti akan kita lihat, mana yang betul-betul mendesak dan penting. Mana yang jangka panjang, bagaimana pemeratannya diseluruh wilayah. Nah kita sudah mulai tapi untuk yang fisik saya bilang ini kan barang ini ditender saja belum.

Tapi beliau saya kira sudah mulai menjajaki wilayah-wilayah agar bagaimana program-program yang penting dan mendesak jangka pendek sudah mulai tereksekusi.

--Yang penting mengintrodusikan program jangka panjang itu dalam waktu 100 hari kerja ini. Seperti apa resumenya? Bagaimana mau dibawa Kota Baubau ini ke depan?


Misalnya di infrastruktur, saya kira peletakan dasar dalam dua slot lima tahunan itu, sudah mulai kelihatan. Tapi ini tadi, kita ini main di rangka atap, di atap, dan diplasterannya untuk memperindah kan kita mainnya kan sudah di area itu. Baik infrastruktur, SDM, ekonomi, mainnya di wilayah atas supaya berkesinmabungan, supaya daya ungkitnya besar.

Misalnya diinfrastruktur, contohnya sekarang pengembangan wilayah-wilayah agar kota ini tidak terkonsentrasi di satu tempat dipancing wilayah-wilayah dititik tumbuh di Palagimata, Sorawolio, di kota-kota sataleit sana, ini kan pancingan yang kita lanjutkan dengan sarana jalan, air bersih, lampu, dan seterusnya.

Tapi gagasan beliau dan sudah disampaikan ke saya, dan saya kira ini gagasan brilian, untuk bagaimana
 melihat jangka panjang kota ini ke depan dengan posisi kota ini yang dinamikanya kuat, kota yang trigernya kuat, kota yang layanannya jauh. Kita hindari jangan sampai kota ini sumpek, kota yang tidak beradat, tidak berkeseimbangan.

Kita ingin bagaimana menjaring aksesibilitas, supaya bisa terurai, maka itu, jawabannya jalan lingkar luar. Saya kira tahap awal ini kita mulai lakukan survei, lingkar luar dari Waborobo mungkin akan nyambung ke Batauga sebagai sambungan jalan propinsi mungkin ke Sorawolio masuk ke Bungi. Kemudian kita jadikan jalan pendekat dengan rencana gubernur untuk membuat jalan penyeberangan ke Pulau Muna. Gunanya ini supaya aksesibilitas dari luar tidak langsung menyerbu masuk ke kota tapi bisa diurai di jalan lingkar.

Misalnya dari Pasarwajo masuk masuk ke Betoambari, tidak lagi langsung masuk. Dari Kapontori juga begitu, pasti ada perempatannya, mau ke mana, mau ke Muna seperti itu.

Saya kira dari sisi keinfrastrukturan ini suatu gagasan yang harus kita sambut ini karena pengalaman kota-kota yang tidak memikirkan itu, nah serbuan dari luar masuk barang, masuk kontainer, menjadi sumpek kan tidak baik.

--Terkait kontinuitas, bagaimana dengan Islamic Center? Apakah ini akan diselsaikan?

Saya kira konsep Baubau bahhwa Baubau Kota Budaya, dan budaya Islam, sentuhan-sentuhan stimulan Baubau sebagai basis perdaban Islam ya tetap akan memberi warna kota ini ke depan. Saya kira Islamic Center ini salah satu simbol, kita ingin meletakkan sebagai simbol fisik bahwa Baubau ini sebagai sumber peradaban Islam yang harus kita jaga.

Ke depan kita akan jaga, tapi masih banyak simbol-simbol keislaman lain di masa beliau ini kita akan sentuh. Terutama dimensi kaitannya dengan Kota Pusaka, saya kira Islamic Center ini sudah menjadi bagian, tapi nanti ada pendidikan Islamnya. Ada nilai-nilai keislaman yang bisa mewarnai seluruh kehidupan kita. baik secara fisik maupun non fisik.

Kemudian sudah harus ada dimensi kreatifnya. Karena kalau benda-benda pusaka kita, yang ada pusaka saujana, pusaka alam, pusaka tanjibel, intanjibel. Kalau kita tidsak lihat dari dimensi kreatifnya. Akan menjadi benda mati, benda statis yang orang melihat apaan ini?

Tapi kalau di negara-negara maju, di daerah lain seperti Surabaya, dimensi kreatif dari karya budaya kota sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakatnya, tanpa harus melunturkan nilai-nilai budayanya. Saya kira Kota Baubau juga dengan sekian banyak peninggalan, harus kita kemas menjadi Kota Pusaka yang kreatif.

--Dimensi ketiga, ekonomi kerakyatan, kaitannya dengan sejahtera, bagaimana bentuknya secara ril?

Ekonomi kerakyatan tentu kita harus dekati dari beberapa segi. Tidak harus semata-semata hanya didekati ini kelompok masyarakat miskin, kemudian individu, head to head kita lihat mereka, kasih mereka. Nanti itu bukan hal yang terlalu mendidik untuk mereka, karena mendekati kelompok-kelompok marginal, kelompok masyarakat berpenghasilan rendah harus didekati dari semua sisi. Misalnya kita lihat dari sisi sosial budayanynya, bagaimana pendidikan dah kesehatan. Karena itu pangkal dasar masyarakat kelas masyarakat rendah untuk berkualitas bagus hidupnya.

Maka itu, namanya program-program semuanya kita himpun, jadi bukan hanya programnya Pak Wali dengan ekonomi kerakyatannya, hanya itu toh. APBD kita menjadis sesuatu yang terintegrasi dari pendidikan dan kesehatannya, tentu ada stimulan-stimulan langsung seperti itu.

--Orang selama ini mengasosiasi dengan bahasa uang?

Saya kira terlalu kecil kalau kita kalau kita maknai bagaimana UKM hanya uang-uang saja yang kita kasih. Saya kira terlau kecil. Misalnya bagaimana kita selama ini membangun secara spasial, membangun Pantai Kamali, Kotamara, agar mereka masuk, dinamika lebih bagus sehingga omzet mereka lebih besar.

--Jadi konsep besarnya seperti itu?

Saya kira konsep besarnya terintegrasi, kalau diperkotaan, UKM-UKM ini bagaimana ruang dulu. Bagimana ruang ini bisa kondusif untuk mereka bisa berdinamika. Karena pelaku-pelaku usaha kecil itu kan, tidak harus bergantung dari demand-nya, pembelinya. Pembeli ini disamping mau makan, kalau kuliner UKM-UKM kecil kita, dia juga berekreasi menikmati pemandangan dan seterusnya.


--Iklim investasi tetap ditumbuh kembangkan?

Jangan lupa, eknomi kerakyatan memang kata kunci keberpihakan terhadap kelompok di bawah, jangan sampai ini semakin banyak jumlahnya tapi kue besar ekonomi, kecil mereka peroleh. Oleh karena itu kaitannya dengan kelompok ekonomi menengah ke atas harus dijaga. Oleh karena itu ada kemitraan-kemitraan. Ini harus dalam posisi supaya regulasi pemerintah bisa dimainkan, agar ketemu pelaku ekonomi kuat dengan pelaku ekonomi kecil, lemah.

Karena kalau bukan pemerintah yang melakukan regulasi, yang namanya prilaku orang berekonomi kan nafsi-nafsi, prinsipnya sebanyak-banyaknya mendapat keuntungan, tidak ada urusan dengan orang lain. Nah, gunanya negara, pemerintah yang bikin iklim tadi dan regulasi agar yang kuat tetap tumbuh, karena yang menerik lokomotif utama yang besar-besar, tapi jangan maju sendiri, juga harus menggiring yang kecil.

Apa yang harus kita lakukan? Harus ada regulasi, iklim yang kondusif harus diperankan pemerintah.(bersambung)



Kamis, 25 April 2013

Membaca Visi Misi TAMPIL MESRA dari Bappeda (1)

Gunakan Empat Instrumen, Diperkuat Pakta Integritas



SEBAGAI institusi yang "memasak" program Pemkot, Bappeda mendiskripsikan visi misi duet Tamrin-Maasra (TAMPIL-MESRA) dalam dokumen pembangunan. Bagaimana institusi yang dipimpin Sudjiton tersebut meramunya? Berikut petikan wawancaranya.

Laporan: Irwansyah Amunu


SUDJITON menilai dalam pergantian pemimpin-pemimpin politik, slotnya lima-lima tahunan sesuai dengan
amanat Undang Undang. Kemudian melihat periode lima tahun dengan kepemimpinan Tamrin-Maasra, kalau dilihat dari tahapan-tahapan mulai dari Kota Baubau terbentuk, ini masuk lima tahun ke-3.

Di amanah UU 26/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, dan UU 32 tentang Otonomi Daerah, jelas diatur pemimpin-pemimpin daerah, adalah pemimpin yang terpilih dalam jangka waktu lima tahunan.

Nah, periode lima tahunan kepemimpinan tentu harus ada landasan untuk kerja. Landasan bekerja kalau
melihat di dokumen 20 tahunan, baik ditingkat kota, kabupaten, propinsi maupun nasional, ada RPJP 20
tahunan.

Sekarang diundangkan mulai 2005-2025. Kenapa harus dilihat 20 tahunan? "Supaya ada kebersinambungan dari pembangunan yang slot-slot pemimpin-pemimpin kita terpilih setiap jenjang lima tahunan," ujar Djiton.

Sekarang, lanjutnya kembali pada duet Tamrin-Maasra mengambil posisi lima tahun ke-3, tentu kalau kita
ingin melihat bagaimana visi misinya mereka berdua yang memang sudah menjadi amanah masyarakat. Mereka terpilih tentu menilai visi misinya, ini baru visi misi walikota, belum jadi visi misi kota.

"Nah kita di Bappeda mencoba menjabarkan, menterjemahkan kedalam kaidah penulisan dokuman yang
nantinya jadi visi misi kota, apa yang menjadi hal penting di dalam menterjemahkan visi misi walikota
menjadi visi misi kota jadinya," bebernya. 

Tentu, lanjut dia, harapan kita setelah menjadi visi misi kota tidak ada seorang pun, kelompok mana pun,
bahkan individu mana pun yang tidak merasa bagaimana bagian dari dirinya untuk memberi kontribusi, itu
yang harus dilakukan.

Karenanya, kaidah penjabarabn penulisan dalam kaidah penulisan RPJMD ini ada beberapa pendekatan.
Pertama, pendekatan top down, buttom up. Top down, ulas pria berkacamata ini, kembali menjaring adspirasi publik. "Karena visi misi dulu beliau dipilih kelompok orang. Supaya menjadi milik kota harus ada publik hearing kembali, kita mencoba menjaring aspirasi masyarakat," terangnya.

Kemudian ada top down, bagaimana melihat posisi kewilayahan, misalnya keprovinsian, dan pusat.
Karena tidak Baubau tersendiri, kita ini Baubau di propinsi, di NKRI, karena itu melihat top down.
Terlebih kebijakan nasional, sudah ada kerangka penganggaran. "Bagaimana anggaran pusat kasih ke kita, kalau tidak ketemu visi misi kita dengan nggaran pusat itu? Makanya ini yang harus kita perhatikan, top down-nya," tukasnya.

Lantas, pendekatan teknokratik, ini yang penting. Bagaimana dilihat visi misi terdokumentasi dalam
RPJM memiliki pendekatan akademik, supaya lebih rasional. Maka itu harus ada teknokrat, pelibatan
profesor-profesor, para ahli dibidangnya masing-masing akan menjadi bahan kontribusi dalam memberi
warna dalam dokumen nanti.

Selanjutnya, terang Djiton, pendekatan politik, bagaimana dengan DPRD, nanti diketok di sana sehingga menjadi milik publik.

Nah, untuk mengawal itu, di dalam mengevaluasi ketajaman dokumen RPJMD, visi misi walikota sudah terinternalisasi di sana, ada panduan yang menjadi alat instrumen yang bagus untuk melihatnya.

"Misalnya kita melihat keterkaitan, keterkaitan antara jabaran di dokumen kita dengan dokumen-dokumen di atasnya. Di propinsi juga pasti ada visi misi gubernur, di nasional ada visi misi presiden. tentu keterkaitan ini menjadi satu kesatuan harus kita hitung," beber Djiton.

Ukuran keterkaitan ini nanti dibuktikan, akan diuji dikerangka pendanaan. Bagaimana dana propinsi
diberikan ke kota, dana pusat kasih ke Baubau. "Tentu dana itu mengikuti arah kebijakan. Money velue function, uang mengikuti fungsi atau kebijakan. Kalau provinsi kebijakannya beda dengan kita untuk apa dia turunkan anggarannya ke kita. Oleh karena itu, kita daerah harus tahu diri merespon kebijakan propinsi dan pusat," paparnya.

Kedua, lanjut Djiton, konsistensi. Bagaimana melihat kebersinambungan, berarti mereview ke belakang, yang sudah dilakukan sebelumnya, kemudian kebersinambungan dengan apa yang akan dilakukan dari tahun pertama sampai lima tahun kedua.

Tentu variasi karakter penajaman itu, lima tahun ke depan berikutnya akan ada exercise. "Oh dia sudah lebih condong ke mana? Misalnya dulu dua slot lima tahun itu diinfsatruktur. Sekarang masuk ke tiga, infrasturktur juga tapi lebih menekan, lebih fokus dimananya? Sehingga kebersinbambungannya jelas-jelas, istilahnya kalau kita menyusun batu dari pondasi kemudian pasang atap, sehingga 20 tahunan mencapai rumah yang utuh," Djiton menggambarkan.

"Kita ini mungkin sudah sampai pada posisi rangka atas. Pondasi, susun batu, kuseng-kuseng mungkin di
lima tahun ke dua. Kita ini sudah main di kuseng di atas, di halaman supaya cantik ini daerah," sambungnya.

Ketiga, keterukuran, kadang diabaikan selama ini. Keterukuran menjamin bagaimana rupiah per rupiah anggaran bisa tepat sasaran, karena disasaran sudah letakkan kinerjanya. "Misalnya ada 1 miliar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Sekarang pertumbuhan konomi kita misalnya rata-rata 7 persen, mau kita ingkatkan berapa persen lagi sehingga bisa mengangkat PDRB kita dari 2,1 miliar menjadi 2,8. Ini kan target-target yang menjadi indikator ukur. Tanpa ada indikator ukur, kita akan susah menilai kinerja pemerintah dengan anggaran yang sudah digunakan. Kemudian berpola pada dokumen-dokumen perencanaan. Jadi penting indikator kerja keterukuran," terangnya.

Terakhir, kedalaman. "Ini saya kira sangat akademik sekali. Bagaimana menjustifiksai urgensi prioritas-
prioritas pembangunan ini. Itu kan harus banyak informasi, harus banyak data, bagaimana kita memilih ini betul-betul prioritas, menjadi kesinambungan dari program-program berikutnya," bebernya.

Nah, empat ini yang dimainkan Bappeda, untuk bagaimana mewarnai dokumen, yang sekarang dibikin, agar visi misi sudah terjabarkan tapi dari ukuran yang empat tadi terinternalisasi. "Kami sudah dapat arahahan dari Pak Wali. Dan memang ini sudah amanah UU. Nanti akan ada pakta integritas antara penyelenggara-penyelenggara pemerintahan di masing-masing institusi-institusi SKPD," tukas pria berkacamata ini.

Nantinya ada kinerja-kinerja utama dititipkan ke unit-unit kerja sesuai dengan Tupoksinya. Inilah yang terukur itu, jadi bagaimana seorang kepala unit kerja dengan Tupoksinya dia menyumbang kontribusi untuk pencapaian visi misi kota secara keseluruhan.

"Ini nanti Pak wali sudah perintahkan saya untuk menyusun konsep pakta integritas dengan unit kerja.

Berati itu mendiplikasi seperti di provinsi? Ya saya kira seperti ini, dan itu amanah, amanah Undang-Undang. (bersambung)

Minggu, 21 April 2013

UN: Celaka 13

UJIAN Nasional (UN) tahun ini betul-betul amburadul. Bagaimana mau mengharapkan pelaksanaan di daerah baik, bila di tingkat pusat saja sudah kacua balau.

Tidak salah mengutip komentar Ketua Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Sulistyo yang menyatakan ini UN terjelek di dunia.

Di 11 provinsi diwilayah Indonesia Tengah, salah satunya Sultra, ditunda total. Belum lagi naskah soal UN disejumlah daerah terpaksa harus difotokopi. Amburadul.

Parahnya lagi, kendati sudah molor, di Sultra misalnya, seperti yang dialami Buton Utara, Kamis (18/4) lalu belum juga memulai ujian. Pasalnya, soal yang tiba di sana, baru 35 persen. Terpaksa pelajar harus gigit jari lagi.

Ironisnya lagi, lazimnya jadwal ujian sudah tertata dengan baik. Namun tahun ini, agenda ujian tidak bisa diyakini keabsahannya. Seperti yang dialami tiga SMK di Baubau, hari kedua UN, sedianya digelar pagi hari, karena soal tidak ada, terpaksa molor hingga usai salat Jumat.

Jangan heran, bila persiapan mental siswa ujian jadi anjlok. Ibarat handphone, mereka berada pada kondisi "lowbath".

Nah, dalam kondisi seperti ini, pastilah yang disalahkan adalah pihak pengambil kebijakan. Bagaimana mungkin agenda UN yang sudah lama terjadwal hancur lebur seperti sekarang. Apalagi ini merupakan agenda tahunan. Bukan kegiatan yang baru dilakukan.

Dengan pemandangan yang memiriskan hati ini, jangan salahkan bila hasil UN di 11 provinsi tidak sesuai harapan. Penyebabnya prosesnya tidak sesuai harapan. Dengan kata lain, output pastilah sejalan dengan input.

Kita berharap hal ini tidak lagi terjadi pada tahun-tahun berikutnya. Jadikan keamburadulan UN tahun ini sebagai pelajaran yang tidak boleh lagi terulang. Namun demikian, bukan berarti kisah kelam UN tahun ini langsung tutup buku. Kebobrokannya harus ditelisik, kalau memang ada yang bersalah harus mempertanggunjawabkan secara hukum. Kemudian, kontraktor yang terlibat membuat UN harus diblacklist. Jangan hanya karena orientasi proyek lantas mengorbankan nasib ratusan ribu bahkan jutaan generasi penerus bangsa.

Cukuplah UN tahun 2013 (UN: Celaka 13) ini dikenang sebagai kisah kelam yang tak usah lagi diulang.
Semoga.(***)

Minggu, 14 April 2013

DPRD BAUBAU: Harapan Hilang di Dewan

SECARA teori, DPRD sebagai lebaga legislatif harusnya memahami aspirasi rakyat. Mereka harus melek dengan keinginan masyarakat, tidak boleh menutup mata, telinga, dan mulut terhadap harapan publik. Bahkan mereka berada di barisan terdepan dalam hal mengagregasi dan mengapresiasi aspirasi publik sehingga menemukan jalan keluar setiap persoalan yang masuk ke mereka.

Sayangnya teori tersebut keabsahannya sedikit demi sedikit mulai terkikis di DPRD Baubau. Tengok saja, aspirasi soal penolakan RUU Ormas yang disuarakan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Baubau tidak mampu dilanjutkan DPRD hingga ke Senayan. Walaupun belakangan DPR RI di Senayan mengundurkan agenda pengesahannya RUU tersebut, yang sedianya ketuk palu, Jumat (12/4) lalu, batal.

Hal itu bukan hasil keringat wakil rakyat di Baubau. Tapi buah dari tekanan publik dari kalangan Ormas dari seantero Nusantara, plus sejumlah anggota DPRD di beberapa daerah yang turut menyatakan penolakannya, minus DPRD Baubau.

Mengapa tidak disuarakan? Karena saat disambangi massa HTI, seluruh anggota DPRD Baubau "menghilang". Mereka keluar daerah, salah satunya ke Jakarta. Walaupun delegasi yang diterima pihak sekretariat dewan minta agar aspirasinya diteruskan oleh legislator Baubau yang sedang berada di Jakarta kepada anggota DPR RI di Senayan, hal tersebut pun tak bisa dikabulkan.

Selain itu, ada pula "angin surga" ditiupkan beberapa anggota dewan yang bakal menggelar hearing dengan Baperjakat terkait mutasi pejabat lingkup Kota Baubau yang carut marut. Namun sampai hari ini, belum juga diagendakan. Beberapa kali Badan Musyawarah (Bamus) hendak menjadwalkan pertemuan, namun anggota Bamus tidak pernah kuorum.

Ironisnya, sejumlah hearing berkaitan dengan persoalan seputar kepegawaian lainnya, diantaranya terkait pengangkatan kepala sekolah SMK 5, La Hidi, begitu cepat dituntaskan. Begitu pun soal honorer kategori pertama (K1), dan honorer kategori dua (k2) dengan sigap dituntaskan. Dua hal tearkhir ini, bahkan sejumlah anggota dewan sempat "pelesir" ke ibukota negara.

Bagaimana dengan hearing Baperjakat? Hingga kini agendanya masih di langit, belum sampai ke bumi. Dengan kata lain, belum juga dipastikan kapan diagendakan.

Fakta empiris ini mencerminkan besarnya ekspektasi atau harapan agar dewan bisa menjadi sambung rasa untuk menyelesaikan problem, namun ketika sampai di institusi wakil rakyat itu, seakan membentur tembok tebal. Masalah seolah menguap, hilang ditelan bumi. Ya, harapan hilang di dewan.

Mestinya, 25 wakil rakyat yang duduk di lembaga legislatif Baubau bisa melihat hal ini secara cermat. Bila tidak, jangan salah jika rakyat menghukum melalui Pemilu 2014 nanti.

Maka itu, agar tidak kehilangan legitimasi, tunjukanlah kinerja positif. Jangan mengedepankan kepentingan pribadi atau partai di atas kepentingan rakyat, tapi sebaliknya kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi atau partai.(***)  



Kamis, 11 April 2013

Anggota DPRD Baubau "Menghilang"

HTI Baubau Aksi Damai Tolak RUU Ormas


BAUBAU-Menyikapi pengesahan Rancangan Undang-Undang Organisasi Masyarakat (RUU Ormas) oleh DPR RI tanggal 14 April mendatang, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) seluruh nusantara bersama umat menolak dengan tegas pengesahan tersebut. Pasalnya sebagai bentuk pembungkaman sikap kritis masyarakat dan kembali kepada masa orde baru.

Tak terkecuali DPD II HTI Baubau, ratusan massa aktivis, simpatisan bersama umat kembali menggelar unjuk rasa penolakan dengan tegas atas rencana pengesahan RUU Ormas dengan mendatangi kantor DPRD Baubau, Selasa (9/4) lalu.

Ironisnya, tak satupun anggota DPRD yang ditemui, bahkan kantor ruang rapat yang biasa anggota dewan gunakan untuk menampung aspirasi masyarakat masih tertutup rapat, belakangan dibuka setelah massa datang.

Informasi yang dihimpun 25 anggota DPRD Baubau masih berangkat berkonsultasi ke Jakarta terkait Jamkesmas dan terkatung-katungnya nasib honorer K1. Selain itu anggota lain diantaranya ke Kendari.

Usai berorasi di halaman kantor DPRD dengan berbagai bentuk kecaman, massa ditemui staf Sekwan di ruang sidang. Kepada staf Sekwan massa mendesak beberapa hal, pertama, mengirimkan dalam bentuk faks aspirasi penolakan tersebut kepada legislator yang kini masih di Jakarta untuk diteruskan ke DPR RI tuntutan DPD II HTI Baubau. Kedua, mendesak DPRD Kota Baubau secara kelembagaan menolak pengesahan RUU Ormas tersebut. Terakhir, mengagendakan pertemuan dengan delegasi HTI Baubau sebelum pihak Senayan mengetuk palu pengesahan RUU Ormas. 

Massa juga menyerahkan dokumen pernyataan penolakan yang dibubuhi tandatangan masyarakat yang nantinya langsung dikirimkan secara faks sebagai dukungan penolakan pengesahan RUU Ormas. Massa juga berjanji akan kembali menemui anggota DPRD untuk berdiskusi yang diwakili delegasinya sebelum pengesahan nanti dan terus mengawal proses ini.

Menurut Korlap Abu Vita, RUU ini merupakan pintu kembalinya rezim represif ala Orde Baru. Kata dia, RUU ini terkesan sangat diskrimiatif karena ada pembedaan pengaturan antara Ormas biasa dengan Ormas yang merupakan sayap partai (Pasal 4 RUU Ormas) sehingga terkesan Parpol mau menangnya sendiri. "Semua Ormas dalam RUU tersebut harus tunduk kepada RUU ini, sedangkan Ormas milik parpol tidak, belum lagi harus tunduk pada Pancasila," katanya.

Selain itu katanya, RUU ini juga berpotensi sangat besar untuk membungkam sikap kritis masyarakat terhadap pemerintah dengan berbagai dalih. Untuk itu Hizbut Tahrir, menyerukan kepada ummat bersungguh-sungguh berjuang bagi tegaknya kembali Syariah dan Khilafah.

"Yakinlah hanya dalam naungan daulah khilafah saja kerahmatan Islam yang telah dijanjikan oleh Allah SWT itu benar-benar akan terwujud, sehingga arah perjalanan negara ini menjadi tepat dimana peran serta masyarakat melalui berbagai kegiatan dan organisasi demi kemajuan masyarakat akan mendapatkan tempat terhormat," serunya.

Sebelumnya, massa laki-laki dan perempuan menggelar longmarch berjalan kaki dari balita, anak-anak, remaja hingga dewasa dimulai dari Pantai Kamali, menuju Tugu Kirab, Pasar Karya Nugraha, Lembah Hijau berakhir di Pantai Kamali. Massa juga membawa berbagai atribut baliho tertuliskan kecaman terhadap RUU tersebut serta mengibarkan bendera bertertuliskan kalimat tauhid. Dilanjutkan dengan mengendarai kendaraan menuju kantor DPRD untuk menyampaikan aspirasi.

Diperjalan secara bergantian aktifis mengecam RUU Ormas dan menyerukan pendidikan penyadaran politik kepada masyarakat untuk kembali dan menerapkan hukum buatan Allah SWT, meninggalkan hukum buatan manusia. Usai menyampaikan tuntutanya, masa membubarkan diri dengan tertib.(cr2/cr3/Buton Pos)