Minggu, 30 November 2014

Kiat Mustari Menata Buton Selatan

Rubah "Jalur Neraka", Siapkan Pejabat Prefesional



SEBAGAI daerah otonom baru (DOB), Kabupaten Buton Selatan (Busel) harus secepatnya menyesuaikan diri dengan kabupaten/kota lainnya di Sultra yang lebih dulu lahir. Bagaimana kiat Bupati Buton Selatan, Drs La Ode Mustari MSi melewati masa transisi daerah yang dipimpinnya, berikut petikan wawancaranya bersama wartawan Buton Pos, Irwansyah Amunu, dan Nusma Nagara Muli.


--Bagaimana visi bapak dalam membangun Buton Selatan selama satu tahun kedepan?

Jadi visi saya untuk membangun Buton Selatan menjadikan Busel menjadi maju, dan inovatif. Maju berarti bergerak menuju lebih baik dari kondisi hari ini. Sementara inovatif, bagaimana memberdayakan pemikiran, akal sehat, memberdayakan sumber-sumber disekeliling kita dalam hal yang baru. Hal yang baru bukan berarti harus membangun yang baru, biarpun sumber daya, resources, dan masalah-masalah tradisional. Satu contoh kecil saja tentu inovasi dari aspek budayanya kita bisa merekayasa dalam rangka peningkatan potensi sumber daya asli daerah. Harus ada inovasi-inovasi, jelas penemuan baru, tapi artinya sumber-sumber yang ada itu dari hal yang sifatnya tradisional, konvensional bisa direkayasa untuk penemuan hal baru.

--Terkait SDM pejabat tipe seperti apa yang akan digunakan karena ini daerah baru, secara fundamental jika pondasinya kuat tentu tidak susah membangun daerah ini kedepan?

Kebetulan saya baru dapat informasi dari Biro Organisasi Pemerintah Provinsi Sultra tentang kelembagaan Kabupaten Busel yakni surat Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi nomor B/4576/.CARB/XI/2014 tentang Persetujuan Pembentukan Perangkat Daerah Kabupaten Buton Selatan, yang isinya tidak jauh berbeda dari usulan kami dari  Buton Selatan untuk mengisi jabatan-jabatan ini terus terang saya hanya membutuhkan kader-kader birokrasi yang profesional tentunya. Kalau kabinet Presiden Jokowi ada profesional partai dan profesional, saya terus terang saja disamping profesionalitas, juga keterwakilan wilayah, aspek wilayah menjadi perhatian ada keterwakilan dari tujuh kecamatan.

Satu contoh berbicara soal perencanaan kita butuh orang yang ahli perencanaan. Saya kira dalam manajemen moderen bagaimana penempatan pegawai sesuai kemampuan dan keahlian, the right man in the right place. Itu yang saya tegas dalam setiap pidato saya mengatakan bahwa, salah meletakan dasar pembangunan di Buton Selatan akan amburadul dalam sejarah perjalannya. Makanya kita awali dari perencanaan khususnya tata ruang wilayah. Insya Allah ada informasi untuk masalah perencanaan ini disamping saya biayai dari APBD Buton Selatan juga ada usulan untuk dibiayai APBD Provinsi Sultra. Karena membangun daerah baru dibutuhkan sebuah perencana yang baik, khususnya penataan ruang. Disetiap pidato saya mengatakan kita sebagai aparat birokrasi yang hari ini dipercayakan pemerintah untuk menangani Busel, bukan untuk datang belajar disini tapi datang untuk bekerja, bekerja, dan bekerja.

Sehingga saya blak-blakan kadang-kadang ada kepentingan-kepentingan, kemauan-kemauan aspirasi dari beberapa kecamatan cakupan wilayah Busel menawarkan beberapa kader, tapi saya wanti-wanti asal jangan bawakan saya guru. Bicara SDM guru cukup, bukan menafikan guru tapi kalau guru punya penyesuaian-penyesuaian tentunya. Perlu waktu untuk memahami mengapresiasi tugas-tugas birokrasi, karena birokrasi ini gampang-gampang susah. Disamping butuh keahlian juga butuh apresiasi yang tinggi, sehingga dengan apresiasi yang tinggi tentu akan lebih giat, lebih rajin bekerja sesuai kompetensi yang dimiliki.


--Berikut, soal pejabat di Busel masih prematur, dewannya juga belum ada, sektor unggulan, tata ruang dan wilayah, dan PAD semuanya belum tergambar jelas. Kira-kira bagaimana bapak menggambarkan ini sehingga Busel punya masa depan walaupun bapak memimpin durasinya hanya sekitar satu tahun?

Sebenarnya potensi di sana sudah cukup jelas, hanya untuk lebih dimaksimalkan lagi. Kan kita sudah mekar tentu perhatian Pemerintah Daerah dalam mengembangkan dan membangun potensi daerah semakin besar peluangnya dibading pada saat bergabung dengan Kabupaten Buton.

Potensi sudah ada, tinggal regulasinya kita atur kembali karena pertama, sampai hari ini belum ada DPRD Kabupaten Buton Selatan. Sudah koordinasi dengan pemerintah Kabupaten Buton insya Allah Februari DPRD Kabupaten Busel terbentuk, saya terus terang sangat merindukan kehadiran DPRD. Karena itu mitra saya, "istri" saya dalam merumuskan, merencanakan persoalan-persoalan daerah. Jadi untuk sementara saya kira karena sudah ada kelembagaan sekalipun secara formal belum dilayangkan di Busel, tapi formatnya sudah ada sudah bisa mengancang-ancang untuk persiapan pelantikan SKPD. Saya akan membuat sebuah keputusan-keputusan bupati, tentu payung hukum mengenai masalah retribusi daerah dan masalah-masalah apa saja, apakah retribusi perikanan, kehutanan, pertambangan dan lain sebagainya yang tetap mengacu pada Peraturan Daerah Kabupaten Buton.

Ketika DPRD Busel terbentuk tentu menjadi mitra saya untuk membuat Perda sehubungan dengan izin-izin yang sementara dilaksanakan dengan keputusan bupati karena itu menjadi payung hukumnya. Saya insya Allah akan sangat jauh mencari Kabag Hukum, karena terus terang setelah saya assesment dengan teman-teman di kabupaten maupun kota, kalaupun ada, pemerintah kabupaten kota bersangkutan tidak mau melepas pegawainya. Tapi cukup jauh saya ambil dari Buton Utara untuk menjadi calon Kepala Bagian Hukum dan kompetensinya bisa diandalkan, pengalamanya cukup meramu sebuah aturan-aturan untuk menopang mendukung pelaksanaan pemerintahan pembangunan daerah.


---Soal PAD kira-kira apa primadona di Busel untuk bisa mengangkat daerah itu sehingga bisa menjadi hasil yang besar?

Saya kira cukup jelas, menjadi letak geografis kita ini kan cukup besar wilayah launtanya ketimbang daratnya, sehinga terus terang sektor kelautan dan perikanan yang menjadi andalan. Hanya saya setelah beberapa hari ini melakukan kunjungan dilapangan dan bicang-bicang dengan para nelayan, ternyata dua hal pokok yang menjadi persoalan dalam rangka meningkatkan daya dukung sektor kelautan dan perikanan. Pertama, kekurangan sumber daya manusia, kedua, kita diperhadapkan dengan sangat minimnya alat tangkap dan peralatannya. Bisa dibayangkan ikan diwilayah Busel justru orang diluar Busel menikmati. Memasang rumpon saja jauh di atas Batuatas sehingga gelombang ikan tidak akan maksimal menuju Batuatas. Sangat minim cara tangkap, saya kira ini bisa dimaklumi karena pada saat bergabung dengan Buton, keterbatasan dana alokasi yang diperuntukan bagi nelayan kita untuk meningkatkan taraf hidup meraka.

Ketiga, kalaupun penghasilan nelayan begitu banyak, besar, tapi diperhadapkan dengan sarana pendukung lainnya, yaitu listrik, coldstorage. Makanya program andalan kami, insya Allah saya besok akan menuju Bali untuk rapat dengan Menteri Perikanan dan Kelautan dalam rangka membicarakan kawasan perairan Busel. Tentu saya akan ke sana dengan membawa beberapa proposal mudah-mudahan akan menjadi kenyataan, akan menjadi ril ini harapan-harapan masyarakat Busel. Itu genjotan-genjotan progam yang saya sampaikan coldstorage, dan coldstorage tak akan ada tanpa pembangkit listrik. Sekalipun didaratan Buton Selatan. Sudah ada pengusaha yang menghadap saya untuk membangun listrik dari tenaga biogas dari rumput gajah yang bahan bakunya dari Bogor, Tapos.

Jadi sektor perikanan dan kelautan sangat banyak ikan di Buton Selatan ini dikeruk nelayan dari luar Buton Selatan menggunakan alat tangkap moderen. Padahal aturanya jelas dalam kedalaman laut sekian harus menggukan alat tangkap, kapal GT misalnya. Tentu kedepan kita akan menyesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan daerah untuk menuntaskan persoalan-persoalan masyarakat tadi.

Dan saya kira daerah akan terinspirasi dengan program Kementerian Perikanan dan Kelautan, jadi saya sepakat dengan apa yang disampaikan Menteri, Bu Susi bahwa sekalipun secara blak-blakan kita harus menangkap ikan, setelah itu dijual. Dia tidak terlalu berharap dari budidaya ikan, karena mungkin waktu yang cukup panjang untuk menghasilkan sebuah penghasilan masyarakat. Sekarang bagaimana menangkap ikan sebanyak-banyaknya untuk peningkatan kesejahtaeraan masyarakat, kalau perlu didukung dengan sarana dan prasana pendukung. Kalau perlu dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat kenapa tidak kita bangun pabrik ikan misalnya, pakan ternak yang bahan bakunya dari ikan ketimbang kepala ikan atau tulangnya terbuang begitu saja kenapa tidak dimanfaatkkan maksimal dalam rangka memenuhi kebutan masyarakat yang memerlukannya kota atau kabupaten seperti Baubau, Buton, Muna. Kenapa bahan baku itu tidak dari Buton Selatan yang kebetulan hari ini gerombolan ikan di Busel cukup besar untuk membangun sebuah pabrik perikanan.

---Kalau cold storage titiknya dimana saja yang dinilai layak untuk menyesuaikan dengan sektor mata pencaharian masyarakat yang lebih banyak nelayan?

Coldstorage ini semua kecamatan yang ada di kepulauan tentu, karena semua masyarakatnya nelayan, dari Kadatua, Siompu, Siompu Barat, Batuatas. Tentu kemudian harapan kami selaku pimpinan daerah bagaimana kita menjawab harapan, permintaan, atau aspirasi masyarakat akan kebutuhan coldstorage, kalau anggaran mencukupi kenapa tidak, semua kecamatan menjadi prioritas. Sebab tiga pulau, empat kecamatan ini mayoritas masyarakatnya nelayan.

Saya tidak mau dengar lagi dan menginginkan nelayan Busel setiap tahun ditangkap di Australia. Kemudian dipenjarakan di Australia, saya kira mungkin Pak Jokowi selaku Presiden terinspirasi dengan masyarakat Busel, begitu ketemu dengan kapal-kapal penangkap ikan dari luar yang tidak resmi kapalnya ditenggelamkan. Tapi masih lebih bagus dari Pak Presiden karena di Australia tidak langsung dipulangkan tapi dipenjarakan dulu. Saya kira presiden terinsprirasi dengan kasus Buton Selatan, kerena beberapa kali masyarakat Busel dipernjara disana. Bahkan tahun-tahun kemarin Duta Besar Australia pernah datang disalah satu pulau di Busel untuk memberikan sosialisasi, pencerahan-pencerahan bahkan bantuan pendidikan kepada masyarakat Buton Selatan di sekolahkan diberbagai perguruan tinggi atas bantuan Australia. Supaya SDM disana tidak perlu lagi mencari ikan diperbatasan Australia dan kemudian menyeberang di wilayah Australia.

---Soal infrastruktur, sebagai daerah baru infrastruktur adalah persoalan mendasar, tadi sudah disinggung infrastruktur perikanan ditingkatkan, lantas infrastruktur apa lagi menjadi  prioritas?


Membangun itu multi dimensi, semua sektor, infrastruktur jalan, transportasi, air misalnya seperti feri dan lain sebagainya dalam rangka penunjang pengikatan pendapatan masyarakat. Saya sangat paham kondisi masyarakat Busel, masih di bawah standar dibanding lain. Terus terang daerah Busel masih tergolong daerah tertinggal, dari 17 daerah otonom sekarang saya melihat Buton Selatan yang paling ketinggalan. Nah, inilah tantangan bagi kami sebagai pejabat, tapi kadang-kadang niat baik itu tidak dianggap baik oleh orang lain tentang konsep-konsep Busel ke depan sehingga tantangan dari aspek sosial tentunya banyak. Karena lahirnya Busel ini agak beda dengan daerah yang bersama-sama mekar dengan Busel. Dari latar belakang proses pembentukan pemekaran Buton Selatan agak lain dari pada yang lain sehingga "getaran-getaran" itu masih nampak. Walaupun berbagai iven saya sampaikan bahwa eforia pemekaran selesai, mari bersatu padu membangun, tapi sampai hari ini "getaran" itu masih terasa. Tapi yakin dan percaya, coba kasih saya kesempatan memikirkan bagaimana kebersaaman membangun daerah ini betul-betul keinginan kita bisa terwujud.

Kita bicara kembali soal infrastruktur saya kira di tiga pulau ini sudah menjadi pengetahuan kita sekarang sudah ada angkutan sungai dan penyeberangan yang menghubungnkan tiga pulau ini. Hanya belum diimbangi dengan fasilitas pendukung sehingga bisa melancarkan, mempercepat alur penyeberangan.

Yang kedua, infrastruktur jalan yang memprihatinkan yaitu jalur Sampolawa, Lapandewa, Lakaliba, Tira dan Tira Bahari ini perlu penanganan. Karena terus terang saja dan saya cukup kaget juga ternyata hasil-hasil ikan di Lakaliba ini penghasil ikan asin terbang. Produksi tradisional masyarakat setelah diasinkan ternyata mereka lebih banyak nelayan menjual hasil tangkapanya di Flores. Karena mungkin hubungan pertemanan diperairan, sehingga hasil-hasil itu mereka jual disana. Padahal pasar Baubau cukup menjanjikan, apalagi hasil-hasil tangkap dibawa ke Timur Indonesia, Ambon misalnya, Kendari dan Surabaya. Tapi aneh bin ajaib mereka menjual hasil tangkapanya ke orang Flores yang saya amati itu teman-teman mereka di tengah laut. Pada saat tangkap ikan, jemur didarat, digarami, dikeringkan, setelah itu dibawa lagi di laut untuk dijual kembali ke orang Flores, ini hanya akibat keterisolasian wilayah.

Makanya dalam waktu dekat ini saya akan membangun infrastruktur jalan mengarah ke Lapandewa khususnya ke Warope, sangat ngeri kita lalui. Alhamdulillah Pemprov akan mengalokasikan dana, ada informasi mengalokasikan juga APBD Provinsi sesuai proposal yang saya masukan di Dinas PU Sultra dan tim anggaranya. Saya kira ini sebuah rejeki nomplok untuk Busel. Mungkin akibat hubungan yang mesra, pertemanan, mungkin karena saya hari ini masih salah satu pejabat SKPD di Sultra. Sehingga hubungan-hubungan itu mungkin semakin lebih akrab lagi, ketika kita masukan proposal, kemudian program-program yang rasional, masuk akal untuk kebutuhan masyarakat Busel.

--Yang bapak sebutkan jalur jalan tadi, selama ini dikenal sebagai "jalur neraka" mungkin, karena tanjakannya tinggi, jadi "jalur neraka" ini akan dirubah?

Hahaha, betul sekali, makanya tadi untuk mengatasi masalah seperti ini, insya Allah pejabat yang saya lantik ini sudah mencatat itu, saya sudah berap kali ajak beliau untuk melihat dari dekat. Insya Allah beliau sanggup untuk itu, secara teknis beliaulah yang memahami dan mengetahui. Untuk menghapus semua jalur neraka tadi, memang betul tanjakan yang begitu luar biasa tinggginya, saya ngeri-ngeri sedap disana pada saat menanjak disana. Sudah dua kali kesana untuk meninjau dari dekat bagaimana kesiapan Pemerintah Daerah untuk menangani ini.

Untuk jalur Kaongke-ongkea, Hendaa dan Rongi, Sampolawa insya Allah tahun ini masih pemerintah Kabupaten Buton yang merealisasikan perbaikan pengaspalan jalan, praktis tidak akan sampai 50 kilomter lagi yang menjadi "PR" pemerintah Busel dijalur tersebut untuk diperbaiki. Diluar dari jalan yang ada di Kadatua, Siompu dan Batuatas mereka juga memerlukan infrastruktur yang bagus dan baik. Apalagi perbaikan sarana dan prasarana ASDP untuk tempat penyandaran Feri di Siompu, Kadatau betul-betul mereka membutuhan pelensengan. Kalau ini berjalan dengan baik saya kira akan menimbulkan multiplayer efek yang luar biasa. Saya berharap ke depan ketika pelantikan selesai, mungkin orang yang berobat di RSU Bahteramas yang mejadi rujukan tidak perlu naik Johnson akibat tingkat kenyamaan dan keamanan, saya kira akan lebih aman dan nyaman kalau naik Feri ketimbang naik johnson kecil. Kenapa tidak naik ambulans saja mereka? Karena hari ini orang yang mengantar mobil ke tiga pulau ini masih pakai pincara sekalipun sudah Feri tapi masih luar biasa sulitnya, karena belum ada pelensengan. Kalau sudah ada ini insya Allah kalau berangkat pagi, sore hari sudah bisa pulang kembali, pedagang, pekerja, karena ketiga pulau ini masih merupakan hinterland Baubau. Makanya Baubau over capacity kadang-kadang siang hari, karena padagangnya dari berbagai daerah hinterland tadi, Kadatua, Siompu, Batuatas.

---Buton Selatan termasuk unik, selain "jalur neraka" ada juga banyak orang menyebut "Nusa Kambangan" Batuatas sebagai daerah yang dianggap terbelakang selama ini. Kira-kira bagaiman caranya untuk menghapus imej tersebut sehingga bisa sejajar dengan enam kecamatan lainnya?

Sebenarnya ini pengingkaran akan komitmen sebagai PNS, sebelum menjadi PNS sudah berjanji, menandatangi pernyataan bersedia ditempatkan diseluruh wilayah Indonesia. Saya kira baru beberapa mil Batuatas dengan ibukota Kabupaten, tidak jauh hanya terus terang saja kondisi hari ini, PNS sudah agak manja. Namun demikian untuk menyahutinya supaya tidak terkesan sebagai daerah terpencil, daerah pembuangan, daerah yang betul "neraka" bagi PNS saya kira akan diperbaiki jalur transportasi laut tadi. Sehingga merasa betul-betul berada ditempat selama ini dengan ASDP ini, ada johnson, ada kapal besar yang 20 atau 30 GT, tinggal pilih alternatif alat transportasi mana? Mau cepat atau lambat, ASDP memang agak lambat tapi aman dan nyaman apalagi musim Barat yang sudah dekat, mungkin bulan Januari ini luar biasa ombak melintas di tiga pulau tersebut.

Biar sarana trasportasi tersebut berkompetisi, tapi tetap akan berjalan, tidak akan mungkin menghapuskan transportasi yang sudah jalan, biarkan berkompetisi sesuai mekanisme pasar. Yang penting hari ini bagaimana membuat PNS nyaman, betah tinggal di Batuatas. Mungkin soal sarana hiburan yang belum ada disana, sebenarnya saya berpikiran mengutamakan putra daerah. Tapi rupanya berdasarkan pengalaman dan informasi, justru putra daerah yang tidak punya kemampuan untuk memimpin disana karena banyak-banyak putra daerah disana tinggal di Baubau. Sehingga disana siapapun dia yang penting punya komitmen untuk betul-betul mengabdi dan membangun Kecamatan Batuatas saya kira banyak cara untuk menjadikan PNS betah disana.

Untuk guru saya heran dan bingung, aneh bin ajaib, ketika ada seorang oknum guru yang kadang kepala sekolah jabatannya tapi ingin menjadi pegawai struktural. Sangat heran saya, ada oknum guru yang mau jadi struktural padahal bertugas ditiga pulau tadi, tiga kali menerima gaji, pertama menerima gaji PNS, kedua sertifikasi, ketiga tunjungan daerah terpencil. Saya juga tidak tahu tendensi dia mau masuk pegawai struktural. Ia mestinya bangga, senang, betah bertugas ditiga daerah kepulauan ini. Dengan adanya transportasi laut, apalagi Feri sudah lancar ini saya kira tidak ada masalah.


---Terakhir, kondisi saat ini bapak masih berada kondisi transisi, dari daerah induk menuju daerah pemekaran. Masyarakat juga masih berada pada masa transisi sekarang, bagaimana bapak menggerakkan masyarakat hingga bisa berpartisipasi dalam pembangunan dan membawa Busel melewati masa transisinya?

Saya terus terang berupaya keras bersosialisasi dimana-mana, yang pertama mindset harus dirubah, kita hari ini sudah berada pada satu kabupaten. Apa iya masyarakat kalau kita mengingikan berada dalam ibukota kabupaten dan punya ibukota Batauga, apa iya masyarakat bisa menyumbangkan tanah ketika saya mengembangkan Batauga. Itu persoalanya, jangan hanya hanya sebuah konsep, retorika, kita membangun negeri tapi bentuk partisipasi yang diberikan pemerintah dan kepada daerah tidak ada.

Saya tidak mau lagi melihat di ibukota Batauga, ibu-ibu, ina-ina masih cari kutu di tangga misalnya, mohon maaf ini, untuk pagar tidak perlu harus sama misalnya, didepanya harus ada hatinya PKK, iya kan. Sebuah pemandangan yang tidak lazim dimasyarakat desa. Ketika rezim yang berkuasa pagarnya harus warnanya sekian itu kan ciri masyarakat desa, kalau Golkar menang kuning semua pagarnya, PDIP menang merah semua, biru menang biru semua. Sebenarnya pemikiran yang homogen seperti ini sangat bagus untuk membangun. Siapapun pejabatnya tidak akan susah, tidak akan rumit untuk menggerakan, tapi kelemahannya tidak ada ide-ide cemerlang, itulah ciri masayarkat homogen ketimbang heterogen.

Hanya persoalannya, ini sebuah tantangan, siapa pun pemimpinnya, tidak akan nikmat sebuah perjuangan manakala tidak ada tantangan, tidak ngeri sebuah sungai ketika tidak ada buaya, itulah gelombang laut juga seperti itu disitulah dinamika sebuah perjuangan. Tapi sekali lagi sebelum saya akhiri, saya hanya mengharapkan pemahaman, pengertian, partisipasi masyarakat, karena hanya dengan kebersamaan, persatuan kita bisa membangun. Tidak satupun kegiatan pembangunan dilakukan dalam kondisi sosial yang tidak stabil, itu rumus. Sebab menjadi slogan aparatur dalam menuju masyarakat yang adil, makmur yang sejahtera, dibutuhkan kondisi keamanan yang kondusif sekali.(***)

Minggu, 16 November 2014

---Membaca Pikiran Umar Samiun Membangun Buton

Open Management, tanpa Mantra Sim Salabim



DUA tahun lebih, Samsu Umar Abdul Samiun membangun Buton. Banyak hal yang telah ditorehkan dalam menjalankan roda pemerintahan. Apa saja kiatnya untuk terus memuaskan hati rakyatnya? Berikut petikan wawancara eksklusifnya bersama wartawan Buton Pos, Irwansyah Amunu.


---Dengan kondisi Buton sekarang, di tengah perjalanan ada pemekaran wilayah Buton Tengah (Buteng) dan Buton Selatan (Busel), dikatakan pahit tapi merupakan jembatan emas pemekaran Buton Raya. Apa pengaruhnya bagi Buton ke depan?

Sebenarnya memang hampir kita tidak punya kesiapan yang serius dari rencana pemekaran dua daerah itu karena hitung-hitungan kita, berdasarkan kebiasaan yang terlepas satu dari dua wilayah yang ada. Karena pemakaran mengandung konsekuensi yang sangat riskan sekali dari sisi pendanaan. Karena daerah itu masih 95 persen biayanya suplai pusat, sudah begitu kisarannya berada di DAU (Dana Alokasi Umum) kita. Terkait dengan problem ini ada beberapa rancangan yang kita sudah siapkan terpaksa mengalami pergeseran.

Saya kan baru menjabat bupati kisaran dua tahun, kita tahu juga mengurus satu daerah bukan hal kecil. Artinya persiapan untuk ending dari sebuah program dibutuhkan waktu yang cukup panjang dan saya punya target tercapai, dua tahun masa persiapan terkait dengan rencana program yang kita mau dorong. Khususnya program pembangunan dan kesejahteraan rakyat. Dalam RPJM baik dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang maupun Menengah kita sudah siasati rencana program. Dan sumber-sumber pendapatan dan anggaran lain diluar DAU ini, tapi siapa nyangka di tengah jalan ini terpisah dengan begitu cepat. Sehingga memang saya harus memahami bahwa banyak program-program yang tadinya sudah kita siapkan secara total meliputi Kabupaten Buton secara menyeluruh mulai dari Buton Tengah, Buton Selatan, dan Kabupaten Buton Induk sudah dituangkan dalam rencana pembangunan baik dalam jangka panjang maupun menengah.

Semisalnya begini, dalam protek kita ada beberapa daerah-daerah unggulan yang kita prioritaskan sebagai sumber pendapatan daerah, tetapi ada juga dibeberapa daerah yang kita sudah pastikan sumber galian Pendapatn Asli Daerahnya sangat lemah. Misalnya di dua daerah ini, Buton Selatan, kontribusi pendapatannya hanya sekitar Rp 150 juta per tahun, demikian juga di Buton Tengah hanya kurang lebih Rp 400 juta.

Nah sementara akumulasi pendapatan kita dalam tahun berjalan selama ini hanya dalam kisaran Rp 20 miliar saja, jadi bisa dibayangkan. Indikator pendapatan keuangan kita dari Pusat hanya dihitung dari indikator pendekatan luas wilayah, dan jumlah penduduk. Luas wilayah Kabupaten Buton ketika kita masih total kurang lebih untuk daratnya 4900 kilometer bujur sangkar, dan lautnya kurang lebih sekitaran 1500-an kilometer bujur sangkar. Nah ini kita sudah bagi tiga, bukankah berarti pergeseran dana itu mengikuti luas penduduk kita dari 338 ribu totalitasnya tadi kita bagi tiga lagi, jadi sekarang Kabupaten Buton induknya tinggal 127 ribu, lalu di Kabapaten Buton Tengah 138 ribu, dan Kabupaten Buton Selatan 109 ribu. Nah uang itu mengikut ke sana, dengan sistem pembagian yang merata dengan indikator luas wilayah dengan jumlah penduduknya.

Sehingga kalau ditanyakan tadi program saya ada kesenjangan tentunya disana tentang pemanfaatan dana. Tapi juga ini sebenarnya peluang juga bagi saya. Tadi saya katakan ini pahit, pada tingkat awalnya akan tetapi setelah itu insya Allah saya akan lebih mudah mensiasati rencana pembangunan ini, misalnya saya dari tadi mengurus 21 kecamatan sekarang kita tinggal mengurus tujuh kecamatan saja. Infrastruktur kita sudah siapkan, dalam waktu dua tahun kemarin saya begitu serius membangun infrastruktur baik lingkar dari Kapuntori menuju Wabula yang sekarang jadi Kabupaten Buton, lalu dari Baubau, Baubau menuju Sampolawa, Mambulu juga sudah selesai. Lalu kemudian di Buton Tengah dari Labungkari-Lombe menuju Labungkari menuju Mawasangka juga sudah klir terakhir, itu sudah kita genjot. Nah termasuk rencana pendapatan di daerah yang bersumber dari potensi sumber daya alam kita, khususnya aspal karena hanya itu saja yang kita punya dan pariwisata, dua ini saja yang kita punya.

Nah oleh karenanya, selama dua tahun persiapan saya mempersiapkan bagaimana meyakinkan kepada Pemerintah Pusat bahwa aspal Buton sudah layak dipakai di seluruh Indonesia. Bukan hanya dalam konsep kelayakan pemakaiannya, tapi bagaimana aspal Buton 100 persen komponennya menggeser posisi aspal minyak tadi yang diimpor korang lebih Rp 9 sampai Rp 10 triliun per tahun. Nah sampai dengan dua tahun ini sudah siap, kan ini cukup lama ya. Baik mempersiapkan misalnya para pemegang usaha aspal ini lalu kemudian meyakinkan mereka dari sisi kesiapan produksi mereka yakin bahwa betul-betul dengan apresiasi saya meyakinkan Pemerintah Pusat dan beberapa propinsi yang ada di tanah air ini seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, betul-betul bisa kesampaian sehingga mereka yakin kalau produksi nanti tidak sia-sia. Itu sudah kita lakukan, kemarin berakhir dengan kunjungan dari anggota Komisi V DPR RI, itulah yang puncaknya ini semua.

Cuma saja kan tiba-tiba berganti pemerintahan, saya opitimis di pemerintahan Pak Jokowi ini akan lebih bagus, karena Pak Jokowi ini dalam sumbu pemerintahannya bersifat nasional. Kalau bersifat nasionalis otomatis maka produk-produk daerah lebih diprioritaskan pemanfaatannya. Artinya apa? Artinya dalam stok yang lebih kecil, insya Allah dua tahun waktu ini kecuali memrpersiapkan kebijakan daerah, meyakinkan kepada para pemegang izin, termasuk pada investasi yang mau datang untuk siap produksi di 2016. Sehingga kita yakinkan Pemerintah Pusat, Kabupaten Buton sudah siap untuk dipakai aspalnya dalam rangka menggeser posisi aspal minyak ini. Dan ini terbukti, hari Senin (hari ini, red) Pemerintah Propinsi mengadakan seminar, dan saya salah satu diundang untuk pematerinya disitu. Ini kerjasama Pemerintah Provinsi dengan Kimpraswil di Jakarta, ini juga merupakan gebrakan yang berkelanjutan dari sebelumnya ada lagi Seminar Regional di Makassar, Kementerian Kimpraswil meyakinkan lewat justifikasinya aspal Buton sudah layak dipakai pada aspal di tingkat nasional, aspal-aspal pada jalan nasional. Jadi sebenarnya ini sudah selesai, tinggal bagaimana kesiapan daerah, bagaimana kesiapan mentalitas masyarakat.

Karena mentalitas masyarakat sangat rentan dengan hal-hal baru, saya mencoba mengembangkan dua potnsi ini, aspal dan pariwisata, terus mendapat tekanan-tekanan. Pariwisata yang juga kita anggap adalah satu potensi yang sangat besar untuk Pendapatan Asli Daerah kita, sekarang diganggu terus, dalam dua tahun perjalan saya meyakinkan lagi pemerintah Pusat bahwa potensi pariwisata baik dari sektor pariwisatanya di laut, di atas laut, budayanya dengan budaya tuanya sudah menginternasional tapi justru di dalam sendiri berkaitan dengan mentalitas masyarakat sangat sulit sekali apalagi ada memang orang-orang yang tidak suka saya secara pribadi masuk menyusup disitu.

Nah inilah, tapi ini tantangan, ini enak ini. Enaknya dimana? Kita dipicu juga untuk menyelesaikan satu masalah baru berkaitan dengan mentalitas masyarakat. Karenanya itu saya rapat dengan seluruh kepala SKPD, saya ini hanya satu orang bupati, didampingi Wakil Bupati, kalau kemudian hanya saya terus yang melakukan kesiapan-kesiapan, dimana kalian semua hanya diam saja, ini tidak bisa selesai juga. Padahal jajaran pemerintahan itu kan dari lurah, kepala desa, camat, dan seterusnya ke atas. Seakan-akan yang menanggung beban ini, saya yang memikul semuanya.

Kata-katanya itu sering orang bilang oh iya kecepatan bupati itu speedometernya larinya 100 kilometer per jam, dibelakang larinya sampai 25 atau 30 kilometer per jam, tapi inilah tantangan, sehingga saya kembali lagi dua program yang saya canangkan ini juga bersinggungan dengan saya punya visi misi. Visi misi itu bagaimana menjadikan Kabupaten Buton berbasis bisnis dan budaya terdepan. Bisnis ini, bagaimana Kabupaten Buton bisa bisnis? Kemarin saya sudah sampaikan kepada seluruh investor bahwa silahkan, welcome anda masuk di daerah saya investasikan modal anda baik di pariwisata maupun di sumber daya alamnya. Akan tetapi saya tidak mau anda pretelin kami, anda masuk siapkan porsi berapa besar saham yang diberikan kepada pemerintah daerah? Rata-ratalah mereka sepakat saham yang akan diberikan ke Pemerintah Daerah melalui Perusahaan Daerah, 10 persen. Yang ke-2, ada lagi kontribusi dalam rangka mereka mempercepat pembangunan di daerah, yang tadinya kita tetapkan Rp 50.000 per ton akan tetapi itu bukan, itu hanya sebagai plafonnya saja, karena mendapat smacam saran, advice dari BPK karena berupa sumbangan maka pemerintah daerah tidak bisa ngotot, karena namanya sumbangan tidak boleh rata. Artinya saya mau nyumbang 5 perak, sana 10 perak, begitu sifatnya sehingga saya sampaikan juga ke mereka supaya dari standarisasi yang kalian sudah buat, sekarang kalau misalnya sudah siap ajukan penawaran secara resmi, kalau perlu tembuskan ke KPK, BPK, semuanya sana supaya tidak ada lagi yang diduga macam-macam.


---Transparansi?

 Ya itulah. Inilah yang saya sampaikan tadi, sehingga mudah-mudahan dalam rens waktu saya yang dua tahun ini seluruh kesiapan dalam rangka kita mendapatkan tambahan anggaran dari Pendapatan Asli Daerah ini mudah-mudahan secara teknis sudah siap.  

                           
---Tadi menyinggung soal mental masyarakat dikaitkan dengan lompatan besar dua tahun ini dalam pertambangan, aspal dan pariwisata, bagaimana menyiapkan mental masyarakat supaya lebih siap?


Itulah meyakinkan masyarakat ini sebenarnya penuh tantangan tapi juga ini namanya sebuah seni kita menyelesaikan masalah, apalagi masyarakat kita sendiri, tapi inilah. Coba bayangkan saja, saya meyakinkan kepada berbagai pihak harus melakukan dengan berbagai iven khususnya terhadap pariwisata, dan iven-iven ini sudah berskala internasional. Dari beberapaa pihak sudah meyakini bahwa apa yang saya lakukan sudah tepat. Tapi itu dia karakter masyarakat ini saya yakin bisa diselesaikan dengan pertama, saya yakin budaya dapat menyelesaikan seluruh persoalan-persoalan konflik yang ada pada kita selama ini. Khususnya konflik-konflik yang diakibatkan pemilihan secara langsung, baik konflik pada saat pelaksanaan Pemilukada maupun Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden kemarin. Pada puncaknya memang saya menunggu ini biar satu kali diselesaikan. Budaya, dengan budaya ini kita bisa selesaikan.

Kemarin saya cobalah, sehingga saya rapat dengan SKPD bagaimana menyelesaikan ini, output yang kita dapatkan dari berbagai masukan, pertama, kita melakukan sosialisasi secara merata, misalnya saya sudah memberikan tanggungjawab di SKPD ini, khususnya di kecamatan ini, misalnya ini, ini dan terus melakukan program, edukasi, dan sosialisasi disitu bahwa program pemerintah daerah kita khususnya dalam lima tahun ke depan betul-betul tujuannya untuk pembangunan daerah dan kemaslahatan masyarakat kita.


---Kemudian terobosan baru ada akuntabilitas sehingga masyarakat bisa mengakses informasi anggaran dengan melibatkan penyidik dalam penyusunan anggaran. Apakah hal tersebut juga merupakan salah satu cara untuk meyakinkan masyarakat dalam hal penyaiapan mental mereka?

Ya, ya, sebenarnya memang awalnya ini semua diawali dengan rasa curiga yang tinggi. Khususnya terhadap pengelolaan keuangan daerah ini, dari situ awalnya. Karena selama ini, saya bupati baru dua tahun, tapi sebelumn saya ada bupati banyak dan ada yang memakan 10 tahun, rata-rata 10 tahun. Dan selama itu juga penggunaan anggaran dilakukan dengan cara yang tertutup. Sehingga imbasnya sampai ke saya yang ketika saya sudah punya niat untuk melakukan transparansi dalam rangka penggunaan anggaran. Rasa-rasanya mereka terlalu cepat untuk mempercayai, bagaimana cara mencari satu terobosan supaya masyarakat benar-benar meyakini bahwa dalam rangka penggunaan anggaran kita melakukan dengan cara-cara yang tepat.        
Baik dalam rangka persiapan programnya, pembiayaan programnya, termasuk pengawasan dan seterusnya. Bahwa dalam penyelenggaraan itu ada kesalahan-kesalahan berupa teknis misalnya kesalahan yang dilakukan pihak-pihak ke-3 dalam rangka misalnya pembangunan jalan, itu bukan langsung mengarah ke kita. Karena disitu menurut kami masih ada kesalahan-kesalahan para kontraktor ada yang nakal juga. Tapi ini kan semua diselesaikan, seperti kemarin yang diwacanakan di Batauga, bukan kami. Tapi itu kan sudah diperbaiki oleh kontraktor.

Saya kembali lagi disitu, sehingga dalam rangka menghapuskan rasa curiga ini saya memulai dari sesuatu yang baru. Pertama, mulai start ketika bicarakan berapa uang kita, berapa banyaknya uang kita. Nah ini kan langsung tercermin dalam APBD yang akan datang, akan berjalan nanti.

Tadi saya sudah sampaikan rancangan APBD kita Rp 552 miliar, ditambahkan DAK dan seterusnya, tapi itu besar sampai 500-an lebih karena disitu ada dana sertifikasi Rp 110 miliar, ada dana DAK yang kurang lebih Rp 100 miliar, ada Dana Desa yang kurang lebih Rp 12 miliar, ada SIPLA disitu jadi kelihatan besar, padahal intinya hanya Rp 252 miliar lalu dikurangi pembayaran gaji, selesai. Paling yang kita asumsikan dari Rp 252 miliar tinggal kurang lebih Rp 100 miliar.

Ini dampak dari pemekaran, bagaimana cara meyakinkan ke mereka? Saya yakin kalau saat mulai dari kita terima uang lalu mereka tahu berapa besarannya, lalu berapa kita alokasikan pada semua item-item anggaran, lalu bagaimana cara pelaksanaan dan melakukan pengawasan, termasuk melibatkan mereka. Saya kira rasa curiga dengan sendirinya akan hilang. Pertama dari pihak penegak dulu, jaksa dan kepolisian. Selama ini kan kita punya tugas masing-masing, saya kira walapun kita sama-sama pengelola anggaran, tapi lebih njelimet lagi yang ada di daerah, yang mungkin saja mereka tidak tahu dari luar, nanti sudah jadi kasus baru didekati. Nah, sekarang ok mari masuk di dalam. Lalu kita bahas sama-sama, lalu kita awasi sama-sama. Sekarang tinggal masyarakat, bagaimana masyarakat bisa mengawasi ini,  tentu dengan cara pemberitaan. Tidak mungkin semua masyarakat akan datang di Kantor Bupati, di Kantor DPR, karena lokasi mereka, kalau dibilang Kabupaten Buton ada di Pasarwajo, Kapontori, mana ujung Kapontori? Di Todanga sana, tidak mungkin datang disini kan? Bagaimana caranya mereka? Ya inilah yang saya bilang tadi, sangat penting informasi wajib pemerintah daerah menyampaikan informasi kepada masyarakat. Bagimana cara? Ya media, salah satu ya media. Bagaimana caranya kita mengakses informasi lewat media kalau perlu jangan hanya satu, dua, tiga, karena sebenarnya tidak banyak anggarannya.


--Transparansi tadi?

Ya, untuk transparansi tadi. Hanya kan jangan sampai saya disoroti lagi, ini ada main sama Buton Pos, ini ada main Kendari Pos, ini ada main dan seterusnya, dan seterusnya, saya sudah jenuh dengan tuduhan-tuduhan kaya gini. Sehingga ini juga penting diekspos ke masyarakat bahwa penting sekali mereka mengetahui apa yang dilakukan pemerintah daerahnya setiap harinya karena koran terbit setiap hari. Apa yang dilakukan, Bismilliah sampaikan. Tinggal kemudian manifestasi tentang penggunaan anggaran pada pihak-pihak ke-3 yang betul-betul kita jaga, pertama, jangan sampai ini terjadi pelonggaran anggaran hingga melampaui batas misalnya ya, dan seterusnya, dan seterusnya, kira-kira begitu yang saya mau sampaikan.

Dengan perbandingan begini, kalau misalnya hak memilih itu menjadi hak prerogatif yang didapatkan dari Tuhan secara langsung termasuk sebenarnya pengawasan melalui pemberitaan, hak yang harus diberikan kepada masyarakat. Konsesuensi anggarannya kalau kemarin dibandingkan oh ini biaya pembelian secara langsung sudah makan banyak anggaran sampai sekian triliun, nah okelah. Tapi berapa besar? APBN itu kurang lebih Rp 2000 triliun berapa misalnya anggaran langsung? Kan tidak sampai Rp 10 atau Rp 15 triliun, hanya nol koma nol sekian persennya kan dari total anggaran. Sama saja juga dengan pemberitaan, yang harus mereka tahu apa yang dilakukan pemerintah daerah. Memotong akses ini saya kira penting, supaya hilang rasa curiga semua tadi.

---Bicara soal aspal dan pariwisata, kira-kira sampai berapa

kenaikan PAD kalau dioptimalkan?


Ya, ok, jadi kalau kita lihat dari ini dulu, dari aspal, kita punya cadangan aspal kan banyak, kurang lebih 88 persen cadangan aspal dunia. Dengan potensi izin yang sudah dikeluarkan, dan izin, saya belum pernah keluarkan izin. Juga karena sudah moratorium juga tidak ada lahan baru karena sudah habis dikeluarkan oleh bupati yang sebelumnya. Saya hanya tinggal melakukan pengendalian yang ada ini.

Saya yakin, kalau misalnya hanya raw materialnya saja, aspal yang secara mentah dikirim ke China, ini saya sudah sampaikan kepada Kepala Dinas Pertambangan untuk menyampaikan kepada seluruh pemegang izin satu tahun kebutuhan aspal baik yang dipakai oleh dirinya, maupun yang akan dijual keluar itu berapa satu tahun? Ah ini masih sementara berjalan. Jadi kalau misalnya PT A, kami akan butuhkan katakan misalnya tiga juta satu tahun, PT B, dua juta, tiga juta, PT C seterusnya-seterusnya, kita sudah bisa langsung melihat, dari dua tiga juta dan setrusnya ini tinggal kali saja antara 25 ribu sampai dengan 30 ribu.

Nah, apalagi dalam tahun ini sudah banyak yang akan mulai eksploitasi itu dikisaran antara 100 ribu, 200 ribu, 300 ribu ton per bulan. Kalau itu kita bisa mencapai kisaran angka 400-an sampai 500-an miliar per tahun.

---Berarti tinggi sekali peningkatannya?

Ya, tentu. Ini saya berharap sudah sampai disitu karena kerja saya menyiapkan struktur dan meyakinkan pemerintah pusat sudah selesai.

---Berati kelipatannya dari tahun ini luar biasa peningkatannya?

Ya, itu kalau kita lihat lipatannya dari Rp 20 miliar per tahun, langsung naik ke, sekarang malahan setelah kita mekar bukan lagi Rp 20 miliar (PAD), tinggal Rp 13 miliar melompat naik ke Rp 300-an atau Rp 500-an miliar kan cukup besar.

Kemudian dari Pariwisata, sebenarnya Pendapatan Daerah ini ada yang masuk dan ada yang cukup kita hitung saja. Misalnya begini, Pariwisata dia punya basis, kita basiskan kepada masyarakat sebagai penerima manfaat. Jadi kita tidak ada hitung-hitungan disitu, berapa besar yang bisa. Tapi nanti kita lihat berapa peningkatan kesejahteraan masyarakat yang didapat dari situ. Misalnya saya hanya membuat infrastrukturnya, membuat aksesnya, mengekspos dan lain sebagainya, nanti masyarakatlah yang terlibat langsung sebagai penerima manfaat dari situ. Misalnya begini, ada yang kita kembangkan dari home stay yang dilakukan secara profesional. Nanti tahun ini kita alokasikan Rp 1,8 miliar yang didistribusikan di 60 unit rumah yang ada. Kita alokasikan itu pertama untuk membuat infrastruktur dasar rumahnya dia. Misalnya kamar mandinya yang harus standar karena ini yang mau datang bule, bukan untuk kita, lalu kamar rumahnya didalam sudah harus ada kamar mandinya, di dalam kamar sudah harus ada AC-nya, dan seterusnya, dan seterusnya.

Yang kedua, kita lakukan pembinaan, nah begitu datang investasi ini dia masuk di home stay. Home stay sudah jadi hotel, gitu lho. Nanti pendapatannya dibagi dengan pemerintah daerah, tapi pembagian itu hanyalah sebuah perjanjian saja karena pendapatannya sudah dilakukan secara proporsional nanti kemudian dari pendapatan tersebut kita bagikan lagi kepada masyarakat yang belum kebagian. Jadi berkelanjutan, berkesinambungan, jadi tidak ada hitung-hitungan masuk.

Ada lagi pendapatan yang kita dapatkan dari Perusahaan Air Minum Daerah yang juga kita tidak hitung lagi walaupun angkanya satu tahun ini kita dapat marginnya Rp 1 miliar. Rp 1 miliar itu kita tidak tarik, tetapi kita sampaikan kebijakanmu berpeluang saja untuk merekrut tenaga kerja lagi. Manajemennya untuk membayar saja tenaga kerja supaya mengurangi pengangguran, jadi ada masuk tapi kita tidak hitung.

Makanya mau saya kemarin, mau saya demonya seperti itu. Pak ini begini, begini akhirnya kemarin saya instruksikan PDAM, hei ke sini kamu, buka manajemenmu sama mereka, bicarakan dimana kamu dapat, berapa uang kelola, dan apa dimana. Akhirnya mereka tahu, oh iya ternyata begitu, oh jangan dikasih turun lagi itu Pak ternyata. Kenapa? Rasa curiganya dia, seakan-akan pemerintahan yang berjalan ini sama dengan pemerintahan yang sebelum-sebelumnya. Padahal kita sudah melakukan perubahan.

---Sekarang kita bergeser sedikit ke Lipo, bagi masyarakat ini kan ada sesuatunya, padahal di Sultra Lipo membuka investasi hanya di dua kota, Kendari dan Baubau. Bagaimana membuka cakrawala pemikiran masyarakat soal itu?


Masyarakat Baubau harus disentak, untuk mengetahui berapa sebenarnya uang yang mereka miliki karena selama ini kan belum ada yang bisa jelaskan secara terbuka. Saya kemarin mengikuti dari koran saja, APBD Kota Baubau kurang lebih Rp 600 miliar, maaf ini bukan berarti saya mengganggu ya, cuma saya sebagai salah satu warga yang ada disitu biar klir urusannya. Kalau mau jujur dari Rp 600 miliar pendapatan, jumlah pegawai di Baubau sudah melampaui batas, sudah 74 persen, dikali rata-rata saja 74 persen berapa pegawai disana dari dana yang masuk? Berarti dana segar yang diputar Pemerintah Kota Baubau untuk mensuplai untuk mempenetrasi pembangunan yang ada disitu dalam skala Rp 100 miliar lebih saja, itu lho. Mau bikin apa dengan dana itu coba? Lalu bagaimana kiprah ini harus ada, bagaimana masyarakat bisa didatangkan dengan sektor kerja baru. Terbukanya sektor-sektor usaha baru yang kemudian bisa menyerap tenaga kerja salah satunya, Lipo.

Tapi dia masuk disini bukan sim salabim saja dia masuk, harus dia percaya dulu. Pertama, orang mau masuk investasi itu, Pak Irwan juga kalau mau investasi yang mau dia lihat aman tidak saya investasi disana. Soal margin, atau tidak kita ada hitung-hitungan. Yang kedua, aman itu, siapa pimpinan daerah disini. Dia lihat dulu pimpinan daerah ini, bisa kreatif tidak. Jadi yang dipercaya pada prinsipnya pimpinan daerahnya dulu, kami dari gubernur meyakinkan kepada pihak Lipo karena begini di Sulawesi Tenggara, yang menjadi magnet ekonomi dua, Kendari, Baubau. Oleh karena itu kenapa ya masyarakat ini dilakukan sebuah perubahan yang besar lalu kemudian mereka meng-apatis dengan cara begitu.

Saya mau kasih tahu hitung-hitungannya, mereka masuk tidak ada lagi lahan yang cukup untuk di Baubau, yang ada cuma lahan Pemda saja, eks Kabupaten Buton, mereka pada akhirnya datang ke kami untuk melakukan joint venture-lah kaya gitu. Lalu kita hitung-hitungan, ini lahan kami silahkan gunakan ujungnya nanti kemudian 25 atau 30 tahun dalam pinjam pakainya satu konsekuensinya. Nanti setelah itu dikembalikan ke pemerintah daerah dengan seluruh aset yang ada disitu. Apa yang dibangun disitu, mall, rumah sakit siloam, hypermart, cinema, hotel arya duta ada semua. Nah bagaimana caranya, disitulah ada royalti yang diperoleh Pemerintah Kabupaten Buton tapi pembukaan unit-unit yang saya sebutkan tadi menyerap lapangan kerja dari Baubau, bukan masyarakat Kabupaten Buton.

Lalu setelah itu fisik, eks Kantor Bupati Buton yang ada disana sudah cukup jadi beban kami, kita sudah cukup pindah disana, biaya listrik, penjagaan, operasional, dan seterusnya, dan seterusnya, cukup membebankan APBD. Dengan dibangunnya itu pertama dibongkar lalu diganti, tadinya diapresial berdasarkan aturan umumnya apresial itu ditinjau berapa luas bangunan, dan bangunan ini dibuat tahun berapa. Lalu layaknya diganti berapa, mau tahu tidak, setelah diapresial bangunan yang dibongkar kurang lebih 5000 meter persegi, sebenarnya kalau menurut aturan tidak sampai Rp 2 miliar. Saya ngotot waktu itu, ok kalau ikut itu batal semua ini pertemuan, saya langsung tinggalkan pertemuan waktu itu di Jakarta. Kalau mau ikut apresial itu saya tinggalkan tempat, sudah batal usaha dari sana. Akibatnya apa, digantilah kemudian dengan bangunan baru yang dibangunkan di Kabupaten Buton, luasnya 5000 meter persegi, dengan lima lantai. Mau tahu berapa anggarannya? Rp 30 miliar.                      

 Padahal kalau mau sim salabim disini, ya sudah Pak Bupati diam aja, ini kan Rp 2 miliar sudah sesuai aturan tidak ada yang protes, ini ada dua perak tiga perak untuk bapak. Kalau saya mau saya tutup, tapi saya masih punya moralitas untuk daerah ini, dan tanya satu perak pun saya tidak pernah minta uang di Lipo. Biar jujur kita bicara, biar klir semuanya ini. Lalu apa lagi yang kita dapatkan, ada lagi hitung-hitungan pajak apa, 12 atau 18.

Ini dulu yang kita bersihkan, supaya saya tidak dituduh macam-macam, selesai itu, ok klir semua, lalu hitung kemudian apa yang didapatkan oleh masyarakat Kota Baubau, dan Pemerintah Kota Baubau, banyak sekali. Rekrutmen tenaga kerja tidak kecil, ratusan rekrutmen tenaga kerja yang yang sudah dibuka hari ini. Berapa dana yang masuk?

Yang kedua, dampaknya apa? Harga itu sudah bisa dikendalikan di Kota Baubau. Karena biaya yang mahal selama ini soal ekspedisi yang tidak bisa dikendalikan oleh Pemerintah Kota Baubau. Sekarang dengan ada ekspedisi khusus dari Lipo masyarakat kita sudah bisa, kalau mahal di sana pergi di Lipo. Sehingga harga  sudah bisa dikendalikan di Kota Baubau.

---Menolong konsumen?

Oh ya, masyarakat yang sangat tertolong disana bukan kita. Yang tadinya biasa dia beli dengan alasan macam-macam apalagi monopoli saya lihat di Baubau sudah tidak rasional harga-harga yang ada disitu. Kita makan ikan saja sudah sama dengan di Jakarta, tidak rasional lagi. Kita sudah murah makan ikan di Kendari, Makassar, Jakarta daripada di Kota Baubau karena belum juga ada pengembalian yang secara bagus yang ada disana. Tapi yang pasti kalau untuk yang dikebutuhan-kebutuhan pokok dari akibat ekspedisinya, saya lihat memang dikuasai pihak-pihak tertentu. Nah dengan Lipo masyarakat yang transaksi selama ini datang di Lipo harganya sangat murah sekali karena harga yang nanti dijual disitu sama dengan harga Jakarta, sama dengan harga distribusi yang ada disana, yang tadinya mesti kita beli dengan harga 10 perak, disitu kita hanya beli seharga lima perak.

Soal kesehatan, dengan masuknya rumah sakit ini tindakan lebih lanjut yang sering sekali kita dapat misalnya sudah harus di-scan, harus diinternis lebih jauh larinya ke Makassar, larinya ke Jakarta, sekarang tidak perlu lagi. Satu orang yang sakit, tapi yang ikut berapa banyak? Dia harus tinggal, dia harus makan, dengan adanya itu sudah tidak perlu lagi. Bahkan Baubau sekarang jadi tempatnya pelarian untuk kesehatan, dari Kendari, dari Buton, Wakatobi. Dampak ekonominya bisa bayangkan seperti apa? Kenapa tidak ini yang dipikirkan? Kenapa hanya mencari oh itu salah administrasi, ini supaya didengar juga sama yang selama ini protes itu.

---Selanjutnya terkait Provinsi Kepulauan Buton Raya, dengan mekarnya Buteng dan Busel bagaimana mempercepat pemekaran propinsi ini apalagi bapak didaulat sebagai ketua percepatan pemekaran propinsi tersebut?

Ya, kalau saya lihat ini sambil kita menunggu kebijakan dari Bapak Presiden, Pak Jokowi ini khususnya apa kebijakan pemerintah sekarang terhadap pemekaran apa masih moratorium apa masih apa ada seterusnya, tapi itu bukan masalah. Kita juga sudah berhadapan dengan Pemerintahan SBY kemarin, yang juga moratorium dari sisi pemerintah tapi inisiatif DPR semua sampai lahir Buton Tengah, Buton Selatan. Terhadap ini yang paling penting sekarang kita lakukan adalah pertama membenahi persyaratan formalnya secara keseluruhan, karena itu yang paling penting. Jadi setelah kita benahi persyaratan formal dari A sampai Z, setelah itu baru kemudian baru kita dekati para pemangku kepentingan untuk meyakinkan dari beberapa aspek tentunya.

Aspek sejarahnya tentu yang tidak bisa dipungkiri, dan ini saya yakin masuklah kalau dari sisi sejarah karena memang kita harus tahu, kita harus yakinkan pemerintah pusat sebenarnya. Haruslah Pemerintah Pusat menghargai eks Kesultanan Buton karena berdasarkan pengakuan di Jenewa, diakuinya Pemerintah Republik Indonesia di Jenewa, pertama, Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah eks pecahan Hindia Belanda, nah Kesultanan Buton, Jogja, dan Ternate bukan eks jajahan Belanda, hanya dengan kesadaran penuh pemerintah Kesultanan Buton masuk bergabung di NKRI, tapi dengan di dalam bingkai negara republik ini dengan konteks hanya diberikan saja sebuah kabupaten dua daerah saja, saya kira tidak layak ini. Oleh karena itu saya kira kita tidak minta merdeka kok, kita hanya minta sebuah propinsi dalam bingkai negara kesatuan. Jadi saya kira dari pendekatan politis khususnya dengan meyakinkan sejarah, ini klir, tidak ada masalah. Yang paling pokok tadi, persyaratan formalnya, dan persyaratan formalnya sudah kita lengkapi ada Bupati Buton Tengah, Buton Selatan, dan persiapan anggota DPRD-nya dalam waktu dekat mereka akan buat untuk masuk bergabung dalam cakupan Propinsi Kepulauan Buton Raya. Sehingga kalau kita kembali lagi pada konsepsi dasarnya bahwa pemekaran adalah kemauan politik dari masyarakat yang ingin memisahkan diri, sekarang kan tidak ada yang bantah. Yang kedua, sepakat dalam namanya, sepakat dalam ibukotanya, itulah yang buat resistensi selama ini dalam sebuah pemekaran. Tapi, dari pokok-pokok ini tadi tidak ada lagi resistensi, berarti kan selesai.


---Terakhir, apa pesan bapak kepada dua "bayi kembar" Buteng dan Busel supaya bisa cepat jalan?


Hehehe. Saya begini ya, insya Allah Buton Selatan bisa secepatnya mengikuti kakaknya Buton Tengah. Karena saya juga lihat memang, saya ini juga bupati ya, bisa mengetahui mana yang ada resistesninya dan mana yang tidak. Di Kabupaten Buton Tengah itu memang yang ada disana mau melakukan pembangunan secepatnya, kalau resistensi di Buton Selatan ini ada tapi mudah-mudahan mereka bisa cepat sadarlah. Sehingga memahami betul kekurangannya tadi sudah saya sebut hanya Rpo 150 juta saja per tahun, di Buton Tengah hanya Rp 400 juta per tahun, mereka harus banyak bekerja. Dengan makin banyaknya konflik hanya akan membuat daerah itu keterbelakangan, dan yang paling penting sekarang mereka sadar, ok sekarang lakukan pembangunan, itu saya kira harapan saya.

Yang kedua, terhadap budaya hari ini kita mekar hanya persoalan administrasi saja, budaya kita tidak pernah mekar. Sehingga tidak ada budaya Kabupaten Buton, ada budaya Kabupaten Buton Tengah, ada budaya Kabupaten Buton Selatan, Buton Utara, Kota Baubau, yang ada hanya budaya Buton. Jadi, coba dipersatukan dari situ semua. Oleh karena itu berkaitan dengan sejarah panjang ini dengan identitas serta entitas kita sebagai orang Buton kita miliki semua. Dan saya sudah melihat kemarin bahwa mereka ternyata mereka tidak keluar frame sana ketika logonya dibuat semua pakai benteng, dan semua sama saya kira. Mudah-mudahan itu tidak lagi jadi "anak nakal" seperti yang lain-lainlah. Hehehe. Itu yang saya kira yang saya mau sampaikan.(follow twitter: @irwansyahamunu)