Jumat, 28 Oktober 2011

Derma Korea

Catatan: Irwansyah Amunu

ADA yang berbeda dengan peringatan HUT Kota Baubau ke-470 kali ini. Kendati nuansa klasik Kontemporer semakin terasa, namun citarasa nasional dan global pun tak bisa dielakkan.

Soalnya, dalam peringatan Dirgahayu kali ini tidak hanya dirayakan warga Metro, tapi juga disemarakkan dengan kehadiran Tim Kesenian Korea.

Nuansa tersebut sudah diperlihatkan beberapa hari terakhir. Puncaknya akan dipertontonkan dalam kolaborasi seni pada malam Ramah Tamah HUT yang akan dirangkaikan dengan penutupan Baubau Expo, di Kotamara, Senin malam (17/10) nanti.

Penampilan Tim Kesenian Korea, menjadi catatan tersendiri bagi kota yang memiliki benteng terluas di dunia ini.

Ya, inilah dampak dari kerjasama yang dijalin Pemkot dengan Negeri Gingseng tersebut. Apalagi sebelumnya sudah banyak bantuan yang diberikan Korea. Ya, derma Korea.

Paling mutakhir misalnya, kedatangan Deputi Pertanian Korea, Kang Sang Jo. Pejabat eselon I setingkat menteri tersebut bersama seorang guru besar Korea ke Baubau membawa buku panduan pertanian untuk petani di Sorawolio. Buku tiga bahasa --Ciacia, Indonesia, dan Korea-- tersebut mengambil sampel kondisi geografis lahan agraris Sorawolio.

Soal ini, saya bersyukur ketika diundang Walikota Amirul Tamim untuk menghadiri acara peluncuran buku tersebut. Saya bisa mengetahui apa sebenarnya gagasan besar di balik kerjasama tersebut yang bisa dipetik Pemkot dalam bidang pertanian.

Pemikiran pertama, Baubau berada di pulau, sehingga perlu dukungan logistik. Pengalaman buruk di Nias yang sempat mengalami krisis pangan. Maka itu, logistik lokal, pertanian harus kuat.

Kedua, mencermati potensi Baubau, masyarakatnya memiliki keterampilan menanam padi ladang. Realitanya, dalam setahun petani menanam padi, hasilnya sampai dua kali panen. Produksinya bisa ditingkatkan pada saatnya nanti menjadi 12 ton per tahun.

Rupanya peningkatan produktivitas pertanian bukan satu-satunya kata kunci dari kerjasama ini. Kata Amirul, perlu segera dilakukan upaya yang bisa memberikan niai tambah bagi daerah namun dengan mengoptimalkan potensi tertentu yang khas.

Lagipula Korea dalam setahun, tetap sekali panen. Tapi sukses melakukan diversifikasi pertanian, diselingi tanaman lain, sehingga produktifitas lahannya tinggi.

Hal lain, dengan teknologi, Korea mampu menciptakan varietas unggul. Misalnya beras untuk orang bertubuh gemuk, orang pendek supaya tinggi, wanita agar kandungannya bagus, dan beras bagi penderita penyakit gula.

Amirul menandaskan, Pemkot perlu menuju ke sana. Agar dengan lahan yang sempit, bisa memenuhi pasar Baubau, regional, nasional, bahkan internasional.

Memang, kalau sekadar kenyang, makanan tradisional jenis kaowi-owi (ubi rebus) atau kapusu (jagung rebus) sudah cukup. Tapi bukan itu tujuan.

Berkaitan dengan ini saya teringat tahun 2006 silam ketika bersama-sama dengan 34 mahasiswa pascasarjana Unhas Program Studi Perencanaan Pengembangan Wilayah (PPW) dari pegawai Pemkot yang Kuliah Kerja Lapangan (KKL) di Singapura. Ketika berada di Nasional University of Singapore (NUS), salah seorang dosennya yang berkewarganegaraan Indonesia, Prof Johanes Widodo mengatakan untuk memiliki daya saing global, Singapura mengembangkan Informasi Teknologi (IT) jenis mikro chip. Singapura tidak mungkin mengembangkan IT jenis multimedia karena akan kalah bersaing dengan negara yang lebih awal dan lebih maju seperti Jepang atau negara di benua Eropa lainnya.

Langkah tersebut tepat. Terbukti, salah satu sekuel film animasi terlaris di dunia yang kerap kali memuncaki Box Office, Lord of The Ring dibuat di Singapura menggunakan teknologi itu. Kenapa pilihan jatuh ke Singapura? Karena negara ini termasuk memiliki kecanggihan dalam bidang mikro chip tadi.

Jadi, ada yang khas. Itulah yang dikembangkan dan diperkuat.

Terkait kerjasama Pemkot dengan Korea, bila dimanfaatkan secara maksimal sesuai dengan arah yang hendak dituju Amirul, relefan dengan langkah Singapura. Atau negara lainnya di dunia. Atau daerah lainnya di Indonesia. Seperti Gorontalo, walau tergolong provinsi muda di Indonesia, hanya dengan memaksimalkan produksi jagung, namun hasilnya sudah sampai di ekspor ke luar negeri.

Jadi, gagasan besar tadi kalau digarap secara maksimal dengan grand design (perencanaan) disertai dengan road map (peta jalan) yang tepat, bukanlah hal mustahil untuk diwujudkan.

Secara imajiner, tangga untuk menuju ke sana sudah dibuat. Pertama, walikota, Kadis Pertanian, dan petani Sorawolio sudah pernah studi banding di Korea. Kedua, buku panduan pertanian hasil penelitian lahan Sorawolio sudah diterbitkan. Ketiga, SMK 5 Pertanian sudah mulai mendidik SDM. Tinggal membuat anak tangga selanjutnya untuk mencapai hasil yang ingin dipetik nanti.

Lagipula Korea sudah membuktikan dengan beberapa kali kunjungan ke Baubau untuk memberikan sejumlah bantuan. Sebaliknya pihak Pemkot pun sudah beberapa kali ke Korea untuk menimba ilmu.

Intinya, derma Korea ini, rugi kalau tidak dimanfaatkan secara maksimal. Kita tidak ingin kerjasama yang dijalin sejak di penghujung 2008 lalu ini hanya bergerak di ruang hampa atau cuma sebatas budaya dan  bahasa. Tapi harus memberikan nilai tambah lebih bagi daerah.(one.radarbuton@gmail.com)