Selasa, 19 November 2013

Hasil Autopsi Telat, Kontras Tiba

Catatan: Irwansyah Amunu


TEORI Hukum Prof Ahmad Ali, guru besar di Fakultas Hukum Unhas juga disinggung dalam Dialog Publik bertema: Polisi tanpa Kekerasan di Baruga LD Malim, Kampus Unidayan, Sabtu (16/11) lalu. Menurut salah seorang penanya dari mahasiswa, La ode Sujudin menyatakan produk hukum, dan penegak hukum hampir semua unsur ini rusak. Maka itu, dia mengharapkan agar polisi sebagai salah satu aparat penegak hukum cepat melakukan perbaikan.    

Kedua, dia mengharapkan agar media dalam menyajikan informasi, berimbang. Sebab, opini yang berkembang di masyarakat terkait kematian almarhum Aslin Zalim lebih banyak dibentuk berita yang disajikan media.   

Penanya selanjutnya, Asmar, juga mahasiswa mengomentari ihwal demonstrasi yang dilakukan mahasiswa. Selanjutnya dia menyatakan bagaimana cara meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap polisi.

Terakhir, penanya ketiga di sesi ini kembali menegaskan, Polisi identik dengan kekerasan, seraya menyebut kasus tahun 2010. Dia mengurai ketika mahasiswa dan tukang ojek berdemonstrasi, mereka dipukul oknum Polisi.  

Sebenarnya, suasana diskusi masih tetap panas, sayangnya karena pembicara Kombes Drs Yosi Hariyoso (Karo Ops Polda Sultra) hendak terbang ke Jakarta siang itu, maka dia terpaksa diberikesempatan menjawab. Ia menegaskan, soal demo silahkan, yang tidak boleh, anarkis.   

Mengakhiri komentarnya, dia mengutip ucapan mantan Presiden AS, George Washington: Senyuman indah dari langit tidak akan diberikan kepada bangsa yang tidak pernah mengindahkan ketentuan dari langit. Inilah yang mengilhami perayaan Thanksgiving, yang diperingati setiap tanggal 26 November. Setelah itu, Kombes Yosi pamit menuju Bandara Betoambari.  

Namun demikian diskusi tetap berlanjut. Giliran Zainal yang mengupas terkait kasus yang menimpa almarhum Aslin Zalim. Mantan anggota DPRD Baubau ini perlu menjelaskan hal itu karena menurutnya banyak pesan pendek (SMS) yang masuk di ponselnya menanyakan perkembangannya. Apalagi dia baru pulang dari Kendari setelah melakukan audiensi dengan pihak Polda Sultra.

Pria yang kembali maju sebagai Caleg DPRD Baubau ini mengulas, kasus yang menimpa almarhum jangan bergeser ke institusi, sebab hal tersebut persoalan oknum. Menurutnya, jika Polisi tidak dipercaya, kalau ada pencuri yang masuk ke rumah warga, lantas melapor ke mana?

Di matanya, perkembangan kasus almarhum, dia masih percaya dengan penanganan Polda, masih on the trackd. Namun demikian, dia menyoroti, kenapa hanya 16 aparat Polres Baubau yang diamankan, ditahan, Kapolres tidak. Mantan Ketua HMI Cabang Ujung Pandang ini mengaku telah berbicara dengan Kapolda yang hendak mencopot Kapolres. Namun demikian hal itu tidak dilakukan karena belum ditemukan alasan atau bukti yang mengarah ke Kapolres.

Zainal menerangkan, Rabu (20/11) hari ini Kontras tiba. Hasil Kontras akan dibawa ke Komnas HAM. Kata dia, hasil autopsi, harusnya Jumat (15/11) diterbitkan, dia tidak tahu kenapa terlambat.

Dibagian akhir keterangannya, dia menyatakan berdasarkan logika umum dari kasus almarhum, ada kekerasan. Maka itu, dia mengharapkan terapi jangka pendek, Kapolres dicopot dulu.

Sementara, Bunga Ali (Dekan Fakultas Hukum Unidayan) menjelaskan berdasarkan KUHAP, pasal 77 jelas. Didalamnya antara lain memuat, ketentuan Pasal 77 KUHAP telah menentukan objek praperadilan secara definitif. Yakni, (a) sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan; dan (b) ganti kerugian dan/atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan. Maka itu, dia menyatakan kita bersama-sama mengawal hukum supaya tegak.

Bunga Ali sependapat dengan Kombes Yosi agar pihak Universitas menjalin kerjasama dengan pihak Polda dalam bentuk nota kesepahaman (MoU). Ia pun mengharapkan agar mahasiswa hukum dalam melaksakan kegiatan sosial bukan hanya dalam bentuk bhaksos, tapi juga memberikan penjelasan hukum kepada masyarakat.

Menjawab pertanyaan mahasiswa, saya menyatakan media dalam menyajikan informasi tidak hanya memuat begitu saja keterangan-keterangan dari sejumlah sumber. Tapi verifikasi dan akurasi data dan fakta harus dilakukan agar informasi yang ditampilkan tidak menyesatkan pembaca. Kemudian, berita yang disajikan memenuhi unsur kode etik jurnalistik, dan cover booth side.

Maka itu, saya mengingatkan kepada mahasiswa agar tidak dengan mudah menjadikan sumber informasi di media sebagai bahan kontrol, apalagi jika dimuat di media yang profesionalitas personilnya dipertanyakan. Disinilah pentingnya investigasi, agar informasi yang dikumpulkan akurat dan dari sumber terpercaya.

Terkait, almarhum, secara pribadi saya punya kedekatan personal. Pertama, saya orang Wajo, kedua, kami leting di SMP, ketiga, leting di SMA, keempat, bendahara Masjid Wajo, kebetulan saya juga aktif di masjid. Namun demikian dalam menyajikan informasi dilakukan secara berimbang.

Apalagi, kendati dalam waktu singkat, saya dengan Kapolres Baubau, AKBP Joko Krisdiyanto sempat bertemu di Kantor Buton Pos dengan Direktur Buton Pos, Ramli Akhmad saat sowan ditemani Kasat Intel AKP Suriyadi ketika baru seminggu menjalankan tugas di Baubau, kesan saya positif. Terkait penegakan hukum, tentu harus dilakukan dengan tidak melangar hukum.

Sebelum menutup diskusi, pemandu acara Darmawan Wiridin SH menyilahkan Kasat Intel Polres Baubau, AKP Suriyadi untuk berkomentar sebab beberapa keterangan dibagian akhir yang menyorot Polres. Sayangnya permintaan itu tidak dipenuhi, karena Suriyadi mengaku tidak didelegasikan institusinya menjadi pembicara. Alhasil acara ditutup dengan pembacaan doa.(selesai)(follow twitter: irwansyahamunu)  







Senin, 18 November 2013

Ibadah Haji: Persatuan, Ketaatan, dan Pengorbanan

ALHAMDULILLAH, ratusan jamaah haji Kota Baubau dan jazirah Buton Raya telah tiba di kampung halaman.

Sebelumnya, mereka berkumpul dengan jutaan umat Islam dari seluruh dunia dalam pertemuan akbar tanpa memandang ras, warna kulit, kebangsaan, jabatan, atau kekayaan. Mereka berkumpul untuk melaksanakan ibadah haji sebagai wujud ketaatan dan kecintaan kepada Allah SWT dan Rosulullah saw.

Ibadah haji merupakan cerminan persatuan umat Islam. Keimanan kepada Allah SWT dan ketundukan pada aturan-Nya, inilah yang membuat kaum Muslim bersatu ketika melaksanakan ibadah haji. Ketaatan kepada Allah SWT dalam ibadah haji membuat kaum Muslim memakai pakaian ihram yang sama, tawaf di tempat yang sama mengelilingi Baitullah dengan arah yang sama, wukuf pada tanggal 9 Dzhulhijjah di tempat yang sama, yaitu Padang Arafah.

Sayang, persatuan umat itu hanya saat melakukan ibadah haji. Setelah itu umat Islam kembali ke negara masing-masing dengan memikirkan urusan masing-masing. Nasionalisme  dengan sistem politik negara bangsa-nya (nation state) dengan gemilang memecah-belah umat Islam seluruh dunia. Masing-masing kemudian hanya melihat kepentingan nasionalnya. Rezim negara-bangsa ini menjadikan nasionalisme sebagai legitimasi ketidakpedulian mereka.

Saat ibadah haji, umat Islam bisa bersatu, karena keimanan  dan ketaatan kepada Allah SWT. Demikian juga seharusnya di luar ibadah haji. Keimanan kepada Allah SWT dan ketaatan secara total pada syariah Islam akan menyatukan kaum Muslim bukan hanya dalam ibadah, tetapi juga dalam seluruh aspek kehidupan. Pasalnya, mereka diatur oleh aturan yang satu, yaitu syariah Islam.

Di sinilah letak penting keberadaan Khilafah sebagai sistem kenegaraan yang akan menerapkan syariah Islam secara menyeluruh. Khilafah dipimpin oleh seorang khalifah bagi seluruh kaum Muslim di dunia jelas akan menjamin persatuan mereka. Sebab, tidak mungkin umat bisa bersatu di level negara kecuali kaum Muslim memiliki pemimpin negara yang satu. Karena itu, syariah Islam sangat menekankan kesatuan kepemimpinan (Khalifah).

Abdullah bin Amr bin Ash ra. pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Siapa saja yang telah membaiat seorang imam (khalifah), lalu memberikan uluran tangan dan buah hatinya, maka hendaklah ia menaati imam itu sekuat kemampuannya. Kemudian, jika ada orang lain yang hendak merebutnya, maka penggallah leher orang tersebut!” (HR Muslim).

Berkaitan dengan kesatuan kepemimpinan ini Imam an-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menegaskan, “Para ulama telah sepakat bahwa tidak boleh dilakukan akad kepada dua orang khalifah pada masa yang sama, baik wilayah Darul Islam itu luas atau tidak.”

Bersamaan dengan  bergeraknya jutaan jamaah haji bergerak dari Muzdalifah menuju Mina untuk melontar jumrah sebagai bagian ibadah haji pada tanggal 10 Dzulhijjah, kaum Muslim di tempat lain melaksanakan salat Idul Adha dan menyembelih hewan kurban untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Ibadah kurban ini tidak bisa dilepaskan dari kisah keteladaan Nabi Ibrahim as.;  keteladan dalam pengorbanan. Ketika Allah SWT memerintahkan menyembelih anaknya sendiri Ismail as. Kita bisa bayangkan begitu beratnya hati  Nabi as. Ibrahim as. harus menyembelih putranya sendiri yang merupakan belahan hati yang tentu sangat dia cintai.

Namun, keimanannya kepada perintah  Allah SWT membuat Nabi Ibrahim as. membulatkan hati melaksankan perintah-Nya, menyampingkan perasaan beratnya. Subhanallah! Ketika perintah ini ditanyakan kepada putranya, Nabi Ismail as., ia justru mendorong bapaknya untuk melaksanakan perintah Allah SWT tanpa ragu. Allah SWT berfirman (yang artinya): “Ayah, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepada engkau. Insya Allah engkau akan mendapati diriku termasuk orang-orang yang sabar.”(TQS ash-Shaffat []: 102).

Keimanan menuntut ketaatan. Ketaatan membutuhkan pengorbanan. Teladan inilah yang harus kita pegang dalam perjuangan menegakkan agama Allah SWT, memperjuangkan Khilafah Islam yang akan menerapkan syariah-Nya secara total. Dasar dari perjuangan ini adalah iman dan ketaatan kepada Allah SWT. Untuk itu kita harus mengorbankan apa saja yang terbaik dari diri kita untuk dakwah ini; mengorbankan harta, jabatan bahkan mengorbankan jiwa.

Pengorbanan pada jalan kebenaran selalu berbuah kebaikan dan kebahagian. Kesabaran Nabi Ibrahim saw. dan anaknya Ismail  as. diganjar dengan tebusan domba dan pujian Allah SWT. Kesabaran Rasulullah saw. dan umat Islam berbuah manis dengan tegaknya Daulah Islam di Madinah. Sejak itu umat Islam mendapatkan kebaikan dan kesejahteraan. Demikian juga pengorbanan yang dilakukan kita umat Islam saat ini untuk menegakkan Khilafah pasti berbuah kemenangan dengan tegaknya Khilafah dan tercapainya ridha Allah SWT. (follow twitter: @irwansyahamunu)            

Polisi tanpa Kekerasan

Catatan: Irwansyah Amunu


AKHIR pekan lalu, saya diundang Ketua Umum BEM Fakultas Hukum Unidayan, Rahmat Gandi Asruddin untuk menghadiri Dialog Publik bertema: Polisi tanpa Kekerasan di Baruga LD Malim, Kampus Unidayan.

Bisa ditebak, acara yang berlangsung sekitar tiga jam dimulai sejak pukul 09.15 tersebut alot. Apalagi suasana forum dipengaruhi tewasnya almarhum Aslin Zalim yang ditangkap aparat Polres Baubau dalam kondisi sehat, namun pulang sudah jadi mayat.

Acara yang dihadiri ratusan peserta tersebut dihadiri empat pembicara. Selain saya, tiga pembicara lainnya, Kombes Drs Yosi Hariyoso (Karo Ops Polda Sultra), La Ode Bunga Ali SH MH (Dekan Fakultas Hukum Unidayan), dan Zainal Ryha.

Kombes Yosi menyatakan tugas Polri sesuai pasal 13 Bab III UU No. 2/2002 tentang Polri, polisi ditugasi negara memelihara keamanan dan keteriban masyarakat (Harkamtibmas), menegakkan hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

Namun demikian, di Jakarta misalnya, Polisi banyak mengamankan demo yang tidak terjadi disana. Misalnya, demo soal tambang, Pilkada dan beragam lainnya. Jadi, menurut Yosi, Polri menerima sampah-sampah sebuah sistem. Dijelaskan pula tiga potensi konflik yang terjadi di masyarakat.

Sementara, Zainal menyadari dalam menjalankan tugas Polisi mengalami keterbatasan anggaran. Disebutkan juga setelah berpisah dari TNI, proses perubahan Polri secara struktural sudah berlangsung, namun secara kultural, belum.

Belum lagi terkait korupsi yang terjadi disejumlah institusi penegak hukum, misalnya Polri dan pengadilan. Jangan heran, kata Zainal seraya berkelakar berkembang anggapan masyarakat, polisi jujur hanya dua, Polisi Hoegeng, dan "polisi tidur".

Mantan anggota DPRD Baubau juga ini menyinggung kasus almarhum Aslin Zalim. Dia belum lama tiba dari Kendari mengawal kasus tersebut seraya minta agar kasus tersebut dituntaskan.

Beda dengan Bunga Ali. Menurutnya sejumlah kasus kekerasan yang terjadi, kebanyakan ditimbulkan korban. Namun demikian, dia mengharapkan agar penegakan hukum yang dilakukan aparat penegak hukum, harus sesuai prosedur. Dasarnya, kata dia, ada pada KUHAP No. 8/1981.  

Ketika saya diminta pemandu acara, Darmawan Wiridin SH untuk menjelaskan bagaimana upaya agar Polisi tidak mempunyai gap atau jarak dengan masyarakat, saya menerangkan sepakat dengan ide Wakapolri Komjen Oegroseno agar Polisi berpangkat Iptu jangan pakai mobil, kedua terkait pendirian Polmas. Sayangnya petunjuk teknis tentang ide Wakapolri tersebut belum sampai ke jajaran bawah. Begitupun Polmas yang tidak terlalu dimanfaatkan masyarakat.

Terkait kekerasan yang terjadi di tubuh Polri, jangan kesalahan oknum lantas melegitimasi institusi. Tentu masih ada anggota Polisi yang baik.

Terakhir, ketika legislator La Ode Abdul Monianse, mewakili Ketua DPRD Baubau diberikan kesempatan berkomentar menyoroti tiga hal di institusi Polri, masing-masing, lembaga pendidikan, pembinaan dan pengawasan personil, serta kehumasan. Legislator PDIP ini juga sepakat dengan komentar saya, untuk menghindari eksklusifitas, ide penggunaan mobil di bawah pangkat Iptu perlu dipikirkan.

Demikian, gambaran sesi awal diskusi publik berlangsung. Memasuki tahapan tanya jawab, suasana langsung panas. Pada sesi pertama, seluruh penanya menyerang Polisi. Gamsir, penanya pertama menceritakan pengalamannya ketika diciduk Polisi tahun 1996 dan 2008, bahkan hingga mesin ketik pecah di kapalanya. Makanya dia berharap kepada Polisi, bila ada masalah yang ditangani, jangan mengintimidasi masyarakat.

Kedua, dari perwakilan HMI menyoroti mengapa kalau ada kasus Miras, Polisi hanya menindak pelaku, bukan penjual Miras. Dia juga menyoal minimnya transparansi penanganan kasus seraya meminta agar UU No. 2/2002 tentang Polri lebih disosialisasikan.

Ketiga, penanya dari peserta mahasiswa secara tegas menyatakan Polisi masih identik dengan kekerasan. Ia menyebutkan contoh kasus, tahun ini terjadi kasus perkosaan di Palatiga oleh oknum Polisi, dan tahun 2012 pemukulan mahasiswa dilakukan oknum Polisi.

Menanggapi hal itu, Kombes Yosi menyatakan kalau ada oknum Polri yang berbuat melenceng segera buat laporan, akan ditindak. Kalau tidak ditindak atasannya, pimpinannya ditindak.

Terkait penanganan Miras, bukan hanya tugas Polisi sendiri, tapi juga Pemda, dan tokoh agama. Kata dia, kalau ada pabrik pembuat Miras, laporkan, akan ditindak. Bahkan kalau perlu laporkan langsung kepadanya.

Kasus Aslin, lanjutnya ada di Polda. Tidak ada lagi yang tertutup, tapi terbuka. Tak lupa dia menyebut, masukan dari anggota dewan, ia catat.

Sesi selanjutnya, Zainal menjelaskan banyak hal terkait perkembangan kasus Almarhum Aslin Zalim.(bersambung).(follow twitter: @irwansyahamunu)  

Senin, 11 November 2013

Makna Ibadah Haji

SESUAI jadwal, pekan depan jamaah haji asal Baubau akan tiba di Kota Semerbak. Kehadirah ratusan tamu Allah tersebut otomatis bakal mengundang antusiasme pihak sanak keluarga mereka. Dalam hati kita tentu menggantung harapan: semoga mereka menjadi haji yang mabrur. 

Haji sebagai rukun Islam yang kelima merupakan bagian dari ibadah mahdhah. Sebagaimana ibadah mahdhah yang lain, Allah memang tidak pernah menjelaskan alasan disyariatkannya ibadah ini. Yang pasti banyak manfaat ibadah haji (QS al-Hajj [22]: 27-28). Ada yang bersifat individual dan komunal; ada yang berkaitan dengan hak-hak Allah dan makhluk. Di luar itu, ternyata haji memiliki makna politik.


Selain itu, mereka juga solid, terbukti bahwa mereka bisa melakukan manasik yang sama, pada waktu dan tempat yang sama, bukan digerakkan oleh kekuatan fisik pemimpin mereka, tetapi kekuatan akidah dan pemahaman agama mereka. Mereka bisa menyatu dan mengalir begitu kuatnya seperti air menuju tiap titik manasik, dan tidak ada siapapun kekuatan yang bisa membendung aliran mereka. Semuanya ini membuktikan bahwa umat ini adalah umat yang satu; umat yang kuat dan tidak bisa dikalahkan oleh siapapun, karena persatuan mereka.

Selain itu, masyhad a’dham ini juga membuktikan, bahwa umat Islam ini bisa bersatu dalam satu tujuan dan nusuk, sekalipun negeri, bangsa, warna kulit, mazhab, bahkan bahasa mereka berbeda. Namun, masyhad a’dham ini tidak akan tampak lagi, ketika mereka sudah kembali ke negeri asal mereka. Jika saja, realitas masyhad a’dham itu juga mereka transformasikan dalam kehidupan politik mereka, maka umat ini tidak akan lagi tersekat dengan nation state, yang selama ini menghalangi persatuan mereka. Sebaliknya, mereka hanya hidup dalam satu negara, di bawah satu bendera, La ilaha ill-Llah Muhammad Rasulullah, satu imam, satu sistem (syariah) dan satu tujuan. Itulah Khilafah.

Haji juga menampakkan fenomena lain. Sejak niat pertama melaksanakan ibadah, mereka harus mengenakan pakaian ihram yang putih dan tidak berjahit, mulai dari tarwiyah hingga tahallul shughra, tanggal 8-10 Dzulhijjah. Saat itu, semua orang sama. Tidak ada lagi budak, majikan, kepala negara, rakyat, kaya, miskin, kulit putih, hitam dan sebagainya. Semuanya dibalut dengan pakaian yang sama, putih-putih, tidak berjahit, dengan muka dan kepala terbuka, berpanas-panas, berdesak-desakkan dan melakukan nusuk yang sama.


Darah, harta dan tanah mereka, seluruh umat Islam di seluruh dunia, sama kedudukannya. Sama-sama dimuliakan. Maka, tidak boleh ditumpahkan dan dinodai oleh siapapun, sebagaimana kemuliaan dan kesucian tanah, bulan dan hari haram ini. Itulah proklamasi yang dikumandangkan oleh Nabi pada saat Haji Wada’, di padang Arafah (Hr. Bukhari-Muslim dari Ibn ‘Umar). Tidak hanya itu, baginda SAW pun menegaskan, bahwa satu nyawa orang Islam lebih mulia bagi Allah, ketimbang Ka’bah. Karena hancurnya Ka’bah lebih ringan bagi-Nya, ketimbang hilangnya satu nyawa orang Islam (as-Sakhawi, al-Maqashid al-Hasanah, juz I/381). Padahal, siapa pun yang berdiri di hadapan Ka’bah, pasti akan merasa kecil. Tentu mereka akan lebih tidak sanggup lagi ketika menyaksikan darah dan nyawa orang Islam ditumpahkan.

Jika kesadaran itu ditransformasikan dalam kehidupan nyata, maka di hadapan sesama Muslim mereka merasa sama, sebaliknya mereka akan merasa superior di hadapan orang-orang kafir. Mereka tidak rela, jika tanah dan harta mereka dirampok oleh negara-negara kafir penjajah. Mereka juga tidak akan rela, saudara mereka dibantai atau ditangkap dan dipenjarakan atas pesanan negara-negara Kafir penjajah, sekalipun dilakukan dengan menggunakan tangan saudara mereka, sesama Muslim. Jika kesadaran itu ada, mereka pasti bangkit, dan merdeka. Semua kekuatan yang menghalangi kebangkitan mereka pun akan mereka libas, termasuk para penguasa antek penjajah.

Semua memori kita itu akan melecutkan semangat dan kesadaran yang membuncah dalam diri kita. Dengan begitu, ketika kita berhaji tidak saja mendapatkan haji mabrur, tetapi juga menjadi pribadi yang berbeda. Di dalam dirinya telah tertanam semangat, kesadaran dan tekad yang kuat untuk mengembalikan kejayaan Islam, sebagaimana yang dilakukan oleh baginda SAW dan para sahabat. Itulah makna politik ibadah haji yang seharusnya kita petik.(follow twitter: @irwansyahamunu)

Efek Baubau Tampil

MESKI sempat beberapa kali diundur, Sabtu (9/11) lalu, akhirnya Baubau Tampil 2013 dibuka secara resmi oleh Walikota Baubau Drs H AS Tamrin MH. Sejak sore ribuan warga Kota Baubau menghadiri iven tahunan yang terselenggara atas kerjasama antara Pemkot dengan Buton Pos tersebut.

Puncaknya, pada malam hari, aliran masyarakat yang berdatangan menuju Kotamara, lokasi Baubau Tampil membludak. Masyarakat menyemut menghadiri hajatan yang mempromosikan hasil pembangunan Baubau setahun terakhir.

Efek Baubau Tampil kali ini memang begitu terasa. Sebab menjadi penghapus dahaga hiburan bagi warga Metro Baubau. Apalagi, dalam setahun ini bisa dikatakan iven ini merupakakan satu-satunya agenda yang mengandung unsur hiburan plus edukasi bagi warga untuk mengukur kinerja kabinet Tamrin-Maasra.

Maka itu, setiap SKPD lingkup Kota Baubau tampil habis-habisan untuk mempromosikan instansinya masing-masing. Mulai dari BUMD, kecamatan, badan, dinas, dan jawatan lainnya. Termasuk instansi vertikal seperti KPP Pratama Baubau juga mengisi stand yang disediakan.

Bukan hanya itu, dunia usaha juga berlomba-lomba ambil bagian. Mulai dari catering, oprator seluler, hingga elektronik ikut. Pratis, 60 stand yang disediakan panitia nyaris terisi semua.

Selain peserta, efek Baubau Tampil bisa dirasakan dari antusiasme penonton. Parkir kendaraan yang berjejer nyaris memenuhi setiap ruas tepi jalan di Kotamara. Berlapisnya kendaraan yang menepi tersebut membuat alur lalulintas disana macet.

Tak hanya itu, pedagang kaki lima juga berduyun-duyun ke Kotamara. Omzet yang mereka raih tentu meningkat pesat. Secara totalitas, dari seluruh dunia usaha dan pelaku ekonomi lainnya yang terlibat di Baubau Tampil, sektor riil yang berputar dalam semalam nilainya miliaran rupiah.

Tak salah bila Baubau Tampil memang merupakan hajatan yang dirindukan masyarakat. Iven itu sejalan dengan karakter kota yang mengandalkan sektor perdagangan dan jasa. Jangan heran bila acara ini telah teragenda empat tahun berturut-turut, tiga kali sebelumnya pada masa Walikota Amirul, dan kali ini Tamrin-Maasra.(follow twitter: @irwansyahamunu)

Kamis, 07 November 2013

Mengguncang Dunia dari Negeri Khalifatul Khamis

- Tema Tabligh Akbar HTI Baubau 


BAUBAU - Menyambut tahun baru Islam, 1435 Hijriyah, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Kota Baubau menggelar Tabligh Akbar, Senin (5/11) lalu. Dari tabligh akbar itu terungkap solusi problematika umat saat ini hanya Syariat Islam yang diterapkan melalui Negara Khilafah.  

Acara yang bertema "Mengguncang Dunia Dari Negeri Khalifatul Khamis, Arah Perubahan Besar Dunia Menuju Khilafah", berhasil mengguncang ratusan peserta yang hadir, di Masjid Baitul Hikmah, Panti Asuhan Muslimin Baubau.

Dalam kegiatan tersebut menghadirkan delapan pembicara yang mengupas tuntas berbagai problematika yang terjadi saat ini. Tidak hanya itu kedelapan pemateri itu juga memberikan solusi tuntas problematika yang terjadi dengan kembali kepada aturan Allah SWT dalam bingkai Daulah Khilafah Islamiyah.

Delapan pembicara tersebut yakni, Ld Dikarama membahas Sistem Sosial, Mukhsin (Iptek), Nusma (Sistem Politik), Herwin Haris (Sistem Ekonomi), Izan Ihwan (Sistem Pemerintahan), Radlus (Sistem Pendidikan), Alisman (Sistem Hukum), dan Irwansyah Amunu (Hankam).

Dalam pemaparan materinya, kedelapan pembicara masing-masing mengupas tuntas kerusakan terjadi saat ini. Mulai dari masalah sosial, Iptek, ekonomi, pemerintahan, pendidikan, politik, hukum, serta Hankam.

Mereka mengatakan, Sistem Kapitalismelah yang melahirkan seluruh problematika umat saat ini. Kapitalisme melahirkan kemiskinan, kebodohan, ketertinggalan sainsteknologi, kriminalitas, pornografi, pemurtadan, penindasan, kedzaliman, perpecahan, penjajahan, hukum yang tidak adil, intervesi asing, bahkan bumi pun tidak terima sehingga banyaknya bencana alam yang tejadi.

Di sisi lain, barat telah merasuki pemikiran Kaum Muslimin seolah-olah kebangkitan itu berawal dari Barat dan Eropa. Padahal kebangkitan itu bermula dari Umat Islam pada saat Islam dijadikan sebagai aturan hidupnya dalam bingkai Khilafah.

Irwansyah Amunu mengungkapkan, jauh sebalum kebangkitan Eropa, Islam suah lebih dulu bangkit. Atas kembangkita di bidang sains dan tekhnologinya Islam bisa menguasai dunia hampir 2/3. Tapi karena barat dan Eropa berhasil mengubah pemikiran Kaum Muslimin, sehingga saat ini Kaum Muslimin berkiblat pada Barat dan Eropa. Akibatnya muncul broblematika saat ini. 

"Tentu banyaknya problematika yang terjadi ini tidak bisa kita hanya diamkan saja, melainkan kita mengambil peran untuk melakukan perubahan serta mampu memberikan solusi terbaik untuk menyelesaikan problematika tersebut, yaitu kembali kepada aturan Allah SWT bukan mengambil hukum buatan manusia," seru Irwansyah dihadapan ratusan peserta.

Menurutnya, seruan Mengguncang Dunia dari Negeri Khalifatul Khamis relefan dengan kondisi kekinian dan sejarah Kota Baubau sebagai bekas pusat Kesultanan Buton. Kesultanan Buton pada masa lalu berjuluk Negeri Khalifatul Khamis. Dinamakan demikian karena Raja Buton terakhir, Raja Lakilaponto dilantik menjadi Sultan Buton Pertama, berubah namanya menjadi Sultan Murhum. Lantas diberi gelar Sultan Kaimuddin (Qaim ad Din atau penegak agama). "Semoga acara hari ini mampu Mengguncang Dunia dari Negeri Khalifatul Khamis," seraya mengajak hadiri untuk memekikkan takbir. 

Sementara itu, Alisman mengatakan, Allah juga telah menurunkan sestem hukum yang bisa menyelesaikan problem kriminalitas saat ini. Sejarah mencatat selama sekitar 1200 tahun Islam menguasi 2/3 belahan dunia hanya sekitar 200 kasus kriminal yang terjadi. 

Kekuasaan Umat Islam saat itu melahirkan kesejahtraan di seluruh  lini kehidupan masyarakat, baik masalah ekonomi, politik, Hankam, pendidikan hukum, dan lain sebagainya.

Setelah Khilafah berhasil diruntuhkan 89 tahun silam atau tepatnya 3 Maret 1924 M, kini menegakan Khilafah merupakan kewajiban bagi seluruh umat manusia. 

"Olehnya itu marilah bersama-sama kita berjuang untuk menegakan Khilafah Islam agar kita terbebas dari kewajiban kita, serta untuk dapat menyelesaikan problematika yang ada saat ini," ajak Alisman menutup materinya. (***)

Selasa, 05 November 2013

TRAGEDI ASLIN ZALIM

Catatan: Irwansyah Amunu


SEPEKAN terakhir, masyarakat Baubau diharu biru dengan tragedi meninggalnya almarhum Aslin Zalim. Yang memantik emosi warga, almarhum ditangkap Polisi sehat wal afiat, tapi kembali sudah jadi mayat.

Itulah yang menjadi alasan kemarahan warga. Sebelumnya sentimen terhadap oknum Korps Bhayangkari hanya segelintir, kini  menjalar ke mana-mana. Tak heran bila sejak almarhum meninggal Rabu (30/10) lalu, demonstrasi langsung meletus.

Terhitung empat hari berturut-turut, unjuk rasa berlangsung dialamatkan kepada Polisi. Aksi solidaritas juga dilakukan hingga melebar kesejumlah titik. Lihat saja, 20 titik lebih pembakaran ban di badan jalan diantaranya di Kelurahan Wajo, Lamangga, Wangkanapi, dan Bataraguru dilakukan sampai dini hari.

Dan kali ini, protes dilakukan dengan mencantumkan spanduk bertulis: Masyarakat Wajo Bukan Preman, dan Pengusutan Usut Tuntas Kasus Secara Transparan. Memang "episentrum" emosi ada di Wajo karena almarhum yang tercatat sebagai PNS di Dinas Tata Kota dan Bangunan itu punya banyak sanak keluarga disana.

Bicara soal almarhum, sebetulnya saya secara almamater punya hubungan, karena berasal dari satu sekolah yang sama, baik di SMP 2 (angkatan 1995) maupun SMA 1 Baubau, (angkatan 1998). Kendati bukan satu kelas, setahu saya pribadinya tergolong supel dan mudah bergaul. Kalau berbicara, senyum dan tawa selalu menghias di wajahnya.

Makanya ketika mendengar Lin -sapaan almarhum- meninggal setelah sebelumnya ditangkap Polisi, saya terkejut. Apalagi dia diamankan atas perintah langsung Kapolres.

Terkait Kapolres AKBP Joko Krisdiyanto sendiri, setahu saya, suksesor AKBP Sunarto ini baru sebulan lebih menjabat. Sebab, sekitar sepekan menjabat, tepatnya pada Kamis (26/9), dia dan Kasat Intel, AKP Suriadi sempat sowan ke Kantor Buton Pos. Ketika itu, saya dan Direktur Buton Pos, Ramli Akhmad menerima mereka seraya mengulik beberapa hal terkait penanganan Kamtibmas di Kota Baubau.

Kesan kami saat itu, positif. Sebagai salah satu anggota Muspida, Kapolres langsung menjalin mitra dengan media. Padahal baru beberapa hari menjabat kursi "01" di Polres.

Namun kini muncul tragedi Aslin Zalim. Kasus yang sudah terangkat hingga ke level nasional. Ditengah suasana Kapolri baru, Jenderal Sutarman yang berjanji memperbaiki kinerja internal.

Jangan heran jika Wakapolda Kombes Pol Alfons, dan beberapa perwira Polda Sultra lainnya turun tangan untuk menyelesaikan masalah. Hasilnya, 16 anggota Polres diperiksa di Propam Polda Sultra. Seolah ingin menunjukkan keseriusan, kemarin jasad korban digali untuk dilakukan autopsi.

Apakah babak baru pengusutan kasus kematian Aslin Zalim ini akan memberikan kepuasan publik atau sebaliknya? Semua tergantung kesimpulan pengusutan Polisi. Hukum harus ditegakkan, apalagi hal ini menimpa institusi penegak hukum. Yang salah harus dihukum setimpal sesuai dengan perbuatannya.

Alhasil, jadikan kasus ini sebagai sarana instrospeksi khususnya Polisi. Ibarat pepatah: gara-gara nila setitik, rusak susu sebelanga, jangan sampai karena kesalahan oknum, korps yang dihakimi jelek. 

Seraya berharap, tragedi yang menimpa almarhum merupakan kasus terakhir. Tidak ada lagi tragedi-tragedi selanjutnya.(follow twitter: @irwansyahamunu)

Minggu, 03 November 2013

Hijrah dan Muhasabah

TAK terasa, kita kembali akan segera menyambut kedatangan tahun baru hijrah. Kita akan segera meninggalkan tahun 1434 H dan menyongsong tahun baru 1435 H. Setahun sudah waktu berlalu. Setahun sudah usia kita berkurang dibandingkan dengan setahun yang lalu.

Karena itu, tentu penting bagi kita untuk melakukan semacam ‘muhasabah tahunan’, selain melakukan muhasabah bulanan, mingguan, atau harian. Bahkan idealnya setiap saat kita perlu melakukan muhasabah, yakni melakukan semacam penenungan dan mengoreksi diri sendiri; sejauh mana kita telah melakukan ketaatan kepada Allah SWT dengan melakukan banyak amal shalih sekaligus meninggalkan dosa-dosa dan maksiat; atau sejauh mana kita telah mempersiapkan bekal untuk menghadap Allah SWT di akhirat kelak. Terkait dengan itu, Baginda Rasulullah SAW pernah bersabda,

“Orang yang cerdas itu adalah orang yang senantiasa memperhatikan dirinya dan beramal untuk kepentingan
setelah mati. Adapun orang yang lemah adalah orang yang memperturutkan hawa nafsunya dan berangan-angan (berjumpa) dengan Allah.” (HR at-Tirmidzi, al-Baihaqi dan Ibn Abi Syaibah).

Menurut At-Tirmidzi, memperhatikan dirinya maknanya adalah menghisab dirinya (muhasabah)  di dunia sebelum dihisab pada Hari Akhir nanti. Terkait dengan itu, Umar bin al-Khaththab ra pernah berkata, “Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab (di akhirat nanti) dan timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang (di akhirat nanti)…Sesungguhnya penghisaban yang ringan pada Hari Kiamat nanti hanya bagi orang-orang yang biasa menghisab dirinya di dunia. Menghisab diri adalah dengan selalu berikap wara’…” (Abu Thalib al-Makki, Qut al-Qulub, I/104).

Menurut ‘Amir bin Abdillah bin ‘Abd Qays, sebagaimana dituturkan oleh Hasan al-Bashri, “Sesungguhnya manusia yang tampak paling cemerlang keimanannya pada Hari Kiamat nanti adalah yang paling keras melakukan muhasabahnya saat di dunia.” (Abu Nu’aim al-Ashbahani, Hilyah al-Awliya’, I/245).

Senada dengan itu, Maymun bin Mahran pernah berkata, “Seseorang tidak tergolong sebagai orang yang bertakwa hingga dia menghisab (mengoreksi) dirinya lebih kuat daripada menghisab (mengoreksi) kawannya hingga ia tahu darimana asal makanannya, dari mana asal pakaiannya dan dari mana asal minumannya; apakah berasal dari yang halal atau yang haram?” (Ibn al-Jauzi, Shifat ash-Shafwah, I/458).

Harits bin Asad al-Muhasibi juga pernah menyatakan, “Pangkal ketaatan adalah sikap wara’. Pangkal sikap
wara’ adalah takwa. Pangkal takwa adalah muhasabah diri.” (Ibn al-Jauzi, Shifat ash-Shafwah, IV/282).

Hasan al-Bshri juga pernah menyatakan, “Sesungguhnya seorang Mukmin yang menjaga dirinya sendiri akan selalu melakukan muhasabah karena Allah SWT. Sungguh akan terasa ringan penghisaban Allah SWT atas suatu kaum yang biasa menghisab diri mereka saat di dunia.” (Ibn al-Jauzi, Shifat ash-Shafwah I/356).

Dengan sering melakukan muhasabah diri seorang Muslim tentu akan mengetahui sejauh mana kadar ketataannya kepada Allah SWT. Saat  dirinya merasa kurang taat atau masih jauh dari ketaatan kepada Allah SWT, sejatinya ia akan terdorong untuk terus berusaha keras meningkatkan ketaatannya itu. Ia akan selalu berusaha menjalankan setiap kewajibannya, baik yang terkait dengan fardhu ‘ain (seperti shalat, shaum, zakat dan haji, menutup aurat, menuntut ilmu, berbakti kepada orang tua, mencari rezeki yang halal, melakukan dakwah fardiyah dan amar makruf nahi mungkar, dll) maupun fardhu kifayah (seperti berdakwah secara berjamaah); juga melakukan banyak amalan sunnah (seperti banyak melakukan shalat malam/tahajud, shalat dhuha dan shalat-shalat nafilah; banyak membaca Alquran dan berzikir; banyak bersedekah dan berinfak di jalan Allah SWT, dll).

Dengan muhasabah diri seorang Muslim tentu juga akan menyadari dosa-dosanya. Saat ia menyadari betapa banyak dosa-dosanya yang telah dia perbuat kepada Allah SWT, ia akan terdorong untuk segera bertobat kepada Allah SWT dengan cara banyak ber-istighfar (memohon ampunan-Nya), menyesal sedalam-dalamnya atas dosa-dosanya yang telah lalu sekaligus bertekad sekuat tenaga untuk meninggalkan dosa-dosa yang pernah ia lakukan itu.

Demikianlah, seorang Muslim sejatinya lebih banyak mengoreksi kesalahan diri sendiri daripada mengoreksi
kesalahan-kesalahan orang lain. Mengoreksi kesalahan orang lain—termasuk penguasa sekalipun—tentu  penting karena termasuk ke dalam bagian amar makruf nahi mungkar yang memang telah Allah SWT wajibkan. Namun, mengoreksi kesalahan diri sendiri juga penting karena dengan itulah kita akan selalu berusaha meningkatkan ketaatan kita kepada Allah SWT sekaligus berusaha menjauhi dosa dan maksiat kepada-Nya. Itulah takwa dan itulah satu-satunya bekal saat kita menghadap Allah SWT pada Hari Kiamat nanti.

Wama tawfiqi illa bilLah. [follow twitter: @irwansyahamunu]