Senin, 18 November 2013

Polisi tanpa Kekerasan

Catatan: Irwansyah Amunu


AKHIR pekan lalu, saya diundang Ketua Umum BEM Fakultas Hukum Unidayan, Rahmat Gandi Asruddin untuk menghadiri Dialog Publik bertema: Polisi tanpa Kekerasan di Baruga LD Malim, Kampus Unidayan.

Bisa ditebak, acara yang berlangsung sekitar tiga jam dimulai sejak pukul 09.15 tersebut alot. Apalagi suasana forum dipengaruhi tewasnya almarhum Aslin Zalim yang ditangkap aparat Polres Baubau dalam kondisi sehat, namun pulang sudah jadi mayat.

Acara yang dihadiri ratusan peserta tersebut dihadiri empat pembicara. Selain saya, tiga pembicara lainnya, Kombes Drs Yosi Hariyoso (Karo Ops Polda Sultra), La Ode Bunga Ali SH MH (Dekan Fakultas Hukum Unidayan), dan Zainal Ryha.

Kombes Yosi menyatakan tugas Polri sesuai pasal 13 Bab III UU No. 2/2002 tentang Polri, polisi ditugasi negara memelihara keamanan dan keteriban masyarakat (Harkamtibmas), menegakkan hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

Namun demikian, di Jakarta misalnya, Polisi banyak mengamankan demo yang tidak terjadi disana. Misalnya, demo soal tambang, Pilkada dan beragam lainnya. Jadi, menurut Yosi, Polri menerima sampah-sampah sebuah sistem. Dijelaskan pula tiga potensi konflik yang terjadi di masyarakat.

Sementara, Zainal menyadari dalam menjalankan tugas Polisi mengalami keterbatasan anggaran. Disebutkan juga setelah berpisah dari TNI, proses perubahan Polri secara struktural sudah berlangsung, namun secara kultural, belum.

Belum lagi terkait korupsi yang terjadi disejumlah institusi penegak hukum, misalnya Polri dan pengadilan. Jangan heran, kata Zainal seraya berkelakar berkembang anggapan masyarakat, polisi jujur hanya dua, Polisi Hoegeng, dan "polisi tidur".

Mantan anggota DPRD Baubau juga ini menyinggung kasus almarhum Aslin Zalim. Dia belum lama tiba dari Kendari mengawal kasus tersebut seraya minta agar kasus tersebut dituntaskan.

Beda dengan Bunga Ali. Menurutnya sejumlah kasus kekerasan yang terjadi, kebanyakan ditimbulkan korban. Namun demikian, dia mengharapkan agar penegakan hukum yang dilakukan aparat penegak hukum, harus sesuai prosedur. Dasarnya, kata dia, ada pada KUHAP No. 8/1981.  

Ketika saya diminta pemandu acara, Darmawan Wiridin SH untuk menjelaskan bagaimana upaya agar Polisi tidak mempunyai gap atau jarak dengan masyarakat, saya menerangkan sepakat dengan ide Wakapolri Komjen Oegroseno agar Polisi berpangkat Iptu jangan pakai mobil, kedua terkait pendirian Polmas. Sayangnya petunjuk teknis tentang ide Wakapolri tersebut belum sampai ke jajaran bawah. Begitupun Polmas yang tidak terlalu dimanfaatkan masyarakat.

Terkait kekerasan yang terjadi di tubuh Polri, jangan kesalahan oknum lantas melegitimasi institusi. Tentu masih ada anggota Polisi yang baik.

Terakhir, ketika legislator La Ode Abdul Monianse, mewakili Ketua DPRD Baubau diberikan kesempatan berkomentar menyoroti tiga hal di institusi Polri, masing-masing, lembaga pendidikan, pembinaan dan pengawasan personil, serta kehumasan. Legislator PDIP ini juga sepakat dengan komentar saya, untuk menghindari eksklusifitas, ide penggunaan mobil di bawah pangkat Iptu perlu dipikirkan.

Demikian, gambaran sesi awal diskusi publik berlangsung. Memasuki tahapan tanya jawab, suasana langsung panas. Pada sesi pertama, seluruh penanya menyerang Polisi. Gamsir, penanya pertama menceritakan pengalamannya ketika diciduk Polisi tahun 1996 dan 2008, bahkan hingga mesin ketik pecah di kapalanya. Makanya dia berharap kepada Polisi, bila ada masalah yang ditangani, jangan mengintimidasi masyarakat.

Kedua, dari perwakilan HMI menyoroti mengapa kalau ada kasus Miras, Polisi hanya menindak pelaku, bukan penjual Miras. Dia juga menyoal minimnya transparansi penanganan kasus seraya meminta agar UU No. 2/2002 tentang Polri lebih disosialisasikan.

Ketiga, penanya dari peserta mahasiswa secara tegas menyatakan Polisi masih identik dengan kekerasan. Ia menyebutkan contoh kasus, tahun ini terjadi kasus perkosaan di Palatiga oleh oknum Polisi, dan tahun 2012 pemukulan mahasiswa dilakukan oknum Polisi.

Menanggapi hal itu, Kombes Yosi menyatakan kalau ada oknum Polri yang berbuat melenceng segera buat laporan, akan ditindak. Kalau tidak ditindak atasannya, pimpinannya ditindak.

Terkait penanganan Miras, bukan hanya tugas Polisi sendiri, tapi juga Pemda, dan tokoh agama. Kata dia, kalau ada pabrik pembuat Miras, laporkan, akan ditindak. Bahkan kalau perlu laporkan langsung kepadanya.

Kasus Aslin, lanjutnya ada di Polda. Tidak ada lagi yang tertutup, tapi terbuka. Tak lupa dia menyebut, masukan dari anggota dewan, ia catat.

Sesi selanjutnya, Zainal menjelaskan banyak hal terkait perkembangan kasus Almarhum Aslin Zalim.(bersambung).(follow twitter: @irwansyahamunu)