Minggu, 30 November 2014

Kiat Mustari Menata Buton Selatan

Rubah "Jalur Neraka", Siapkan Pejabat Prefesional



SEBAGAI daerah otonom baru (DOB), Kabupaten Buton Selatan (Busel) harus secepatnya menyesuaikan diri dengan kabupaten/kota lainnya di Sultra yang lebih dulu lahir. Bagaimana kiat Bupati Buton Selatan, Drs La Ode Mustari MSi melewati masa transisi daerah yang dipimpinnya, berikut petikan wawancaranya bersama wartawan Buton Pos, Irwansyah Amunu, dan Nusma Nagara Muli.


--Bagaimana visi bapak dalam membangun Buton Selatan selama satu tahun kedepan?

Jadi visi saya untuk membangun Buton Selatan menjadikan Busel menjadi maju, dan inovatif. Maju berarti bergerak menuju lebih baik dari kondisi hari ini. Sementara inovatif, bagaimana memberdayakan pemikiran, akal sehat, memberdayakan sumber-sumber disekeliling kita dalam hal yang baru. Hal yang baru bukan berarti harus membangun yang baru, biarpun sumber daya, resources, dan masalah-masalah tradisional. Satu contoh kecil saja tentu inovasi dari aspek budayanya kita bisa merekayasa dalam rangka peningkatan potensi sumber daya asli daerah. Harus ada inovasi-inovasi, jelas penemuan baru, tapi artinya sumber-sumber yang ada itu dari hal yang sifatnya tradisional, konvensional bisa direkayasa untuk penemuan hal baru.

--Terkait SDM pejabat tipe seperti apa yang akan digunakan karena ini daerah baru, secara fundamental jika pondasinya kuat tentu tidak susah membangun daerah ini kedepan?

Kebetulan saya baru dapat informasi dari Biro Organisasi Pemerintah Provinsi Sultra tentang kelembagaan Kabupaten Busel yakni surat Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi nomor B/4576/.CARB/XI/2014 tentang Persetujuan Pembentukan Perangkat Daerah Kabupaten Buton Selatan, yang isinya tidak jauh berbeda dari usulan kami dari  Buton Selatan untuk mengisi jabatan-jabatan ini terus terang saya hanya membutuhkan kader-kader birokrasi yang profesional tentunya. Kalau kabinet Presiden Jokowi ada profesional partai dan profesional, saya terus terang saja disamping profesionalitas, juga keterwakilan wilayah, aspek wilayah menjadi perhatian ada keterwakilan dari tujuh kecamatan.

Satu contoh berbicara soal perencanaan kita butuh orang yang ahli perencanaan. Saya kira dalam manajemen moderen bagaimana penempatan pegawai sesuai kemampuan dan keahlian, the right man in the right place. Itu yang saya tegas dalam setiap pidato saya mengatakan bahwa, salah meletakan dasar pembangunan di Buton Selatan akan amburadul dalam sejarah perjalannya. Makanya kita awali dari perencanaan khususnya tata ruang wilayah. Insya Allah ada informasi untuk masalah perencanaan ini disamping saya biayai dari APBD Buton Selatan juga ada usulan untuk dibiayai APBD Provinsi Sultra. Karena membangun daerah baru dibutuhkan sebuah perencana yang baik, khususnya penataan ruang. Disetiap pidato saya mengatakan kita sebagai aparat birokrasi yang hari ini dipercayakan pemerintah untuk menangani Busel, bukan untuk datang belajar disini tapi datang untuk bekerja, bekerja, dan bekerja.

Sehingga saya blak-blakan kadang-kadang ada kepentingan-kepentingan, kemauan-kemauan aspirasi dari beberapa kecamatan cakupan wilayah Busel menawarkan beberapa kader, tapi saya wanti-wanti asal jangan bawakan saya guru. Bicara SDM guru cukup, bukan menafikan guru tapi kalau guru punya penyesuaian-penyesuaian tentunya. Perlu waktu untuk memahami mengapresiasi tugas-tugas birokrasi, karena birokrasi ini gampang-gampang susah. Disamping butuh keahlian juga butuh apresiasi yang tinggi, sehingga dengan apresiasi yang tinggi tentu akan lebih giat, lebih rajin bekerja sesuai kompetensi yang dimiliki.


--Berikut, soal pejabat di Busel masih prematur, dewannya juga belum ada, sektor unggulan, tata ruang dan wilayah, dan PAD semuanya belum tergambar jelas. Kira-kira bagaimana bapak menggambarkan ini sehingga Busel punya masa depan walaupun bapak memimpin durasinya hanya sekitar satu tahun?

Sebenarnya potensi di sana sudah cukup jelas, hanya untuk lebih dimaksimalkan lagi. Kan kita sudah mekar tentu perhatian Pemerintah Daerah dalam mengembangkan dan membangun potensi daerah semakin besar peluangnya dibading pada saat bergabung dengan Kabupaten Buton.

Potensi sudah ada, tinggal regulasinya kita atur kembali karena pertama, sampai hari ini belum ada DPRD Kabupaten Buton Selatan. Sudah koordinasi dengan pemerintah Kabupaten Buton insya Allah Februari DPRD Kabupaten Busel terbentuk, saya terus terang sangat merindukan kehadiran DPRD. Karena itu mitra saya, "istri" saya dalam merumuskan, merencanakan persoalan-persoalan daerah. Jadi untuk sementara saya kira karena sudah ada kelembagaan sekalipun secara formal belum dilayangkan di Busel, tapi formatnya sudah ada sudah bisa mengancang-ancang untuk persiapan pelantikan SKPD. Saya akan membuat sebuah keputusan-keputusan bupati, tentu payung hukum mengenai masalah retribusi daerah dan masalah-masalah apa saja, apakah retribusi perikanan, kehutanan, pertambangan dan lain sebagainya yang tetap mengacu pada Peraturan Daerah Kabupaten Buton.

Ketika DPRD Busel terbentuk tentu menjadi mitra saya untuk membuat Perda sehubungan dengan izin-izin yang sementara dilaksanakan dengan keputusan bupati karena itu menjadi payung hukumnya. Saya insya Allah akan sangat jauh mencari Kabag Hukum, karena terus terang setelah saya assesment dengan teman-teman di kabupaten maupun kota, kalaupun ada, pemerintah kabupaten kota bersangkutan tidak mau melepas pegawainya. Tapi cukup jauh saya ambil dari Buton Utara untuk menjadi calon Kepala Bagian Hukum dan kompetensinya bisa diandalkan, pengalamanya cukup meramu sebuah aturan-aturan untuk menopang mendukung pelaksanaan pemerintahan pembangunan daerah.


---Soal PAD kira-kira apa primadona di Busel untuk bisa mengangkat daerah itu sehingga bisa menjadi hasil yang besar?

Saya kira cukup jelas, menjadi letak geografis kita ini kan cukup besar wilayah launtanya ketimbang daratnya, sehinga terus terang sektor kelautan dan perikanan yang menjadi andalan. Hanya saya setelah beberapa hari ini melakukan kunjungan dilapangan dan bicang-bicang dengan para nelayan, ternyata dua hal pokok yang menjadi persoalan dalam rangka meningkatkan daya dukung sektor kelautan dan perikanan. Pertama, kekurangan sumber daya manusia, kedua, kita diperhadapkan dengan sangat minimnya alat tangkap dan peralatannya. Bisa dibayangkan ikan diwilayah Busel justru orang diluar Busel menikmati. Memasang rumpon saja jauh di atas Batuatas sehingga gelombang ikan tidak akan maksimal menuju Batuatas. Sangat minim cara tangkap, saya kira ini bisa dimaklumi karena pada saat bergabung dengan Buton, keterbatasan dana alokasi yang diperuntukan bagi nelayan kita untuk meningkatkan taraf hidup meraka.

Ketiga, kalaupun penghasilan nelayan begitu banyak, besar, tapi diperhadapkan dengan sarana pendukung lainnya, yaitu listrik, coldstorage. Makanya program andalan kami, insya Allah saya besok akan menuju Bali untuk rapat dengan Menteri Perikanan dan Kelautan dalam rangka membicarakan kawasan perairan Busel. Tentu saya akan ke sana dengan membawa beberapa proposal mudah-mudahan akan menjadi kenyataan, akan menjadi ril ini harapan-harapan masyarakat Busel. Itu genjotan-genjotan progam yang saya sampaikan coldstorage, dan coldstorage tak akan ada tanpa pembangkit listrik. Sekalipun didaratan Buton Selatan. Sudah ada pengusaha yang menghadap saya untuk membangun listrik dari tenaga biogas dari rumput gajah yang bahan bakunya dari Bogor, Tapos.

Jadi sektor perikanan dan kelautan sangat banyak ikan di Buton Selatan ini dikeruk nelayan dari luar Buton Selatan menggunakan alat tangkap moderen. Padahal aturanya jelas dalam kedalaman laut sekian harus menggukan alat tangkap, kapal GT misalnya. Tentu kedepan kita akan menyesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan daerah untuk menuntaskan persoalan-persoalan masyarakat tadi.

Dan saya kira daerah akan terinspirasi dengan program Kementerian Perikanan dan Kelautan, jadi saya sepakat dengan apa yang disampaikan Menteri, Bu Susi bahwa sekalipun secara blak-blakan kita harus menangkap ikan, setelah itu dijual. Dia tidak terlalu berharap dari budidaya ikan, karena mungkin waktu yang cukup panjang untuk menghasilkan sebuah penghasilan masyarakat. Sekarang bagaimana menangkap ikan sebanyak-banyaknya untuk peningkatan kesejahtaeraan masyarakat, kalau perlu didukung dengan sarana dan prasana pendukung. Kalau perlu dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat kenapa tidak kita bangun pabrik ikan misalnya, pakan ternak yang bahan bakunya dari ikan ketimbang kepala ikan atau tulangnya terbuang begitu saja kenapa tidak dimanfaatkkan maksimal dalam rangka memenuhi kebutan masyarakat yang memerlukannya kota atau kabupaten seperti Baubau, Buton, Muna. Kenapa bahan baku itu tidak dari Buton Selatan yang kebetulan hari ini gerombolan ikan di Busel cukup besar untuk membangun sebuah pabrik perikanan.

---Kalau cold storage titiknya dimana saja yang dinilai layak untuk menyesuaikan dengan sektor mata pencaharian masyarakat yang lebih banyak nelayan?

Coldstorage ini semua kecamatan yang ada di kepulauan tentu, karena semua masyarakatnya nelayan, dari Kadatua, Siompu, Siompu Barat, Batuatas. Tentu kemudian harapan kami selaku pimpinan daerah bagaimana kita menjawab harapan, permintaan, atau aspirasi masyarakat akan kebutuhan coldstorage, kalau anggaran mencukupi kenapa tidak, semua kecamatan menjadi prioritas. Sebab tiga pulau, empat kecamatan ini mayoritas masyarakatnya nelayan.

Saya tidak mau dengar lagi dan menginginkan nelayan Busel setiap tahun ditangkap di Australia. Kemudian dipenjarakan di Australia, saya kira mungkin Pak Jokowi selaku Presiden terinspirasi dengan masyarakat Busel, begitu ketemu dengan kapal-kapal penangkap ikan dari luar yang tidak resmi kapalnya ditenggelamkan. Tapi masih lebih bagus dari Pak Presiden karena di Australia tidak langsung dipulangkan tapi dipenjarakan dulu. Saya kira presiden terinsprirasi dengan kasus Buton Selatan, kerena beberapa kali masyarakat Busel dipernjara disana. Bahkan tahun-tahun kemarin Duta Besar Australia pernah datang disalah satu pulau di Busel untuk memberikan sosialisasi, pencerahan-pencerahan bahkan bantuan pendidikan kepada masyarakat Buton Selatan di sekolahkan diberbagai perguruan tinggi atas bantuan Australia. Supaya SDM disana tidak perlu lagi mencari ikan diperbatasan Australia dan kemudian menyeberang di wilayah Australia.

---Soal infrastruktur, sebagai daerah baru infrastruktur adalah persoalan mendasar, tadi sudah disinggung infrastruktur perikanan ditingkatkan, lantas infrastruktur apa lagi menjadi  prioritas?


Membangun itu multi dimensi, semua sektor, infrastruktur jalan, transportasi, air misalnya seperti feri dan lain sebagainya dalam rangka penunjang pengikatan pendapatan masyarakat. Saya sangat paham kondisi masyarakat Busel, masih di bawah standar dibanding lain. Terus terang daerah Busel masih tergolong daerah tertinggal, dari 17 daerah otonom sekarang saya melihat Buton Selatan yang paling ketinggalan. Nah, inilah tantangan bagi kami sebagai pejabat, tapi kadang-kadang niat baik itu tidak dianggap baik oleh orang lain tentang konsep-konsep Busel ke depan sehingga tantangan dari aspek sosial tentunya banyak. Karena lahirnya Busel ini agak beda dengan daerah yang bersama-sama mekar dengan Busel. Dari latar belakang proses pembentukan pemekaran Buton Selatan agak lain dari pada yang lain sehingga "getaran-getaran" itu masih nampak. Walaupun berbagai iven saya sampaikan bahwa eforia pemekaran selesai, mari bersatu padu membangun, tapi sampai hari ini "getaran" itu masih terasa. Tapi yakin dan percaya, coba kasih saya kesempatan memikirkan bagaimana kebersaaman membangun daerah ini betul-betul keinginan kita bisa terwujud.

Kita bicara kembali soal infrastruktur saya kira di tiga pulau ini sudah menjadi pengetahuan kita sekarang sudah ada angkutan sungai dan penyeberangan yang menghubungnkan tiga pulau ini. Hanya belum diimbangi dengan fasilitas pendukung sehingga bisa melancarkan, mempercepat alur penyeberangan.

Yang kedua, infrastruktur jalan yang memprihatinkan yaitu jalur Sampolawa, Lapandewa, Lakaliba, Tira dan Tira Bahari ini perlu penanganan. Karena terus terang saja dan saya cukup kaget juga ternyata hasil-hasil ikan di Lakaliba ini penghasil ikan asin terbang. Produksi tradisional masyarakat setelah diasinkan ternyata mereka lebih banyak nelayan menjual hasil tangkapanya di Flores. Karena mungkin hubungan pertemanan diperairan, sehingga hasil-hasil itu mereka jual disana. Padahal pasar Baubau cukup menjanjikan, apalagi hasil-hasil tangkap dibawa ke Timur Indonesia, Ambon misalnya, Kendari dan Surabaya. Tapi aneh bin ajaib mereka menjual hasil tangkapanya ke orang Flores yang saya amati itu teman-teman mereka di tengah laut. Pada saat tangkap ikan, jemur didarat, digarami, dikeringkan, setelah itu dibawa lagi di laut untuk dijual kembali ke orang Flores, ini hanya akibat keterisolasian wilayah.

Makanya dalam waktu dekat ini saya akan membangun infrastruktur jalan mengarah ke Lapandewa khususnya ke Warope, sangat ngeri kita lalui. Alhamdulillah Pemprov akan mengalokasikan dana, ada informasi mengalokasikan juga APBD Provinsi sesuai proposal yang saya masukan di Dinas PU Sultra dan tim anggaranya. Saya kira ini sebuah rejeki nomplok untuk Busel. Mungkin akibat hubungan yang mesra, pertemanan, mungkin karena saya hari ini masih salah satu pejabat SKPD di Sultra. Sehingga hubungan-hubungan itu mungkin semakin lebih akrab lagi, ketika kita masukan proposal, kemudian program-program yang rasional, masuk akal untuk kebutuhan masyarakat Busel.

--Yang bapak sebutkan jalur jalan tadi, selama ini dikenal sebagai "jalur neraka" mungkin, karena tanjakannya tinggi, jadi "jalur neraka" ini akan dirubah?

Hahaha, betul sekali, makanya tadi untuk mengatasi masalah seperti ini, insya Allah pejabat yang saya lantik ini sudah mencatat itu, saya sudah berap kali ajak beliau untuk melihat dari dekat. Insya Allah beliau sanggup untuk itu, secara teknis beliaulah yang memahami dan mengetahui. Untuk menghapus semua jalur neraka tadi, memang betul tanjakan yang begitu luar biasa tinggginya, saya ngeri-ngeri sedap disana pada saat menanjak disana. Sudah dua kali kesana untuk meninjau dari dekat bagaimana kesiapan Pemerintah Daerah untuk menangani ini.

Untuk jalur Kaongke-ongkea, Hendaa dan Rongi, Sampolawa insya Allah tahun ini masih pemerintah Kabupaten Buton yang merealisasikan perbaikan pengaspalan jalan, praktis tidak akan sampai 50 kilomter lagi yang menjadi "PR" pemerintah Busel dijalur tersebut untuk diperbaiki. Diluar dari jalan yang ada di Kadatua, Siompu dan Batuatas mereka juga memerlukan infrastruktur yang bagus dan baik. Apalagi perbaikan sarana dan prasarana ASDP untuk tempat penyandaran Feri di Siompu, Kadatau betul-betul mereka membutuhan pelensengan. Kalau ini berjalan dengan baik saya kira akan menimbulkan multiplayer efek yang luar biasa. Saya berharap ke depan ketika pelantikan selesai, mungkin orang yang berobat di RSU Bahteramas yang mejadi rujukan tidak perlu naik Johnson akibat tingkat kenyamaan dan keamanan, saya kira akan lebih aman dan nyaman kalau naik Feri ketimbang naik johnson kecil. Kenapa tidak naik ambulans saja mereka? Karena hari ini orang yang mengantar mobil ke tiga pulau ini masih pakai pincara sekalipun sudah Feri tapi masih luar biasa sulitnya, karena belum ada pelensengan. Kalau sudah ada ini insya Allah kalau berangkat pagi, sore hari sudah bisa pulang kembali, pedagang, pekerja, karena ketiga pulau ini masih merupakan hinterland Baubau. Makanya Baubau over capacity kadang-kadang siang hari, karena padagangnya dari berbagai daerah hinterland tadi, Kadatua, Siompu, Batuatas.

---Buton Selatan termasuk unik, selain "jalur neraka" ada juga banyak orang menyebut "Nusa Kambangan" Batuatas sebagai daerah yang dianggap terbelakang selama ini. Kira-kira bagaiman caranya untuk menghapus imej tersebut sehingga bisa sejajar dengan enam kecamatan lainnya?

Sebenarnya ini pengingkaran akan komitmen sebagai PNS, sebelum menjadi PNS sudah berjanji, menandatangi pernyataan bersedia ditempatkan diseluruh wilayah Indonesia. Saya kira baru beberapa mil Batuatas dengan ibukota Kabupaten, tidak jauh hanya terus terang saja kondisi hari ini, PNS sudah agak manja. Namun demikian untuk menyahutinya supaya tidak terkesan sebagai daerah terpencil, daerah pembuangan, daerah yang betul "neraka" bagi PNS saya kira akan diperbaiki jalur transportasi laut tadi. Sehingga merasa betul-betul berada ditempat selama ini dengan ASDP ini, ada johnson, ada kapal besar yang 20 atau 30 GT, tinggal pilih alternatif alat transportasi mana? Mau cepat atau lambat, ASDP memang agak lambat tapi aman dan nyaman apalagi musim Barat yang sudah dekat, mungkin bulan Januari ini luar biasa ombak melintas di tiga pulau tersebut.

Biar sarana trasportasi tersebut berkompetisi, tapi tetap akan berjalan, tidak akan mungkin menghapuskan transportasi yang sudah jalan, biarkan berkompetisi sesuai mekanisme pasar. Yang penting hari ini bagaimana membuat PNS nyaman, betah tinggal di Batuatas. Mungkin soal sarana hiburan yang belum ada disana, sebenarnya saya berpikiran mengutamakan putra daerah. Tapi rupanya berdasarkan pengalaman dan informasi, justru putra daerah yang tidak punya kemampuan untuk memimpin disana karena banyak-banyak putra daerah disana tinggal di Baubau. Sehingga disana siapapun dia yang penting punya komitmen untuk betul-betul mengabdi dan membangun Kecamatan Batuatas saya kira banyak cara untuk menjadikan PNS betah disana.

Untuk guru saya heran dan bingung, aneh bin ajaib, ketika ada seorang oknum guru yang kadang kepala sekolah jabatannya tapi ingin menjadi pegawai struktural. Sangat heran saya, ada oknum guru yang mau jadi struktural padahal bertugas ditiga pulau tadi, tiga kali menerima gaji, pertama menerima gaji PNS, kedua sertifikasi, ketiga tunjungan daerah terpencil. Saya juga tidak tahu tendensi dia mau masuk pegawai struktural. Ia mestinya bangga, senang, betah bertugas ditiga daerah kepulauan ini. Dengan adanya transportasi laut, apalagi Feri sudah lancar ini saya kira tidak ada masalah.


---Terakhir, kondisi saat ini bapak masih berada kondisi transisi, dari daerah induk menuju daerah pemekaran. Masyarakat juga masih berada pada masa transisi sekarang, bagaimana bapak menggerakkan masyarakat hingga bisa berpartisipasi dalam pembangunan dan membawa Busel melewati masa transisinya?

Saya terus terang berupaya keras bersosialisasi dimana-mana, yang pertama mindset harus dirubah, kita hari ini sudah berada pada satu kabupaten. Apa iya masyarakat kalau kita mengingikan berada dalam ibukota kabupaten dan punya ibukota Batauga, apa iya masyarakat bisa menyumbangkan tanah ketika saya mengembangkan Batauga. Itu persoalanya, jangan hanya hanya sebuah konsep, retorika, kita membangun negeri tapi bentuk partisipasi yang diberikan pemerintah dan kepada daerah tidak ada.

Saya tidak mau lagi melihat di ibukota Batauga, ibu-ibu, ina-ina masih cari kutu di tangga misalnya, mohon maaf ini, untuk pagar tidak perlu harus sama misalnya, didepanya harus ada hatinya PKK, iya kan. Sebuah pemandangan yang tidak lazim dimasyarakat desa. Ketika rezim yang berkuasa pagarnya harus warnanya sekian itu kan ciri masyarakat desa, kalau Golkar menang kuning semua pagarnya, PDIP menang merah semua, biru menang biru semua. Sebenarnya pemikiran yang homogen seperti ini sangat bagus untuk membangun. Siapapun pejabatnya tidak akan susah, tidak akan rumit untuk menggerakan, tapi kelemahannya tidak ada ide-ide cemerlang, itulah ciri masayarkat homogen ketimbang heterogen.

Hanya persoalannya, ini sebuah tantangan, siapa pun pemimpinnya, tidak akan nikmat sebuah perjuangan manakala tidak ada tantangan, tidak ngeri sebuah sungai ketika tidak ada buaya, itulah gelombang laut juga seperti itu disitulah dinamika sebuah perjuangan. Tapi sekali lagi sebelum saya akhiri, saya hanya mengharapkan pemahaman, pengertian, partisipasi masyarakat, karena hanya dengan kebersamaan, persatuan kita bisa membangun. Tidak satupun kegiatan pembangunan dilakukan dalam kondisi sosial yang tidak stabil, itu rumus. Sebab menjadi slogan aparatur dalam menuju masyarakat yang adil, makmur yang sejahtera, dibutuhkan kondisi keamanan yang kondusif sekali.(***)