Selasa, 11 Desember 2012

Generasi Galau

Catatan: Irwansyah Amunu

ENTAH apa yang sedang merasuki batin masyarakat. Yang jelas, beberapa hari terakhir, Radar Buton memuat sejumlah berita yang berkutat soal perbuatan tidak senonoh dan menjadi trending topic (bahan perbincangan).

Pertama, kasus pemerkosaan yang dilakukan seorang bapak kepada anaknya di Buton Utara (Butur). Parahnya lagi hal tersebut sudah dilakukan beberapa kali. Belakangan ketahuan anaknya sudah hamil beberapa bulan ketika diperiksa di Puskesmas.

Begitu diendus publik, sang Bapak yang harusnya menjadi pelindung buah hatinya tersebut, kabur. Hingga kini, dia berstatus buronan Polisi.

Kedua, kasus pencabulan yang dilakukan terhadap bocah di bawah umur. Hal ini juga terjadi di Butur. Dan sampai sekarang, pelakunya buron.

Ketiga, perkosaan yang dialami seorang ibu di Raha, Muna. Tersangkanya tiga orang. Seorang ditangkap, namun dua diantaranya juga masih buron.

Total, empat orang kini menjadi buruan Polisi. Dengan kasus yang sama.

Bila membaca kondisi sosiologis masyarakat, gejala baru yang muncul sekarang adalah lahirnya generasi galau. Betapa tidak, ketika syahwatnya tersulut, dengan mudahnya disalurkan. Membabi buta dan melanggar hukum pula. Naudzubillah.

Bagaimana tidak dikatakan membabi buta, bila syahwat disalurkan kepada darah daging sendiri? Bukankah seorang ayah harus melindungi anaknya? Bukan malah menerkam anaknya sendiri.

Soal ini, saya teringat kalimat bijak: Harimau tidak mungkin memangsa anaknya sendiri. Bayangkan, Harimau, hewan, tidak punya akal, ogah makan darah dagingnya. Beda dengan kita, manusia. Punya akal. Tapi kenapa kelakuannya malah lebih rendah dari binatang.

Soal ini pula saya teringat petuah sahabat, melihat ragam kejahatan yang terjadi sekarang, kata dia: Setan tidak lama lagi minta pensiun ke Tuhan. Kenapa? Karena tugas-tugasnya sudah diambil alih manusia.

***

Lama menunggu tertangkapnya empat buron kasus pemerkosaan tersebut. Tiba-tiba masyarakat Baubau dan Buton dikejutkan dengan kasus pembunuhan sadis yang menimpa Nofi, yang dilakukan pacarnya La Juma alias Awat. Mahasiswi tersebut tewas secara mengenaskan dengan leher digorok.

Kalau betul di rahim korban telah bersemayam janin, maka tersangka membunuh dua nyawa. Walaupun belakangan pihak Polisi mengatakan mengenai hal tersebut harus dibuktikan dengan cara autopsi.

Menarik dari kasus ini, sejumlah mahasiswa minta pelakunya dihukum mati. Salah satu pertimbangannya, cara tersangka menghabisi nyawa korban secara kejam.

Salah seorang rekan mengatakan, memang seharusnya hukuman berat diberikan kepada tersangka. Dengan demikian, fungsi hukum yang memberikan efek jera bisa terpenuhi. Bila tidak -dengan memberikan hukuman rendah- malah akan menginspirasi orang lain untuk melakukan hal serupa.

Lagi pula mereka melihat, sejalan dengan ancaman pasal yang didakwakan, harga nyawa setara 15 tahun penjara .

Kalau sudah begini, rakyat akan selalu dibayang-bayangi kecemasan. Dan generasi galau masih akan tumbuh. Apakah ini pilihan kita? (one.radarbuton@gmail.com)