Senin, 17 Desember 2012

"Kambing Hitam" Pemekaran

Catatan: Irwansyah Amunu



"BOM waktu" itu akhirnya meledak. Persoalan ibukota yang sejak awal menghimpit dalam pemekaran Buton Tengah (Buteng) mengemuka di Senayan.

Parahnya lagi, hal tersebut muncul pada saat detik-detik akhir anggota Komisi II DPR RI mengambil keputusan. Akhirnya, Buteng gagal menjadi daerah otonom baru (DOB).

Menariknya, kendati proses perjuangan pemekaran Buton Selatan (Busel) mulus, namun nasibnya sama dengan Buteng. Keduanya gagal.

Kamis malam (13/12), sembilan fraksi di Komisi II DPR, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), dan Komite I DPD RI sepakat. mengajukan tujuh dari 14 RUU DOB ditetapkan pada sidang paripurna DPR RI, Jumat (14/12).

Menariknya dari tujuh DOB itu, hanya satu dari Sultra yang dikabulkan, yakni Kabupaten Kolaka Timur. Padahal DOB yang lepas dari induknya, Kabupaten Kolaka ini dalam perjuangannya terkesan tanpa tenaga. Namun hasilnya luar biasa.

Bandingkan dengan Buteng dan Busel, dalam perjuangannya penuh warna warni. Segala daya dikerahkan untuk membuat Buteng dan Busel lahir sebagai "bayi kembar". Hasilnya, masih harus menunggu tahun depan. Semoga keduanya bisa mekar.

Tidak usah mencari "kambing hitam" siapa yang membuat kegagalan tersebut terjadi. Sebab, hal tersebut hanya semakin memperlebar jurang pemisah antara masyarakat di calon DOB.

Toh DPR dan Pemerintah Pusat menunda menggolkan Buteng dan Busel tentu dengan banyak pertimbangan. Masih ada variabel yang belum dipenuhi. Bukan hanya semata-mata persoalan ibukota.

Maka itu, hikmah perlu dipetik, lengkapi segala kekurangan yang membuat Senayan dan Pemerintah Pusat menunda dua daerah penyangga persyaratan pemekaran Provinsi Buton Raya tersebut. Jangan sampai pemekaran hanya akan menimbulkan masalah yang tak berujung, misalnya persoalan aset, dana hibah, dan ibukota. Sebab, ada daerah yang sudah mekar, namun hingga kini masalah tersebut belum juga selesai.

Apalagi, dalam paripurna Mendagri Gamawan Fauzi sudah memberikan "lampu kuning". Menurutnya, banyak DOB hasil pemekaran kinerjanya belum memuaskan. Pemerintah telah mengawasi ratusan DOB sejak 1999 hingga 2009 yang terdiri dari tujuh provinsi, 164 kabupaten dan 34 kota.

Mantan Gubernur Sumbar ini menyatakan, secara keseluruhan hasil evaluasi itu dari sisi faktor peningkatan perekonomian dan kesejahteraan serta tata kelola pemerintahan, belum terlalu memuaskan.

Karena proses DOB belum memerhatikan aspek teknis pemerintah. Sikap dan prilaku penyelenggara pemerintahan daerah kurang berorientasi kepada kepentingan masyarakat kendati pemerintah sudah melakukan langkah memerkuat kapasitas penyelenggara pemerintah daerah.

Maka itu, pihak Pemerintah mengusulkan dilakukan penataan DOB, tidak hanya pembentukan, tapi juga penghapusan, penggabungan dan penyesuaian.

Kalau sudah begini, berhenti "bersilat lidah". Tidak usah cari "kambing hitam". Jangan sampai Buteng dan Busel tinggal kenangan.(one.radarbuton@gmail.com)