Senin, 17 Desember 2012

Semangat (Pemekaran) Saja tidak Cukup

AKHIRNYA masyarakat Buton Tengah (Buteng) dan Buton Selatan (Busel) harus mengurut dada. Pasalnya, dua calon daerah otonom baru (DOB) yang diusulkan mekar dari induknya, Kabupaten Buton, belum diaminkan anggota dewan di Senayan.

Dari 19 yang diajukan, hanya tujuh DOB yang mekar, satu diantaranya dari Sultra, yakni Kabupaten Kolaka Timur.

Kalau mau jujur, dibandingkan Kolaka Timur, pemekaran Buteng dan Busel lebih jor-joran isunya. Ini dengan melihat wacana di masyarakat. Plus dijadikan sebagai alat kampanye saat Pemilihan Legislatif (Pileg) 2009 lalu.

Namun setelah melewati jalan yang panjang, akhirnya dua calon DOB tersebut kandas. Menariknya, sebelum DPR RI melakukan paripurna, sempat terjadi polemik di Senayan. Persoalan Buteng mencuat karena masalah ibukota.

Ada keinginan untuk menggeser ibukota ke Mawasangka. Padahal sebelumnya, diusulkan di Wamengkoli.

Namun, kalau ini dijadikan alibi, pertanyannya, kenapa Busel dalam pengusulannya berjalan mulus, namun gagal juga? Bukankah kalau tanpa masalah, harusnya lolos? Tapi yang terjadi Busel pun kandas.

Dari sini, kita bisa menarik kesimpulan, ibukota bukan merupakan faktor kunci kegagalan pemekaran Buteng. Apalagi Busel.

Maka itu, semua pihak harus melihat kekurangan tersebut sebagai "PR" bersama yang harus diselesaikan. Bila tidak, pemekaran Buteng dan Busel hanya mimpi belaka. Dan kalau keduanya tidak bisa menjadi DOB, maka Provinsi Buton Raya pun hanya akan menjadi cita-cita hampa, tanpa realita yang bakal tercipta.

Paling penting, pemekaran Buteng dan Busel tidak cukup hanya dengan mengandalkan semangat belaka. Tapi dibutuhkan tenaga dan dana yang lebih kuat lagi.

Semua ini akan tercipta, kalau semua komponen kompak, mulai dari masyarakat lapis bawah sampai ke eksekutif dan legislatif. Jadikan perbedaan sebagai kekuatan. Bila tidak, pemekaran hanya akan menjadi dongeng pengantar tidur bagi anak cucu kita. Hhhhh.(***)