Minggu, 23 Desember 2012

Dewan dan Pemekaran

WARGA Wawonii marah. Mereka menilai anggota dewan yang harusnya memperjuangkan aspirasi rakyat, tidak becus. Indikatornya, daerah otonom baru (DOB) Kabupaten Konawe Kepulauan yang mereka idamkan kandas.

Maka itu, mereka menuntut pertanggungjawaban wakil rakyat di DPRD yang dinilai merupakan biang kerok kegagalan. Tidak tanggung-tanggung, bukan hanya mengamuk, mereka juga menduduki dewan, termasuk membakar Kartu Tanda Penduduk (KTP)-nya untuk melampiaskan kemarahan.

Kita tentu bertanya, haruskah selalu rakyat murka baru aspirasinya di dengar? Apakah mesti ada korban yang jatuh kemudian para pemangku kepentingan peka dengan keinginan masyarakat?

Pasti kita tidak mau semua itu terjadi. Toh yang rugi, kita sendiri.
Maka itu, hendaknya para pemangku kepentingan yang diberikan mandat untuk mengurus pemenuhan kebutuhan rakyat lebih sigap, dan tanggap. Kalau semua itu dilakukan, tidak ada alasan rakyat marah. Apalagi sampai melakukan hal yang anarkis.

Persoalannya sekarang, rakyat di Sultra memiliki pembanding. Di daerah Bumi Anoa ini, dari sekian banyak yang diusulkan untuk dimekarkan, yang dikabulkan hanya Kolaka Timur. Daerah yang sebelumnya merupakan teritorial Buhari Matta tersebut, kini menjadi DOB, pisah dengan induknya, Kabupaten Kolaka.

Selebihnya, mulai dari Kabupaten Konawe Kepulauan, Buton Tengah (Buteng), Buton Selatan (Busel), Muna Barat, dan Kota Raha, gagal. Beda rasa itulah yang melecut masyarakat Wawonii menggugat wakil rakyat.

Dan bola salju tersebut terus menggelinding. Belum lama ini giliran mahasiswa Mawasangka berdemonstrasi menuntut pemekaran Buteng direalisasi. Bukan hanya itu, rumah salah seorang anggota dewan pun tak luput dari keisengan, dilempari oleh orang tak dikenal.

Sekadar menggambarkan, harapan pemekaran telah sampai di ubun-ubun rakyat. Bukan saja Wawonii, tapi juga empat calon DOB lainnya. Apalagi deadline pemekaran baru dari Senayan hingga April tahun depan.

Pendeknya waktu tersebut membuat emosi rakyat mudah terpantik. Antara harapan dan kenyataan pemekaran terus berkecamuk. Terakhir, apakah pemekaran hanya menjadi harapan yang tak berujung? Ataukah berakhir menjadi kenyataan?

Jawaban semua itu kembali kepada stakeholder terkait. Bukan hanya legislatif, tapi juga esksekutif yang akan dimintai pertanggungjawaban. Maka itu, jangan tunggu rakyat marah. (***)