Minggu, 23 Desember 2012

Hebatnya Mafia

Catatan: Irwansyah Amunu


BELUM ada aduan. Inilah yang membuat buntu kasus "mafia ereke".

Hingga kini aparat Polisi belum bisa mengusut kasus tersebut. Padahal video mesum berdurasi 5,28 menit itu sudah membuat geger dan meresahkan masyarakat Buton Utara (Butur).

Bahkan adegan mesum yang dipertontonkan dalam video tersebut sudah diendus Polisi, dan anggota dewan. Sayangnya hal itu belum cukup membuat kasus tersebut masuk di ranah hukum. Polisi beralasan, jika masuk dalam domain hukum, video "mafia ereke" tersebut tergolong delik aduan. Jadi, selama belum ada yang melaporkan, maka belum bisa diusut.

Sementara dewan, hanya bisa mengutuk. Selanjutnya mengungkapkan keprihatinannya. Ya, prihatin seolah telah menjadi salah satu "fungsi" dewan. Selain tiga fungsi lainnya, pengawasan, anggaran, dan legislasi.

Ditengah kebuntuan tersebut, hendaknya tokoh masyarakat, agama, pemuda, atau elemen lainnya yang peduli dengan kondisi moral generasi turun tangan. Bila tidak, persoalan tidak selesai.

Disisi lain, efek jera bagi yang melakukan juga tidak ada. Sehingga terbuka peluang kasus lainnya serupa terulang.

Sekadar membandingkan, Nazriel "Ariel" Irham (Ariel Peterpan) yang video mesumnya dengan artis papan atas, sudah mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dia sudah meringkuk di Hotel Prodeo selama 3,5 tahun penjara dan denda Rp250 juta karena terbukti membuat dan menyebarkan video rekaman pornografi.

Hakim antara lain mengatakan Ariel sedikitnya terbukti bersalah atas pasal 56 KUHP tentang perbuatan kejahatan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk menyebarluaskan materi tindakan asusila.

Sebelumnya, dalam persidangan, Ariel dijerat sejumlah pasal. Terdiri dari, pasal 4 UU Pornografi terkait dengan tindakan memproduksi materi pornografi. Pasal 27 UU Informasi Teknologi yang berbunyi: Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. Plus Pasal 282 KUHP, tentang kesusilaan.

Ini sekaligus memberikan gambaran, tidak ada yang kebal hukum di negeri ini. Publik figur pun harus meringkuk di balik jeruji besi. Apalagi hanya level "mafia ereke". Tentu tangan hukum akan lebih mudah lagi menyentuhnya. Kemudian, dengan sejumlah "amunisi" pasal tersebut, apakah masih membutuhkan aduan dari masyarakat untuk membidik sang "mafia"?

Semoga hal tersebut mampu menjawab kegalauan publik, lebih hebat mana: "mafia ereke" atau hukum?(one.radarbuton@gmail.com)