Senin, 22 Juli 2013

OPERASI SENYAP

AHMAD Arfa "dikudeta". Meski terlalu berlebihan, namun demikianlah komentar sebagian orang begitu mengetahui Sekot Ahmad Arfa digantikan Muhammad Djudul, Rabu (17/7) lalu.

Mengapa? Soalnya masa jabatan Ahmad sebagai PNS masih terisa enam bulan 13 hari. Namun di tengah usia PNS-nya yang tersisa tersebut, dia digantikan di tengah jalan oleh Djudul.

Walau secara aturan tidak ada dilanggar, namun menjadi suatu hal yang tidak lazim jika dikomparasi dengan pergantian Sekot pada rezim sebelumnya. Pada masa Walikota Amirul Tamim, biasanya Sekot dipercaya menjabat hingga masa pensiunnya. Seperti yang dialami Sekot Sahiruddin Udu, dan Suhufan.

Sahiruddin Udu misalnya, walaupun merupakan Sekot yang menjabat sejak masa Pj Walikota Umar Abibu, tetap dipertahankan Amirul hingga masa pensiun. Tidak digantikan di tengah jalan.  

Bahkan dari masa Sekot Sahiruddin Udu ke masa Sekot Suhufan, di antara waktu itu LM Arsyad Hibali sempat merasakan menjadi Plt Sekot sekitar setahun. Begitupun dari masa Sekot Suhufan ke masa Ahmad Arfa, tidak secara saklek Sekot berganti. Di antara masa itu, Kostantinus Bukide pun sempat menjadi Plt Sekot. Menggambarkan kehati-hatian Amirul dalam menunjuk aparaturnya mengisi kursi strategis Sekot.

Sebab Sekot merupakan pertahanan terakhir untuk mengamankan kebijakan walikota. Bila tidak, walikota akan kebobolan. Terbukti, satu dekade, atau dua periode lima tahun kepemimpinan Amirul bisa dituntaskan. Artinya, tiga Sekot yang ditunjuk Amirul, masing-masing Sahiruddin, Suhufan, dan Ahmad, sukses menjalankan tugas. Amirul tidak salah pilih pembantu.  

Hal lain, pergantian Sekot di masa Amirul bisa dirasakan publik. Nama-nama kandidat yang diusulkan pun diketahui sebelum Sekot definitif dilantik.

Berbeda dengan pergantian Ahmad, hampir bisa dipastikan informasinya tertutup rapat. Publik mulai bisa mengendusnya nanti pada H-1. Jangan heran kalau suksesi Sekot disebut sebagai "operasi senyap" karena dilakukan secara diam-diam.  


Terlepas dari semua itu, Djudul kini bertakhta sebagai Sekot. Jabatan idaman, jabatan tertinggi bagi seorang PNS. Di pundaknya kini dibebankan amanah untuk mengawal jalannya pemerintahan duet Tamrin-Maasra. Semoga hal itu bisa dilakukan hingga periode duet pemimpin yang diusung PAN, PBB, dan PPN tersebut berakhir. Setidaknya, Djudul sudah memiliki modal karir birokrasi, mulai dari camat, dan eselon II di Dinas Pariwisata, DKP, dan Asisten I. 

Apakah tugas Sekot dapat di pikul Djudul seperti tiga pendahulunya? Hanya waktu yang bisa menjawab.(***)