Kamis, 23 April 2020

MINIMAL 40 CM


Catatan: Irwansyah Amunu

MARHABAN ya Ramadan.

Dugaan saya benar. Pelaksanaan salat tarwih berjamaah, 1 Ramadan 1441 H kali ini menimbulkan pro kontra.

Kebetulan saya berada di beberapa WAG pengurus masjid. Sampai semalam masih belum ada suara bulat. Apakah menggelar salat tarwih berjamaah atau tidak.

Bahkan sudah dilakukan voting, antara lockdown masjid atau tidak. Suara terbanyak lockdown. Namun keputusan yang diambil beda.

Salat tetap dilaksanakan. Tidak menggunakan pengeras suara. Imam membaca ayat pendek. Sekitar pukul 20.15 salat selesai.

Masjid Agung Kota Baubau lain lagi. Lockdown total. Di depan masjid terpasang spanduk bertulis: Sebagai upaya memutus rantai penularan virus Covid-19 maka untuk sementara waktu kegiatan ibadah di Masjid Agung dihentikan kecuali suara azan.

Sikap tersebut sejalan dengan imbauan panduan ibadah Ramadan di tengah pandemi Covid-19 yang diterbitkan Rabu (15/4) lalu. Diantaranya mengatur pelaksanaan salat tarwih di rumah, bukan di masjid. 

Surat yang diteken Dr AS Tamrin (Wali Kota Baubau), H Rahman Ngkaali (Kepala Kantor Kemenag Kota Baubau), KH Rasyid Sabirin (Ketua MUI Kota Baubau), dan Dr Roni Muhtar (Ketua Dewan Masjid Indonesia) memuat 13 poin. Imbauan tersebut merujuk Surat Edaran (SE) Menag RI No. 6/2020 tanggal 6 April 2020.

Berdasarkan SE yang ada, sikap Wali Kota Baubau nampaknya sama dengan Sulkarnain Kadir (Wali Kota Kendari), Rusman Emba (Bupati Muna), dan H Arhawi (Bupati Wakatobi).

Beda dengan SE yang diterbitkan Bupati Kolaka Timur, Tony Herbiansyah. Dikatakan bagi muslim/muslimat yang hendak melaksanakan ibadah salat wajib dan salat tarwih berjamaah di masjid, dipastikan adalah jamaah tetap yang bermukim diwilayah setempat, tidak diperkenankan bagi musafir (perjalanan) atau penduduk dari daerah lain.

Kemudian, selama melakukan ibadah, tidak diperkenankan untuk kontak fisik, berpelukan, bersalaman, dan cium tangan. Jamaah wajib menjaga jarak minimal 40 CM antara jamaah sehingga tidak bersentuhan.

Ada juga poin yang menyatakan tidak diperkenankan berjamaah bagi yang berusia lanjut, dan atau sedang menderita sakit, demam, flu, batuk, pilek, atau sakit lainnya.

Hal inilah yang menjadi diskusi panjang dalam WAG pengurus masjid yang saya ikuti. Sebenarnya kalau samua jamaah patuh, bahwa hanya yang sehat bisa salat berjamaah, niscaya penyebaran Covid-19 dapat dihentikan. Bisa salat berjamaah.

Dengan syarat, status kesehatannya jelas. Sehat dan tidak terpapar Covid-19.

Pertanyaanya, siapa yang memastikan semua jamaah yang ke masjid sehat? Nah disinilah fungsi alat pengecekan kesehatan warga. Yang lolos bisa ke masjid. Negara harus hadir mengecek kondisi kesehatan rakyatnya.

Bila tidak, apakah jarak minimal 40 CM bisa mencegah penularan Covid-19?(Follow Instagram: @irwansyahamunu)