Rabu, 25 Juli 2012

Puasa Pol....


Catatan: Irwansyah Amunu



TIDAK terasa, hari ini kita telah memasuki 6 Ramadan 1433 H. Seperti biasa, awal puasa kali ini masih menjadi pro kontra, apakah puasanya dimulai Jumat (20/7) atau Sabtu (21/7). Seperti biasanya pula, untuk menantikan kepastian tentang keabsahan kapan dimulainya puasa, sama dengan tahun-tahun sebelumnya saya harus menunggu sampai subuh hari.

Karena informasi harus di-update tiap jam, maka Jumat lalu saya tidur seperti tidur ayam. Setiap jam, bahkan setiap setengah jam harus bangun mengecek Handphone (HP) menanti info rukyat hilal global dari rekan. Nanti pk 03.00 lewat baru saya dapatkan kepastian, Jumat lalu sudah terhitung 1 Ramadan.

Kepastian itu semakin menebal setelah membaca running text disalah satu Tv swasta yang menginformasikan hilal sudah terlihat di Arab Saudi. Bukan hanya itu, termasuk Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Mesir, Turki, dan sejumlah negara di Afrika sudah memulai puasanya, Jumat. Alhasil Jumat subuh saya bersama keluarga sudah sahur.

Pagi harinya ada rekan yang menginfokan via Blackberry Massenger (BBM) ada kicauan twitter Ustaz Yusuf Mansur menyebutkan, Mekah dan Madinah sudah salat tarwih sejak malam Jumat.

Dan betul, malam Minggu (21/7) bulan sudah tinggi. Dengan mata telanjang, kita bisa pastikan malam Minggu sudah 3 Ramadan. Bulan memang tidak punya mulut, tidak bisa ngomong, tapi bulan tidak bisa bohong. Bulan juga tidak bisa disuap dan dikorupsi sesuai kehendak manusia. Bulan bergerak sesuai hukum alam sejalan dengan kehendak Allah SWT. Perlu dicatat pula, bulan bukan terbit di Indonesia sehingga disebut bulan milik rakyat Indonesia. Tapi bulan untuk alam semesta, bagi seluruh umat manusia di jagat raya.

Inilah relefansi rukyat harus dilakukan secara global, bukan nasional, apalagi lokal. Sebab secara astronomi antara satu titik dengan titik lainnya di bumi ini tidak terjadi perbedaan hari. Yang ada hanyalah perbedaan waktu. Antara satu titik dengan titik lainnya yang terjauh maksimal 12 jam. Bukan 24 jam.

Terlepas dari polemik tersebut, sekarang umat Islam khusyu menjalankan puasa. Semua berharap menjadi pemenang. Semua berharap puasanya penuh,  puasa pol.

Bukan Puasa Pol....(tambah empat titik) Maksudnya? Puasa politik.

Ini terkait masyarakat Baubau yang bakal menghadapi hajatan Pilwali. Plus Pilgub Sultra yang juga dialami seluruh kabupaten/kota di Bumi Anoa.

Kenapa saya katakan demikian? Pasalnya momentum Ramadan kali ini berdekatan dengan hajatan Pilwali dan Pilgub yang bakal digelar 4 November nanti. Sehingga bisa saja digunakan para kandidat secara terselubung mendekati rakyat memanfaatkan Ramadan untuk memuluskan maksud politiknya.

Sehingga bisa jadi, safari Ramadan, puasa, salat, zakat, santunan, bantuan, buka puasa, sahur, kartu lebaran, zakat fitrah, dan hadiah lebarannya bukan murni untuk mendekatkan diri kepada Allah. Tapi dipenuhi dengan motif politik kepentingan Pilwali atau Pilgub. Kalau ini terjadi maka amalannya sia-sia, pahalanya tidak ada. Sebab bukan mengharapkan ridho Allah, tapi ridho manusia.

Pastilah mereka hanya akan mendapatkan lapar dan dahaga belaka, tanpa pahala. Karena di kepalanya hanya ada satu pikiran:  Menambah pundi-pundi suara, bukan pundi-pundi pahala.

Sehingga Puasanya Pol.... Atau dengan kata lain, puasa politik, safari Ramadan politik, salat politik, zakat politik, santunan politik, bantuan politik, buka puasa politik, sahur politik, kartu lebaran politik, zakat fitrah politik, dan hadiah lebaran politik.

Semoga saja ini tidak terjadi. Kalaupun terjadi, saya kira rakyat sudah cerdas. Bisa membedakan amal ibadah murni dan ibadah palsu. Mana Puasa Pol, mana Puasa Pol.... (one.radarbuton@gmail.com)