Kamis, 30 Agustus 2012

Pengelolaan Negara Buruk, Tokoh Sepakat Khilafah


HIZBUT Tahrir Indonesia (HTI) DPD II Kota Baubau Sultra, menggelar Temu Tokoh Umat se-jazirah Buton Raya 1433 H. Tema yang diulas, Khilafah, Model Terbaik Negara Yang Menyejahterakan.


Laporan: Nusma Nagara Muli dan Izan Ihwan, BAUBAU

MINGGU (5/8), sekitar pukul 08.00, dua bendera kebesaran umat Muslim berwarna hitam dan putih bertuliskan kalimat tauhid dan ucapan selamat datang terpasang di depan Aula Panti Asuhan Muslimin berlambai-lambai mengiringi langkah kaki peserta temu tokoh yang diikuti ratusan peserta. Mereka adalah ulama, mubaligh, pengusaha, intelektual, tokoh pendidik, dan mahasiswa.

Menyusuri satu persatu anak tangga menuju lantai dua Aula Panti Asuhan Muslimin, temu tokoh umat antara perempuan dan laki-laki harus berpisah. Kaum Adam melalui anak tangga sebelah kanan gedung dan menempati tempat duduk paling depan sedangkan Hawa melalui anak tangga sebelah kiri dibagian belakang.


Agenda tersebut merupakan serangkaian acara Konferensi Tokoh Umat yang telah diselenggarakan di berbagai kota besar di Indonesia beberapa bulan lalu. Namun ini untuk mendekatkan hal tersebut kepada masyarakat jazirah Buton Raya.

Acara yang diawali dengan lantunan ayat suci Alquran. Para tokoh juga dipertontonkan berbagai vidio diantaranya sejarah metode perjuangan Nabi Muhammad SAW saat berjuang mendirikan Negara Islamiah di Madinah, realitas kehidupan umat muslim saat ini serta perjuangan HT di Indonesia.

"Padahal Indonesia kaya, namun berbagai multidimensi persoalan terus mendera Indonesia karena negara ini masih menerapkan sistem kapitalisme yang diusung Amerika, sudah selayaknya Indonesia menjadikan Islam sebagai satu-satunya solusi masalah yang bercokol yakni menerapkan syariah Islam dalam bingkai Khilafah Islamiah," jelas DPD HTI Baubau, Jamil Ade.

Acara dikemas dengan diskusi selain itu juga didukung dengan multimedia modern. Ada dua materi yang disampaikan pembicara. Pertama, Irwansyah Amunu tentang Pengelolaan Kekayaan Alam dan Energi, Sumbangan Islam untuk Indonesia. Kedua, diuraikan Syahril Sidik, Humas HTI Baubau, tentang Politik Ekonomi Islam untuk Pertumbuhan yang Stabil dan Menyejahterakan.

Diuraikan Irwansyah Amunu, Indonesia merupakan negara yang sangat luas dari Uni Eropa, namun faktanya sangat disayangkan Indonesia yang begitu banyak sumber daya yang bisa dioptimalkan, namun masih dalam kondisi terpuruk. Terbukti potensi sumber daya alam (hutan, laut, esdm, keindahan alam), SDM (pakar, organisasi), infrastruktur (jalan, listrik, irigasi) informasi (peta, cetak biru,) kapital (Keuangan,)
produksi (pertaniaan, industri) kurang dirasakan masyarakat.

Sebagai contoh, produksi minyak Indonesia 950.000 barrel per hari,
nilai nett profitnya di atas Rp 280 triliun per tahun. Saat ini, kebutuhan minyak 1,2 juta barrel per hari. Namun akibat politik energi selama ini tertumpu pada minyak, seperti PLTGU yang "salah makan", tata kota yang tak efisien, hingga tak terbangunnya transportasi massal.

Akibatnya, kata Irwansyah Amunu, minyak lebih banyak diminum sendiri, tidak banyak yang untuk mensejahterakan rakyat.

Produksi gas (LNG) setara 5,6 juta barrel minyak per hari, nilai nett profitnya sekitar Rp 268 triliun per tahun. Produksi batubara setara 2 juta barrel minyak per hari, nilai nett profitnya sekitar Rp 191 triliun per tahun. "Sayangnya, kedua sumber energi besar ini lebih banyak diekspor murah ke Cina.  Indonesia mensubsidi energi Cina lebih besar daripada mensubsidi rakyatnya sendiri," jelasnya.

Disebutkan juga, 60 cekungan besar dengan minyak dan gas dilebas pantai indonesia baru 11 cekungan yang dikelolah, dengan cadangan minyak  1,93 miliar barrel, cadangan gas bumi 107,5 triliun kaki kubik. Sedangkan Balitbang ESDM, memperkirakan total SD minyak bumi 40,1 miliar barrel, gas bumi 217,7 triliun kaki kubik. Belum lagi baru diatas kertas, produksi pertambangan terutama emas seperti Freeport dapat ditaksir dari setoran pajak yang jumlahnya sekitar Rp 6 triliun per tahun

"Bila nilai pajak Rp 6 triliun per tahun, dan ini 20 persen nettprofit sama dengan Rp 30 triliun per tahun. Padahal dari sumber lain: produksi emas di Freeport adalah sekitar 200 kg emas murni per hari. Bersama perusahan lainnya, seperti Newmont (emas), timah, bauxit, besi juga kapur, pasir, dll nett profit pertambangan mineral minimal Rp 50 triliun per tahun," urainya.


Potensi laut, Menurut KKP, nilai potensi lestari laut Indonesia hayati, non hayati, wisata sekitar Rp 738 triliun. Bila ada BUMN kelautan memiliki ceruk 10 persen sama dengan Rp 73 triliun.

Ditambahkan, luas hutan Indonesia 100 juta hektar, 60 juta ha hutan produksi, agar lestari, siklus 20 tahun, maka setiap tahun hanya 5 persen tanamannya yang diambil. Bila dalam 1 hektar hutan, minimalisnya 400 pohon, maka hanya 20 pohon per hektar yang ditebang.

"Kalau kayu pohon berusia 20 tahun itu nilai pasarnya Rp 2 juta nett profitnya Rp 1 juta, nilai ekonomis dari hutan kita adalah
60 juta hektar dikali 20 pohon atau hektar dikalikan Rp 1 juta sama dengan Rp 1.200 triliun per tahun," ungkapnya.

Ini lanjutnya, belum menghitung potensi penerimaan dari
SDM, sumber daya infrastruktur, informasi, kapital, dan sumber daya produksi.

Maka itu, bila dijumlahkan secara keseluruhan maka total potensi penerimaan dari SDA pertambangan Rp 789 triliun, kelautan Rp 73 triliun, kehutanan Rp 1200 triliun, maka totalnya adalah Rp 2.062 triliun per tahun. Bila dibandingkan dengan APBN-P Indonesia tahun 2012 hanya Rp 1.500 triliun. "Kalau ini terjadi, negara kita tidak perlu memungut pajak dan tidak perlu melakukan utang luar negeri," ujarnya.

"Namun, sayangnya sumber daya alam realitas penerimaan sangat kecil, disebabkan pencurian, konsesi, transfer-pricing, korupsi, SDManusia mayoritas berkemampuan rendah, infrastruktur tidak dibangun atau dirawat serius, sumber daya informasi didominasi paten atau copyright asing, kapital didominasi utang luar negeri dengan sistem ribawi, sumber daya produksi didominasi investor asing, ini akibat dari salah kelola negara," katanya.

Olehnya itu, lanjutnya, harus ada cara baru dalam mendidik orang, cara baru dalam membentuk budaya, cara baru dalam merancang peraturan, cara baru dalam memandang kehidupan, cara baru dalam mewujudkan kesejahteraan

"Memisahkan agama dari kehidupan publik atau sekulerisme, menjadikan kebebasan sebagai doktrin kehidupan atau liberalisme,
menjadikan materi sebagai alat ukur kemajuan atau materialisme, menganggap distribusi barang & jasa akan optimal cukup dengan mekanisme pasar atau kapitalisme, merupakan salah satu masalahnya, olehnya itu harus ditawarkan sistem islam yakni syariah yang diterapkan dalam khilafah," tutupnya.

Bagaimana Solusi Islam?

Syahril Sidik dalam materinya politik ekonmi islam untuk pertumbuhan yang stabil dan menyejahterakan mengungkapkan, agar politik ekonomi negara Khilafah ini bisa terwujud, maka ada beberapa pandangan mendasar yang menjadi asas dari kebijakan yaitu individu harus dipandang sebagai orang per orang, yang masing-masing mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi.

Terpenuhinya kebutuhan dasar individu, orang per orang, secara menyeluruh. Izin mendapatkan rizki dan persamaan hak untuk mendapatkan izin memperoleh rezeki. Mengutamakan nilai-nilai luhur yang bisa mengokohkan hubungan di antara sesama individu.

Olehnya itu kata dia, harus memiliki strategi umum yang terkait dengan sumber-sumber perekonomian negara, yang meliputi pertanian, perindustrian, perdagangan dan jasa.

Solusi yang diberikan Islam terhadap empat sumber perekonomian negara dengan pemecahan yang benar adalah bila keempat sumber perekonomian diatas berjalan dengan baik maka ekonomi daulah Khilafah akan tumbuh.

Ditambah lagi, dengan sistem moneter berbasis emas dan perak dan larangan riba dan judi atau sektor non riil maka ekonomi daulah Khilafah juga akan stabil.

Memiliki tanah pun lanjut Humas HTI Baubau ini, telah diatur oleh Islam, dengan cara menghidupkan tanah mati, waris, pemberian negara, hibah, hadiah dan pembelian. Sedangkan cara mengelola tanah adalah dengan cara ditanami sehingga menghasilkan produk pertanian, bukan dengan cara disewakan atau dibagihasilkan atau muzarazah.

Di bidang industri, industri yang dimaksud adalah untuk memproduksi barang manufaktur. Kepemilikan industri berdasar pada barang yang dihasilkan. Sebagaimana kaidah fikih. Di Bidang perdagangan, perdagangan dalam negeri, dilakukan bebas tanpa usyur atau cukai. Perdagangan luar negeri ekspor dan impor dilakukan berdasarkan status manusia (pedagang) bukan barang.

Untuk di bidang jasa, baik yang menyangkut karya fisik maupun intelektual, diatur dengan hukum ijarah terkait jasa yang halal. Jasa meliputi manfaat amal, manfaat orang dan manfaat benda. Pengupahan berdasarkan nilai manfaat yang ditentukan kesepakatan antara ajir (pekerja) dan mustajir (yang mempekerjakan).

"Tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat, yaitu pendidikan, kesehatan dan keamanan, maka beban tersebut dibebankan ke pundak negara, memberikan rasa aman itu merupakan tanggung jawab negara tapi sekarang faktanya, pergi ke mesjid saja alas kaki sering hilang," imbuhnya.

Sedangkan, pemasukan bagi baitul mal adalah harta yang dibolehkan oleh Allah SWT bagi kaum muslimin untuk menjadi sumber pendapatan negara yakni anfal, ghanimah, fai dan khumus, kharaj, jizyah, harta kepemilikan umum, harta milik negara yang berupa tanah, bangunan, sarana umum dan pendapatannya harta usyur, harta tidak sah dari penguasa dan pegawai negara. Harta hasil kerja yang tidak dizinkan syara, serta harta yang diperoleh dari hasil tindakan curang lainnya, khumus barang temuan dan barang tambang, harta yang tidak ada ahli warisnya, harta orang-orang murtad, dan Zakat.

"Pajak ini ditarik bila kondisi keuangan dalam keadaan kritis tapi hanya dilakukan pada orang yang kaya saja," jelasnya.

Dalam sesi dialog, Kepala Bappeda Kota Baubau, Drs Sudjiton MM mengaku gerah dengan fakta yang menimpa negeri ini. "Kekayaannya dahsyat, tapi kenapa kita seperti ini," ujarnya.

Maka itu, lanjutnya, dia memiliki tawaran pemikiran, problematika tersebut harus dilihat dari tiga pilar, negara, rakyat, dan pasar. "Negara kita salah kelola karena implementasi kebijakan yang tidak konsisten," akunya.

Sementara itu, LM Fakhruddin, salah seorang tokoh masyarakat menyatakan negara ini butuh pemimpin yang baru.

Lain lagi dengan Ir H Sahirsan. Dia mempertanyakan kenapa negara kita tidak dikelola dengan baik.

Joni Karno, peserta lainnya mengajak,"Mari kita menuju Khilafah Islamiyah."

Perlu diketahui, acara tersebut juga dihadiri sejumlah akademisi, diantaranya DR Andi Tenri.(***)