Kamis, 13 September 2012

Kontraksi Politik


Catatan: Irwansyah Amunu



PENDAFTARAN bakal calon (Balon) walikota-Wawali Baubau periode 2013-2018 berakhir sudah. Tujuh pasang resmi mendaftar di KPU, empat dari Parpol, tiga independen.

Diusung Parpol, Ibrahim Marsela-Muirun Awi (IMAM), La Ode Mustari-Ikhsan Ismail (MUSTIKA), AS Tamrin-Wa Ode Maasra Manarfa (TAMPIL MESRA), dan Amril Tamim-Agus Feisal Hidayat (AMANAH). Dari independen, Faimuddin-Arifuddin, Sairu Eba-La Ode Hadia (ABADI), dan La Ode Daniel-Abdul Salam (DENSUS).

Pemandangan yang tidak biasa bila membandingkan dengan Pilkada lainnya di Sultra, jauh hari sebelum hari H pendaftaran  pasangan kandidat sudah bisa ditebak. Namun Pilwali Baubau tidak demikian. Banyak kejutan yang terjadi.

Sebagai contoh, Ibrahim Marsela-Muirun Awi nanti jelang pendaftaran baru berpasangan. Padahal, banyak baliho Muirun yang tertulis calon walikota. Namun kemudian mundur satu langkah menjadi wakil Ibrahim.

Tak hanya itu, Parpol yang digunakan pasangan pengusung slogan IMAM ini tergolong luar biasa. Mampu menghimpun tiga Parpol besar yang seluruhnya memiliki kursi di parlemen. PKS, Golkar, PDIP masing-masing memiliki dua kursi. Dengan demikian total kursi yang dimiliki enam.

Masuknya PDIP dalam IMAM termasuk kejutan. Padahal, sebelumnya Parpol moncong putih ini diberitakan memajukan pasangan Ansir-Monianse (AMIN).

Selanjutnya Amril Tamim-Agus Feisal Hidayat (AMANAH). Berpasangannya dua figur muda ini dinilai sebagai kejutan besar. Betapa tidak, dua figur sentral yang berada di belakang pasangan kandidat yang mempropagandakan slogan Satu Hati untuk Baubau ini, Amirul-Sjafei sebelumnya rival, dalam Pilwali bersatu.

Bukan hanya itu, Agus yang sebelumnya tercatat sebagai Calon Bupati Buton, juga mundur satu langkah menjadi wakil Amril. Tidak tanggung-tanggung, Parpol yang dipakai pun Parpol besar, PPP dan Demokrat. Plus, PPPI, PPIB, PNI Marhaen, PPDI, PDK, Republikan, PPNUI, dan Barnas. PPP dan Demokrat sebetulnya mampu melahirkan masing-masing pasangan kandidat. Sebab, PPP, 5 kursi, dan Demokrat, 4 kursi, total 9 kursi. Namun beraliansi menjadi satu kekuatan.

Kemudian MUSTIKA, diusung 18 Parpol. Hanura, Kedaulatan, PNBKI, Gerindra, PPD, PPPI, Buruh, PPDI, PPIB, PPRN, PKB, Pemuda Indonesia, PDP, PMB, Republikan, Pelopor, PKNU, dan PPNUI. Kekuatannya tidak bisa dipandang sebelah mata. Dasarnya, Mustari dan Lawa -sapaan Ikhsan Ismail- memiliki elektabilitas bagus.

Walaupun nama Lawa baru mencuat belakangan, tapi dia dikenal luas masyarakat. Apalagi jabatannya kini Ketua Gerindra Baubau, dan sebelumnya tercatat sebagai Caleg pada 2009 silam. Mustari jangan tanya lagi. Sekwan Buton ini sudah cukup lama melakukan sosialisasi. Makanya sejumlah lembaga survei menempatkan namanya sebagai figur yang memiliki tingkat keterpilihan papan atas.

Lantas AS Tamrin-Maasra. Berpasangannya dua kandidat ini pun penuh dengan kejutan. Apalagi sebelumnya Tamrin disebut-sebut berduet dengan Ikhsan Ismail, namun kemudian berubah menjadi Maasra. Tak hanya itu, baliho yang mengkampanyekan Maasra juga tertulis calon walikota, namun kemudian mundur juga satu langkah menjadi wakil Tamrin.

Koalisi Parpol yang mengusung mereka tidak bisa dipandang sepele. Sebab, pasangan yang menggunakan akronim TAMPIL MESRA ini menghimpun tujuh kursi di parlemen, PAN, dan PPN (sebelumnya PPD) masing-masing dua kursi, dan PBB, tiga kursi.

Selain empat pasang itu, tiga pasang figur yang menggunakan jalur independen tidak bisa disepelekan, Sairu Eba-La Ode Hadia (ABADI), Fahimuddin-Arifuddin, dan La Ode Daniel-Abdul Salam (DENSUS). Walaupun sebelumnya KPU melakukan verifikasi, tidak ada satu pun yang memenuhi syarat dukungan, 11 ribu suara lebih. Para kandidat independen hanya mampu sampai dikisaran 7000 KTP. Namun upaya mereka untuk mendaftarkan kembali sebagai pasangan kandidat, tidak bisa diremehkan.

Dari tujuh pasang kandidat, tiga independen, dan empat jalur Parpol, kejutan paling menyolok di jalur Parpol. Bila membaca pergerakan masing-masing figur termasuk Parpol yang digunakan, kontraksi politik terjadi pada saat detik-detik penutupan pendaftaran.

DR Ansir-Baharuddin misalnya. Kendati harus ditolak KPU saat penutupan pendaftaran, Rabu (12/9) dini hari, namun upayanya untuk tetap mengikuti Pilwali termasuk gigih. Bahkan Ansir mengaku menemukan wakilnya sekitar pukul 23.15 Wita atau minus 45 menit jelang penutupan pendaftaran.

 Kontraksi politik ini dipengaruhi dua faktor, Pilbup Buton yang baru saja usai dan Pilgub Sultra bakal dihelat bersamaan dengan Pilwali, 4 November nanti. Apalagi dalam Pilgub, Nur Alam dan Amirul Tamim tidak berpasangan. Inilah yang membuat pergerakan politik dalam Pilwali layaknya bola biliar berputar tak beraturan. Nanti pada injury time baru kelihatan wajah aslinya.

Memang, kontraksi politik ini bergerak begitu cepat. Maka itu, pelaku politiknya pun harus berpikir cepat pula dalam menentukan putusan. Bila tidak, ketinggalan kereta.

Akibatnya gambar para figur hanya meramaikan jalan dengan aneka balihonya. Ya, berhenti disitu. Tidak bisa tercetak dalam surat suara, karena gagal menjadi calon.

Terakhir, kontraksi politik ini pasti akan mengganggu pikiran pemilih dalam menentukan sikap. Yang jelas, pemilih kini hanya punya waktu 52 hari untuk memikirkan sebelum hari H coblosan di TPS.
(one.radarbuton@gmail.com)