Minggu, 23 September 2012

Pemimpin bukan Pemimpi(n)


Catatan: Irwansyah Amunu



SELASA (18/9) lalu, Walikota Baubau Amirul Tamim berulang tahun ke-58. Untuk mengucapkan selamat ulang tahun, saya sengaja menghadiri acara pemberian 1000 kacamata gratis kepada seluruh pelajar se-Kota Baubau dari SD sampai SMA di Maedani Betoambari.

Terbukti setelah acara, bukan hanya saya, tapi seluruh jurnalis yang hadir mengulurkan tangan kepada suami Ny Yusni tersebut seraya menyampaikan selamat ulang tahun.

Milad Amirul kali ini momentumnya bertepatan dengan nyaris satu dekade dia memegang amanah "01" Baubau, dan HUT Kota Semerbak ke-471.

Soal Dirgahayu ke-471, Baubau menunjukkan diri sebagai daerah memiliki identitas sejarah yang jelas. Apalagi, dari 12 daerah di Bumi Anoa, termasuk Sultra sendiri, hanya Baubau yang usianya 471 tahun. Sementara daerah lainnya, pun Sultra, usianya belum ada yang setua Baubau. Mereka baru puluhan tahun. Bandingkan dengan Baubau, sudah ratusan tahun.

Mengapa demikian? Karena Baubau sebagai pusat Kesultanan Buton, secara historis lahir sejak masa pemerintahan Sultan Murhum. Dan hal itu telah dilegitimasi dewan melalui Perda tiga tahun lalu.

Menilik perkembangan Baubau sekarang, tidak berlebihan dikatakan usianya beranjak tahun ke-471. Indikatornya dengan melihat sejumlah fasilitas dan infrastuktur terbangun. Kota Semerbak semakin maju.

Sebut saja Bandara Betoambari, sehari sampai enam kali penerbangan. Kota Mara dengan aneka kelengkapan diantaranya Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN), empat blok Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa), Pasar Sehat, dan sedang dibangun Islamic Centre.

Fasilitas publik, Wantiro di Bukit Kolema, dan Pantai Kamali. Daerah mati dirubah menjadi sarana sosial plus ekonomi.

Kemudian, pasar yang tadinya hanya satu berfungsi optimal di dalam kota, kini menjadi terbilang. Perbankan, dulu hitung jari, sekarang bertumbuh.

Lalu, pendidikan. Tidak salah bila Baubau disebut sebagai Kota Pendidikan. Ini dengan melihat banyaknya sekolah, dan perguruan tinggi. Bahkan pelajar dan mahasiswanya bukan hanya dari daerah hinter land (daerah belakang) seperti Buton, Butur, Muna, Bombana, dan Wakatobi, tapi juga provinsi lainnya di Indonesia Timur (Intim).

Paling fenomenal, pembangunan Terminal Suplai BBM. Fasilitas milik Pertamina ini dibangun menghabiskan APBN hampir Rp 1 triliun. Kini telah beroperasi dengan daerah layanan luas, meliputi Intim. Tak hanya itu, bangunan kepunyaan perusahaan pelat merah di Kelurahan Sulaa, Kecamatan Betoambari ini memiliki fasilitas tercanggih di Indonesia.

Masih banyak karya Amirul yang kalau disebutkan seluruhnya tak termuat dalam satu catatan ini. Namun, demikianlah antara lain fasilitas dan infrastuktur di Baubau dibangun dibawah kendalinya.

Bisa dikatakan, ragam fasilitas dan infrastruktur di Baubau, calon ibu kota Provinsi Buton Raya, hanya kalah dari Kendari, ibu kota Sultra.

Walau begitu, harus disadari, selain sisi positif, tentu ada pula masyarakat yang memandang minor beberapa hal. Soal ini saya teringat kalimat Amirul,"Soeharto saja yang jadi presiden 32 tahun, setelah turun banyak yang mencela, apalagi kita yang hanya sepuluh tahun."

Namun, pencapaian 10 tahun ini, bukti nyata karya pemimpin, bukan pemimpi(n).

Akhirnya, Baubau kini sedang mengalami masa transisi. Tujuh pasangan bakal calon (Balon) walikota telah mendaftar di KPU. Empat dari Parpol, Amril Tamim-Agus Feisal Hidayat (AMANAH), Ibahim Marsela-Muirun Awi (IMAM), AS Tamrin-Maasra Manarfa (TAMPIL MESRA), dan Mustari-Ikhsan Ismail (MUSTIKA). Tiga independen, Saeru Eba-Hadia (ABADI), Faimudin-Arifuddin, dan La Ode Daniel-Abdul Salam (DENSUS).

Mereka pun telah menyusun program untuk dijalankan bila diberikan kepercayaan memimpin. Alhasil, semoga yang terpilih nanti pemimpin, bukan pemimpi(n).(one.radarbuton@gmail.com)