Minggu, 20 Januari 2013

Baubau Laboratorium Otonomi Daerah

Catatan: Irwansyah Amunu



SABTU (19/1) lalu, Walikota Baubau Amirul Tamim menerima tiga orang perangkat Masjid Agung Keraton di Rujabnya. Mereka hendak melaporkan ke walikota ihwal peringatan Maulid Nabi (Gorana Oputa) rencananya digelar Rabu (23/1) malam nanti di Keraton.

Kendati berlangsung sederhana namun acara tersebut tergolong sakral. Apalagi, sebagai kepala daerah, ritual tersebut sudah kali ke-10 digelar. Sama dengan masa kepemimpinanya 10 tahun sebagai walikota. Beruntung momen tersebut saya menyempatkan diri hadir di Rujab.

Berkomunikasi dengan perangkat Masjid keraton, walikota mengharapkan Baubau bisa aman, dan stabil. Karena itu, Gorana Oputa dikawal, sebab  memiliki dampak psikologis bagi pembangunan.

Sekretaris PPP Sultra ini menyatakan 10 tahun peringatan Gorana Oputa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan perjalanan Baubau. Seraya menyampaikan salam hormat saya, dan permohonan maaf kepada perangkat masjid tersebut bila selama ini walikota memiliki salah dan khilaf.

Amirul juga menyeru kepada para perangkat masjid tersebut untuk mendukung walikota yang baru sama seperti dukungan yang diberikan perangkat tersebut kepadanya. Bahkan dia berharap  lebih baik lagi.

Sebagai walikota, dia minta masyarakat kota dijauhkan dari saling sengketa, dan berburuk sangka. Doakan semua berpikir positif, jauhkan dari berpikir negatif.

Kemudian rakyat diberikan kesehatan, negeri dijauhkan dari bala, perselisihan. Termasuk lebih memaknai Rasululullah, dan memehami ajaranya. Dan itulah yang dibangun di negeri Buton, Baubau.

Usai melepas perangkat masjid, walikota berbicara lepas dengan kami, sejumlah wartawan. Ada ungkapannya yang menarik dan terekam dalam ingatan saya: 10 tahun memimpin Baubau, bisa dijadikan sebagai laboratorium otonomi daerah (Otoda).

Mengapa? Karena dia mulai memimpin Kota Semerbak pada 2003, era dimulainya otonomi daerah.

Dia mengatakan, dengan otonomi tersebut kepala daerah bisa melakukan kewengan atau kesewenang-wenangan. Bukti kewenangan yang diambil, dia melawan kebijkan pusak yang hendak membangun pelabuhan finger di areal Pantai Kamali sekarang. Alhasil proyek pusat yang sudah dianggarkan miliaran rupiah tersebut batal.

Saat itu, suami Ny Yusni ini beralasan pelabuhan finger tidak cocok dibangun di situ. Argumennya, antara lain, pertama, akan membuat kawasan tersebut tidak berkembang, dan menjadi kota mati. Kedua, Baubau tidak cocok dibangun pelabuhan finger karena aktivitas pelayarannya berkapasitas besar. Finger hanya dimungkinkan untuk kapal-kapal kecil.

Selain kewenangan, mantan Kepala Biro Pemerintahan Setprov Sultra diera Gubernur Kaimoeddin ini mengaku pernah berbuat sewenang-wenang. Salah satunya mengorbitkan mantan sopirnya langsung menjadi lurah. Diakhir masa jabatannya ini dia baru menyadari hal tersebut merupakan kesalahan.

Hal lain, dalam mengambil keputusan, Amirul menyatakan seorang pemimpin harus melihat persoalan: kapan harus diabaikan pendapat orang lain, kapan harus didiskusikan. Tidak semua persoalan harus didiskusikan. Karena kalau metode itu yang selalu digunakan, habis waktu hanya untuk diskusi. Sementara masa jabatan kepala daerah hanya lima tahun. Syukur bisa terpilih kembali pada periode ke-2, kalau tidak maka programnya akan terhenti.

Yang penting dalam mengambil keputusan memiliki landasan, sesuai aturan dan tidak berlawanan dengan norma, ucapkan Bismillah. Yakin. Kalau ada yang menentang, nyatakan dalam hati mungkin mereka tidak mengetahui apa yang dia lakukan. Toh, seiring dengan perjalanan waktu, nanti yang menentang tersebut akan menemukan sendiri jawabannya.

Penjelasan walikota ini relefan dengan pembangunan jalan hot miks dan Pantai Kamali. Ketika itu, demonstrasi silih berganti mengoreksi kebijakannya. Ironisnya, kini pihak-pihak yang menentangnya dulu bungkam. Bahkan merasakan sendiri dampak positif kebijakan Amirul.

Dia pun menjelaskan, seorang pemimpin tidak boleh membenci bawahan, namun suatu keniscayaan bila seorang pemimpin dibenci bawahan. Namun rasa benci bawahan tersebut jangan sampai dijadikan dasar untuk mengambil tindakan negatif kepada aparat tersebut. Di matanya, bila hal tersebut diambil, hanya akan merusak sistem.

Dia membuktikan, saat pertama kali dipercaya untuk memimpin Baubau, banyak orang yang berasumsi dia akan "menghabisi" kabinet Pejabat Walikota pendahulunya, Umar Abibu. Namun hal itu tidak dilakukan. Sebaliknya, dia memanggil seluruh pejabat tersebut untuk berdiskusi dan merumuskan kebijakan untuk menjalankan roda pembangunan di Baubau. Menurutnya, jika pemimpin menghabiskan waktu hanya untuk menggonta-ganti pejabat, bisa jadi akan mengganggu sistem.

Terakhir, soal kepemimpinan. Periode pertama, dia didampingi Wawali Ibrahim Marsela. Namun pada periode ke-2, wakilnya almarhum Halaka Manarfa tidak mendampinginya hingga akhir. Karena almarhum lebih dahulu menghadap ke Sang Khalik saat baru sekitar setahun memimpin.

Sekitar empat tahun memimpin dia tak didampingi Wawali. Menariknya, wacana kepala daerah tanpa wakil sempat bergulir di elit Pusat. Dan, hal tersebut telah dirasakannya.

Maka itu, tidak salah bila dikatakan selama 10 tahun memimpin, Baubau adalah Laboratorium Otonomi Daerah.(one.radarbuton@gmail.com)