Senin, 04 Februari 2013

Jangan jadi "Pemadam Kebakaran"

AKHIRNYA emosi sekelompok warga di Lealea, tak terbendung. Mereka menggunakan caranya sendiri untuk melampiaskan amarahnya dengan cara merusak rumah warga yang diduga pro dengan keberadaan perusahaan nikel milik PT Bumi Inti Sulawesi (BIS). Termasuk rumah Lurah Kolese juga tak luput dari amukan.

Sebetulnya, bila Polisi lebih tegas, amukan warga Rabu (30/1) malam lalu, tidak perlu terjadi. Sebab, tahun sebelumnya, kasus serupa pernah meletup, demo anarkis yang terjadi pada 18 Juli 2012 berujung pengrusakan Kantor Lurah Lowulowu. Namun empat hari setelah diamankan, Polisi memulangkan delapan pendemo yang sempat ditahan dengah alasan tidak cukup bukti.

Ironisnya, sampai hari ini, Polisi belum menangkap seorang pun tersangka pengrusakan fasilitas pemerintah tersebut. Padahal, kerugiannya ditaksir ratusan juta rupiah.

Di sisi lain, Polisi bergerak cepat meringkus Hamzah, mantan Lurah Lowulowu karena tindakannya diduga menampar anak di bawah umur. Padahal perbuatan tersebut dilakukan karena kesal dengan sang anak yang diduga mengeluarkan kalimat bernada tidak menyenangkan terkait aktivitas pertambangan PT BIS kepadanya. Bahkan dia kini menjadi terpidana, dan diancam tujuh bulan penjara.

Bila aparat bisa tegas terhadap sang lurah, mestinya mereka bersikap tegas pula terhadap pelaku pengrusakan Kantor Lurah. Dengan demikian, emosi warga bisa dikendalikan. Mereka akan berpikir 1000 kali untuk mengambil tindakan main hakim sendiri, sebab ada konsekuensi hukum yang bakal mereka dapatkan.

Namun karena aksi pengrusakan seolah tidak tersentuh hukum itulah yang membuat sekelompok orang di sana bisa saja merasa tindakannya dibenarkan. Buntutnya, terjadi lagi aksi pengrusakan yang menimpa fasilitas pribadi empat warga di sana.

Maka itu, untuk mendinginkan suasana, mestinya aparat bersikap tegas. Jadikan hukum sebagai panglima. Jangan menjadi "pemadam kebakaran", yang turun ke lapangan ketika persoalan terjadi. Tapi mestinya lebih tanggap, dengan mengambil tindakan prefentif atau pencegahan. Tidak hanya mengandalkan tindakan kuratif atau mengobati, yang terjun ke lokasi saat masalah terjadi.

Siapa saja yang bersalah harus diproses hukum. Bukan saja warga, termasuk aparat pemerintah setempat, termasuk PT BIS. 

Dengan demikian, polemik di sana bisa dipadamkan. Bukan sebaliknya, terus menjadi "bom waktu" yang siap meledak kapan pun.

Nah, dalam hal ini, untuk menjaga agar tercipta Kamtibmas yang kita harapkan bersama, maka semua pihak harus menahan diri. Ingat, kekerasan atau aksi anarkis, bukanlah solusi, tapi hanya akan menambah masalah baru. Agar lebih elok, maka semua persoalan harus diselesaikan secara hukum.

Terakhir, bila diperlukan Walikota Tamrin bisa turun tangan untuk mendinginkan persoalan. Sehingga masalah di Lealea selesai secara permanen.(***)