Minggu, 17 Maret 2013

Resistensi Mutasi Kontroversi

WALIKOTA Baubau AS Tamrin merombak lagi kabinetnya, Kamis (28/2) lalu. Kali kedua melantik pejabat  barunya, kembali terjadi kontroversi seperti mutasi sebelumnya.

Beberapa hal yang ganjil dalam pelantikan kali ini, pertama, sejumlah pejabat dilantik diposisi  barunya, namun pejabat lamanya belum mendapatkan SK pemberhentian atau pemindahan ke posisi lain. Kedua, pejabat baru menduduki kursi kepemimpinan, sementara dari segi kepangkatan dan golongan bawahannya ada yang lebih tinggi.

Ketiga, ada pejabat baru dilantik notabene mantan Napi korupsi. Keempat, lebih aneh lagi sang pejabat telah diberhentikan dari BKN, namun tetap  mendapatkan promosi.

Selain empat faktor tersebut, masih ada lagi hal lain yang janggal. Sehingga bukannya menimbulkan daya terima, malah sebaliknya menimbulkan resistensi alias daya tolak yang kuat. 

Salah satu indikornya, bisa dilihat dengan penolakan siswa SMK 5 dan SMA 6 terhadap masuknya kepala sekolah (Kepsek)  baru, menggantikan kepala sekolah lama. Bahkan mereka tak segan melakukan aksi mogok belajar untuk melampiaskan kekesalannya. Padahal mereka sedang berada dalam suasana jelang ujian nasional (UN), namun hal tersebut bukan alasan untuk tak berunjuk rasa menolak sang Kepsek.

Belum lagi, ada pejabat lama yang karena belum mendapat SK pemberhentian atau pemindahan ke posisi lain, masih berkantor pada Jumat dan Sabtu (1-2/3) lalu. Alhasil, sejumlah SKPD memiliki pemimpin   ganda. Hal tersebut semakin melengkapi resistensi terhadap mutasi kontroversi itu.

Mestinya, kendati mutasi merupakan hak prerogatif walikota, namun perlu diperhatikan latar belakang pejabat baru. Ini sejalan dengan komentar Walikota Tamrin, dalam menempatkan seseorang harus right man in the right job.

Kemudian, mutasi harus merujuk pada aturan. Dengan demikian, resistensi terhadap mutasi tidak lagi terjadi.

Alhasil, kapankan mutasi tak lagi berakhir kontroversi dan menimbulkan resistensi? Sampai aturan Kepegawaian ditegakkan.(***)