Minggu, 12 Januari 2014

Cara Singapura Merawat Devisa (1): Selalu Ada yang Baru

Catatan: Irwansyah Amunu



AGENDA terakhir rapat kerja akhir tahun di Batam adalah City Tour ke Singapura. Sebetulnya secara pribadi, saya tidak terlalu berminat, karena pada 2005 lalu saya sudah pernah menginjakkan kaki disana bersama 30 lebih rombongan pejabat Pemkot Baubau di era Walikota Amirul Tamim.

Saat itu, para pejabat Pemkot tersebut melakukan Studi Lapangan di Singapura dan Malaysia (meliputi Kuala Lumpur, Selangor, Putra Jaya, dan Langkawi) karena kuliah di pasca Sarjana Unhas jurusan Manajemen Perkotaan. Skenarionya mereka disiapkan untuk menjadi birokrat Baubau mumpuni, sayangnya tidak banyak di antara mereka yang kini menduduki jabatan strategis. Bahkan beberapa diantaranya mengalami nasib tragis, nonjob kehilangan jabatan.

Beda dengan delapan tahun lalu, ke Singapura kita bertolak di pelabuhan Batam Center, dekat Kantor Batam Pos. Kali ini, menuju Singapura kita start dari Sekupang Ferry Terminal. Harga tiket PP S$ 30 atau setara Rp 300 ribu.

Sebelum meluncur menggunakan kapal cepat seperti yang digunakan di rute Baubau-Kendari, satu demi satu paspor kami diperiksa petugas Imigrasi di pelabuhan. Menempuh perjalanan sekitar 45 menit, akhirnya rombongan tiba di Pelabuhan Hartbour Front Singapura sekitar pukul 07.46 Wita (waktu Singapura sama dengan waktu Baubau). Lolos dipetugas Imigrasi di Batam, rupanya bukan berarti aman di Singapura. Terbukti disana dua kawan kami harus dideportasi, pertama karena paspornya tidak bisa dibaca scan, rekan kedua, beda satu huruf namanya di KTP dan paspor.

Saya sempat deg-degan karena petugas Imigrasi yang memulangkan teman tadi juga memeriksa saya. Dia juga minta KTP, syukurnya karena tidak ada yang janggal, saya diizinkan masuk. Delapan tahun lalu, paspor saya saja yang dikeluarkan, tanpa harus memperlihatkan KTP. Kali ini lain, apalagi paspor dan KTP saya semuanya baru.

Dulu rombongan hanya satu bus, sekarang karena rombongan dalam jumlah besar, kita dibagi dalam dua bus. Di dalam bus, pemandu lantas menguraikan sejumlah larangan dan denda di Singapura, diantaranya dilarang makan permen karet di bus umum, buang sampah sembarang denda S$ 300 (Rp 3 juta), dan merokok sembarang denda S$ 200 (Rp 2 juta). Makanya semua kawan perokok, sejak menyeberang ke Singapura langsung puasa merokok. Tak heran kalau Singapura dijuluki juga dengan negara Seribu satu larangan.

Nah, di Singapura pemandu wisata pertama kali menurunkan kita di Gardens by the Bay.  Taman ini diresmikan akhir Juni 2012, memiliki Super Trees atau pohon raksasa berjumlah 18 buah dibangun menggunakan beton cetak yang beratnya berton-ton.

Di areal ini, kita mengambil gambar berlatar super trees, Marina Bay Sands, dan taman bunga. Marina Bay Sands resmi dibuka medio 2010 silam. Berbentuk hotel tapi merupakan pusat hiburan terpadu, diatasnya terdapat kolam renang pada ketinggian 200 meter.

Marina Bay Sands adalah pusat hiburan terpadu, menghadap ke Teluk Marina di Singapura. Dikembangkan Las Vegas Sands, dan merupakan investasi tunggal paling mahal di dunia dengan biaya S$ 8 miliar (sekitar Rp 56 triliun), termasuk biaya untuk lahannya.

Tempat wisata ini memiliki 57 lantai, 2.561 kamar hotel, ruang pameran dan pertemuan seluas 120.000 meter persegi, mal The Shoppes dan ArtScience Museum, Sands Theatre dan Grand Theatre, tujuh restoran koki selebriti, dua pavilyun mengambang, kasino dengan lebih dari 600 meja judi dan 1.500 mesin jakpot. Kompleks ini dinaungi Sands SkyPark sepanjang 340 meter dengan kapasitas 3.900 orang dan kolam renang tanpa batas (infinity edge) sepanjang 150 meter, yang merupakan ruang menggantung terbesar di dunia dengan kantilever sejauh 67 meter di menara utara (Tower 3).

Untuk diketahui, sewa kamar paling murah dalam sehari, S$ 400 (sekitar Rp 4 juta), menengah S$ 980 (Rp 9,8 juta), dan paling mahal S$ 18.500 (Rp 185 juta). Begitu mengetahui harganya saya langsung geleng-geleng kepala.

Dalam hati saya bersyukur bisa menginjakkan kaki kedua kalinya di Singapura, karena pada 2005 silam, Gardens by the Bay, dan Marina Bay Sands belum ada. Jadi, tidak salah kalau wisatawan selalu berkunjung disana karena selalu ada yang baru walaupun harus merogoh kocek dalam-dalam demi melepas kepenatan. Tanpa disadari, inilah yang menjadi magnet untuk meningkatkan pundi-pundi devisa Singapura.

Mencermati banyaknya tempat wisata dan ruang publik baru, saya menilai skenarionya nyaris sama dengan Baubau lalu. Sebelum masa Amirul, Baubau hanya tenar dengan Benteng Keraton-nya, namun di tangan Amirul memiliki aneka ruang publik dan setiap tahun ada yang baru. Mulai dari Pantai Kamali, Monumen Naga, wantiro di bukit kolema, Palagimata, ekor naga, hingga Kotamara. Makanya ketika menjabat, saya beberapa kali berkelakar ke Walikota Amirul untuk membuat dua moto Baubau, selain Kota Semerbak, satunya lagi Selalu ada yang Baru.

Kunjungan kali ini di Singapura yang sama dengan 2005 silam hanya beberapa, diantaranya, patung singa, dan kawasan perbelanjaan Mustafa Centre. Kawasan perbelanjaan ini buka 24 jam.(follow twitter: @irwansyahamunu)