Rabu, 01 Januari 2014

Optimisme 2014 dari Batam (1): TURBULANCE

Catatan: Irwansyah Amunu

BELUM lama ini, kami jaringan berita Jawa Pos Grup dibawah koordinasi Fajar Grup melakukan rapat akhir tahun di Batam, Kepri. Sedikitnya 24 perusahaan media dan non media kumpul di daerah pemekaran Provinsi Riau itu.

Dari Buton Pos, saya bersama Direktur Ramli Akhmad, Manajer Iklan Wahyu Yulianti, dan Manajer Keuangan Henny Anggraini beruntung bisa hadir pada acara yang berlangsung selama lima hari dari Kamis (26/12) lalu. Apalagi dalam acara tersebut Dr Rizal Ramli, mantan Menko Ekuin di era pemerintahan Gus Dur mengisi kepala kita dengan materi berjudul Prospek Ekonomi Nasional 2014.

Tentu untuk sampai disana kita menempuh perjalanan panjang. Dari Baubau transit ke Bandara Hasanuddin (Makassar), lalu ke Sepinggan (Balikpapan), berakhir di Hang Nadim (Batam). Baubau ke Makassar, penerbangan relatif normal karena cuaca bersahabat. Beda cerita ketika rute Makassar-Balikpapan. "Kapsul besi" yang kami tumpangi sempat mengalami turbulance sekitar lima menit.

Guncangan tersebut membuat nafas penumpang seolah terhenti. Suasana berubah hening. Bukan itu saja, saya mendengar suara istighfar, Astaghfirullahadzim berulang-ulang diucapkan sejumlah penumpang. Seolah dikomando, doa pamungkas itu serentak dilafalkan.

Waktu itu, sebenarnya saya masih tidur. Karena kuatnya guncangan, saya terbangun. Melihat suasana yang abnormal tersebut, mulut saya pun tak ketinggalan komat-kamit membacakan sejumlah doa selamat.

Alhamdulillah, setelah bertempur dengan suasana was-was, penerbangan kembali berjalan lancar. Pilot beberapa kali melakukan manuver sebelum akhirnya mendarat mulus di Bandara Sepinggan. Bagi kami, mungkin turbulance tersebut merupakan kondisi luar biasa, tapi baginya biasa.

Karena tidak ganti pesawat, selama 15 menit kami transit lantas melanjutkan penerbangan ke Hang Nadim. Menuju Batam, penerbangan relatif lancar hingga akhirnya kami tiba dengan selamat.

Menilik pengalaman terbang kami, bila diparalelkan dengan pemerintahan Bupati Umar Samiun dan Walikota Tamrin, maka kondisi yang menimpa mereka ini adalah suasana turbulance. Umar diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sedangkan Tamrin harus berhadapan dengan rekomendari Irsus Kemendagri.
 
Kendati dalam dua kasus berbeda, namun kedua kepala daerah itu menurut saya tersangkut persoalan sama, imbas dari perkara politik, Pilkada. Kalau Umar pra Pilkada, bersentuhan dengan kasus nasional yang menimpa mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Muhtar. Sementara Tamrin, pasca-Pilkada, terkait mutasi besar-besaran yang dilakukan kepada puluhan pejabat di era Amirul.    

Turbulance adalah peristiwa natural dalam dunia penerbangan. Layaknya ujian merupakan bumbu penyedap yang bisa menaikan derajat manusia. Makin tinggi kelasnya, semakin sulit soalnya.

Begitupula dengan guncangan yang mendera Umar dan Tamrin. Alami bagi mereka, apalagi keduanya merupakan "01" di daerahnya masing-masing, Buton dan Baubau.

Bagaimana keduanya menghadapi guncangan? Hanya mereka yang bisa menjawabnya. Apakah bisa melewatinya atau tidak hanya waktu yang bisa menjawab.(follow twitter: @irwansyahamunu)