Modal Pelaut Ulung, Jadikan Titik Triger Pertumbuhan
PELAUT ulung di jazirah Buton Raya banyak berasal dari Wakatobi, potensi inilah yang dijadikan salah satu modal membangun daerah. Mereka menjadi SDM penting menopang pembangunan.     

Laporan: Irwansyah Amunu dan Rusdin, Wangiwangi 

SEKAB Wakatobi Sudjiton menjelaskan kita ketahui bersama, siapa sebenarnya pelaut-pelaut ulung di bangsa ini, salah satu etnis atau sukunya, ya Suku Buton sebenarnya yang memerankan kan hanya empat suku di Nusantara ini yang disebut sebagai suku maritim kan. Nah kalau Buton ini sebenarnya kalau fenomenanya siapa kalau ambil entitas yang lebih kecil lagi, lebih banyak orang Wakatobi. Dan sampai hari ini mereka masih eksis, kekuatan inilah yang nanti kami akan dorong, kita akan rumuskan dalam kebijakan ke depan, bagaimana sumber daya manusia Wakatobi sebagai masyarakat maritim ini bisa nanti menjadi unggul. Karena, tiga empat generasi dari masyarakat Wakatobi ini sudah menunjukan bahwa mereka-mereka bangsa pelaut dulu kan, di dalam kesultanan dulu. 

Nah tentu saja kalau seperti itu kita jadikan Wakatobi sebagai titik triger pertumbuhan dikawasan Timur, sumber dayanya mendukung seperti itu, maka tentu bagaimana fisik atau geografis dari Wakatobi yang bisa menjadi tempat akumulasi barang dari pabrikan atau dari Barat sana, kemudian ini disebar ke wilayah-wilayah yang masih membutuhkan itu. Demikian pula sebaliknya, dari pusat-pusat produksi kemudian dikumpul disini, lalu dibawa ke daerah-daerah pusat pabrikan, ini yang kita mau perankan ke depan.

Karena itu, infrastruktur harus diperkuat terutama infrastruktur yang mendukung transportasi, maka itu bandara saya kira Pak Hugua sangat cerdas sekali pada saat tiga empat tahun lalu, pokoknya dengan APBD-pun berani membuka bandara, dan hari ini sudah mau hampir di 2400 Meter. Dan itu sudah bisa didarati pesawat berbadan lebar, kemudian pelabuhan kami nanti secara bertahap kita akan buat seperti itu sebagai moda transportasi laut dengan udara.                

Kita tempatkan sebagai titik strategis untuk meleser ke daerah-daerah konsumen, kemudian yang unggul dari segi produksi, baik produksi hasil-hasil laut maupun perkebunan, kehutanan tapi mereka juga melalui peran transportasi armada laut kita, bisa dibawa lagi ke sini, setelah itu dibawa lagi ke pabrikan untuk menjadi bahan baku. Nah itu saya kira yang akan kita perankan.

Kemudian satu yang tidak kita lupakan, ekonomi yang kita dorong, tapi keunggulan-keunggulan lokal tadi kita lebih titik berat lagi kepada dua landasan kuat yaitu dikeunggulan kelautan dan perikanan dan bio diversity bawah laut tadi dengan budayanya, nah saya kira kami sudah gencar sekali untuk mengkampanyekan bagaimana kekayaan bawah laut dan budaya ini menjadi daya tarik tersendiri oleh masyarakat luar daerah dan kalau data-data yang kita lihat di empat tahun yang lalu, kunjungan-kunjungan wisata ke sini, baik wisata lokal maupun mancanegara main di 5000, 6000 diangka terakhir 2012 pertengahan 2013 sudah mencapai 11 ribu kunjungan.

--Berarti ada kenaikan dua kali lipat?

Ya, hampir dua kali lipat kan. Nah, mereka itu mau datang kesini untuk apa? Dari sisi perdagangan untuk orang-orang lokal kami memang pewarisan dari orang-orang tua kita dulu, tapi dari sisi yang lain kita ingin juga bahwa ke sini bukan saja menstimulasi warga ini di sisi dagangannya, tapi juga objek wisata karena juga kaya akan tadi itu. 

Oleh karena itu kebijakannya bagaimana promosi saya kira sudah cukup nah sekarang bagaimana daerah ini dikemas supaya ketika orang disini transportasi udaranya sudah tidak terlalu susah lagi. Transportasi lautnya sudah bagus, kemudian hotel-hotel juga sudah bisa untuk hotel untuk kelas orang yang datang kesini kelas menangah sudah bisa.

Nah sekarang ada Al-Jimairah, Arab sana yang mulai membangun, bintang lima, ada investasi untuk membangun hotel bintang lima. dan beberapa kawasan-kawasan yang kita peruntukan untuk kawasan wisata sudah mulai dibeli oleh investor-investor itu. Nah kemudian tentu saja masyarakatnya ya saya pikir masyarakat ini kalau istilah saya dari masyarakat yang berorientasi pedesaan tiba-tiba ada satu pergeseran kepada cara berpikir kekotaan, kan ini kan. Nah inikan memang harus ada pergeseran prilaku warga masyarakat kita dari hidup pedesaan, kehidup kekotaan. Ya, inilah yang tidak hanya membangun infrastruktur fisik, tidak hanya menjual terus-menerus, tapi warga masyarakat kita ini, dari hidup orientasi pedesaan dulu-dulu menjadi hidup kekotaan.

Kekotaan ini kan identik dengan kebersihan, keamanan, kenyamanan, nah kemudian tempat ruang-ruang publik interaksi sosial. Dinamika masyarakat itu sudah lebih tercermin pada keamanan, kenyamanannya, keindahan kotanya. Indah kota itu kan tidak harus banyak gedung-gedungnya bertingkat, tidak harus gedung beton-beton dan sebagainya tetapi berkeseimbangan antara pemukiman, rumah-rumah masyarakat dengan ruang-ruang terbukanya jadi konsepnya itu adalah indah, nyaman, aman, dan bersih.        
Nah inilah yang kita coba rubah secara pelan-pelan bertahap dilakukan masyarakat kita untuk menyongsong bagaimana relasi antara masyarakat pendatang tapi selera perkotaan dan masyarakat kami yang tradisional, dia bertemu dengan peradaban kekotaan. Tetapi tetap kita landaskan pada nilai-nilai kearifan lokal yang ada, karena yang datang ini kan setelah dia mau menyelam dengan keunggulan yang kita unggulkan sebagai surga bawah laut, setelah dia naik pasti mana lagi ini pasti mau ikut lagi acara-acara sosial, acara budaya, habis itu menikmati kuliner-kuliner lokal. Inilah efek rentetan ke masyarakat yang kita harapkan bisa ditangkap untuk memutar dinamika dan roda ekonomi masyarakat kelas ekonomi menengah ke bawah.(***)