Selasa, 29 April 2014

Kiat Wakatobi Menata Diri (4)



Kompetisi Birokrat Lebih Cerdas, Wacanakan Lelang Jabatan

---Kiat Wakatobi Menata Diri (4)

Kompetisi Birokrat Lebih Cerdas, Wacanakan Lelang Jabatan
BIROKRAT dan masyarakat merupakan dua unsur penting dalam pembangunan. Wakatobi memanfaatkan keduanya sehingga daerah yang dipimpin duet Hugua-Arhawi ini maju.


Laporan: Irwansyah Amunu dan Rusdin, Wangiwangi     

Inovasi dalam menata daerah terus dilakukan Wakatobi. Bukan hanya menyentuh aspek fisik, tapi juga non fisik yakni prilaku masyarakat dan birokrasi. Berikut lanjutan wawancara koran ini kepada Sekab Wakatobi, Sudjiton. 


--Terus bagaimana masyarakat? Bagaimana tangapan mereka?

Itulah, jadi memang konsep kita membangun, kita pemerintah harusnya jangan merancang di atas meja, kemudian jangan juga mendengar dari satu pihak, dari satu dua orang, kita lihat bahwa susah merubah karakter masyarakat. Saya ini sudah tiga empat kali coba kita diskusi dengan teman-teman, kenapa pasar selalu semrawut. Informasinya, Oh itu pak susah kita atur masyarakatnya pak, ah masa susah? Ya saya coba masuk, eh ternyata kami siap Pak Sekda diatur, tapi jangan pilih kasih. Apa itu? Itu muncul dari nuraninya masing-masing, berarti kan selama ini ada praktek-praktek ketika ada penggusuran, penertiban, ketidaktrasparan, dan ketidakadilan disana.

--Mal praktek pak? 

Mal paktek. Hahaha. Mal administrasi. Jadi, kita diaparatur ini harusnya jangan di atas meja, atau jangan mendengar dari satu, dua orang, atau dari kelompok tertentu. Jadi coba kita masuk, istilahnya ini mungkin blusukan. Kita bisa menangkap, apa sebenarnya aspirasi mayoritas dari komunitas yang ada dititik-titik itu. Mereka mau. Kita misalnya contoh kenapa ini tidak bisa kita jalan? Kenapa ini? Bukankah ini masih kosong? Sebenarnya kami mau, tapi tolong disana juga mau. Ah berarti kan kita yang ditunggu untuk mengatur mereka. Dan contoh-contoh itu kita coba uji petik satu kali, saya bilang apalagi kalau kita masuk melalui bahasa daerah, kan lebih mengena mereka. 

Na umpa la? Eh padahal te Pak Sekda ini orang Wakatobi la. Oh iya lah. Hahaha. Jadi ternyata komunikasi juga itu penting.

--Dan mudah diterima?

Mudah diterima, dan saya kira konsep-konsep itulah selalu setiap hari Senin apel kita memberitahukan kepada teman-teman bahwa kita dalam melakukan komunikasi dengan masyarakat, ada kegiatan kita disana, jangan cepat-cepat hanya satu kali, dua kali setelah itu langsung eksekusi. Masuk dulu, komunikasi dulu. Kalau sudah dua, tiga, empat kali kita lakukan komunikasi, pasti mereka dengan swadayanya sendiri. Eh, kira-kira seperti apakah kita maunya kami ini diatur. Dia akan memberi peran sendiri.

---Intinya masyarakat mau juga?

Mau juga, mau.


---Intinya bukan diatas meja, tapi langsung dilapangan?

Ya, kemudian yang terpenting, dan ini terus terang saja praktek-praktek kita di Baubau dulu kita pakai disini. Saya bilang ke teman-teman kalau suatu pasar itu bagaimana supaya bisa nyaman, aman, bersih, harus dulu ada desain indahnya, perspektifnya. Pasar seperti itu kita foto dengan kesemrawutannya, setelah itu disampingnya ada semacam desain, tinggal kita bilang bagaimana mau seperti ini atau seperti itu? Pasti dia bilang mau seperti itu. Aa, itu yang kita praktekan dulu di Baubau kan. Jadi ada animasinya rancangan suatu kawasan itu perspektifnya seperti apa, tentu hitungannya dari sisi keindahan, keamanan, kenyamanan tadi. Nah siapa yang tidak mau nyaman, indah?


--Sekarang bapak sudah bicara program, dan menyinggung masyarakat, bagaimana birokrasi?


Birokrat saya kira kita sekarang agak lebih ke depan untuk mencoba memaknai ke mana nantinya UU ASN (Aparatur Sipil Negara), apa perbedannya dengan konsep PNS dulu. Nah saya mulai kita memperaktekan ini, kami sekarang lagi menyusun analisa jabatan dan analisa beban kerja. Jadi setiap unit organisasi ada pembagian tugas, ada kepala dinas, eselon III, IV, ada stafnya. Di tingkat staf pun ini kita analisa beban kerjanya sehingga nanti kita dapatkan yaitu kalau pergi satu hari misalnya dia kerja apa sih. 

Nanti terutama tenaga-tenaga magang kita yang honorer K2 yang belum terserap, kita disatu sisi butuh tenaga tapi disisi lain tidak dibolehkan lagi ada tenaga magang, atau tenaga-tenaga penunjang. Tapi nomenklatur atau bahasanya P3K, pegawai pemerintah dengan kontrak kerja. Kalau dikonfersi berarti orang nanti kalau bekerja harus jelas apa yang dikerja, bebannya seperti apa, tinggal nanti kita kasih reward berapa, bisa dihitung satu hari. Kalau sudah ada uraian beban kerjanya, kalau dia satu hari tidak datang ya tentu jangan ambil loh gajinya satu juta misalnya, kurangi satu hari. Dalam satu bulan berapa hari kerjanya, dan itu akan lebih mendidik aparatur.        

--Ini sampai ke eselon II?

Ya, itulah. Nah kemudian bagaimana kita mengandaikan dalam praktek berbirokrasi aparatur mulai dari bupati sampai dengan staf di bawah kemudian berjenjang mulai dari bupati sampai di level pemerintahan kecamatan, desa, dulu kita ibaratkan seperti suatu orkestra besar. Ada cunductor-nya, dirigen yang mengatur irama, bagaimana seorang Sekda sebagai pembina aparatur, pembina pegawai negeri memainkan itu. Ya tentu komando utamanya, kebijakan utamanya di bupati dan wakil bupati. Tapi di dalam tataran operasionalnya Sekda sebagai pembina pegawai negeri.     

Nah pertama saya datang disini, saya kira ada kurang connect atau istilahnya komunikasi roda pemerintahan antara beberapa instutusi kok kayak kaku, berarti belum tersistim. Nah rapat satu kali kita dengan pak bupati saya bilang ini kan sama dengan orkestra selalu kita bayangkan kalau seorang dirijennya dengan tubuhnya dimainkan dengan perasaan, kira-kira bupatinya, Wabupnya, Sekdanya harus seperti itu memahami, bisa memaknai, mendalami tentang apa tugas, beban, dari satu institusi. Kenapa institusi bisa lahir berarti ada sesuatu ingin dijawab oleh institusi itu. Di dalamnya kan ada aparat, person, birokrat-birokrat disitu. Maka itu didetailkan analisa jabatan, analisa beban kerja tadi, sudah terbagi habis. 

--Reward and punishmant, bukan like and dislike?

Reward and punishmant, bukan like and dislike kita hindari itu. Bahkan Pak Bupati sudah menantang saya, coba sekali waktu kita lelang jabatan. Ya, artinya bukan hanya itu, tapi kita sudah ingin agar dalam melihat, membuat profesional PNS ada kompetisi yang lebih cerdas, objektif dan transparan. Satu kali kita uji coba itu pasti akan menjadi rule model kita, padahal kalau kita ingin maju itu harus kita cerdas. 

Ini loh buktinya. Saya ini pak, sudah melakukan fit and proper test untuk eselon IV, dan juara-juaranya sudah ada. 


--Di level apa? Seluruh dinas?

Seluruh dinas kita mintai supaya mengirimkan jagoannya untuk eselon IV-nya karena kalau seluruhnya mungkin waktu ya. Dan ini akan menjadi role model terus menurus.


---Sudah mulai berlaku?

Mulai berlaku, saya sudah selesai Februari kemarin.


---Sudah dilantik atau akan dilantik?

Baru kita memotret bagaimana kemampuan, kompetensi dari masing-masing orang itu tapi kita minta agar dari unit kerjanya mengirimkan unggulannya untuk dilevel eselon IV. 


--Artinya ukurannya jelas?

Ya, ukurannya jelas.


--Ada angka-angka yang bisa dipertanggujawabkan?

Ada angka-angka, dan itu sudah muncul orangnya.

--Bukan like and dislike?

Bukan like and dislike. Ya kemudian itu tadi yang relasi-relasi antar unit organisasi ini, sebenarnya setelah saya rasakan, kan saya baru jadi Sekda dan memang dicita-cita saya, setelah saya masih di Bappeda dulu, kok kayaknya kalau disana supaya roda pemerintahan sebenarnya disistimkan kemudian bagimana relasi-relasi antar unit kerja. Jadi di Sekda ada asisten.(***)  


Read more: http://www.butonpos.com/metro-baubau/kompetisi-birokrat-lebih-cerdas-wacanakan-lelang-jabatan#ixzz30HfFHuc2