Minggu, 04 Januari 2015

Kota Buton untuk Siapa?

BELUM selesai persoalan "rapor merah", kini Kota Baubau dihadapkan dengan pergantian nama menjadi Kota Buton.

Tidak main-main, pihak Pemkot bahkan membawanya ke forum seminar yang dihadiri sejumlah eleman masyarakat. Bisa ditebak, hasil forum tersebut kesimpulannya apa. Kota Baubau berubah jadi Kota Buton, dan setuju dengan pemekaran Provinsi Kepulauan Buton Raya.

Terlepas dari isi seminar, pertanyaan kita adalah perubahan nama sebenarnya untuk kepentingan siapa? Apakah kehendak masyarakat Baubau?

Waktu satu hari tentu tidak cukup untuk merefleksikan aspirasi masyarakat. Kalau ingin mengetahui isi hati rakyat mestinya Pemkot melakukan publik hearing dengan melibatkan seluruh masyarakat. Bukan hanya itu, pendekatan survei dan poling harus juga ditempuh untuk mendekatkan hasilnya dengan kebenaran.

Melihat reaksi masyarakat yang masih terbelah, sebetulnya masyarakat Kota Semerbak lebih menginginkan roda ekonominya kembali berputar kencang. Sebab, tren mutakhir sektor ril melambat.

Jadi, lebih baik dana dan energi yang digunakan untuk proyek perubahan nama kota menjadi proyek fisik atau pemberdayaan masyarakat untuk menggerakkan ekonomi rakyat. Proyek perubahan nama pasti menelan anggaran miliaran rupiah. Prosesnya pun panjang mulai dari eksekutif, legislatif, hingga ke Mendagri.

Setelah nama berubah, pasti tetek bengek dan aneka dokumen lainnya berubah. Logo kota otomatis berubah, begitupun dengan nama dan plank kantor vertikal dan lingkup kota.

Hal lain, sebut saja satu contoh, KTP, yang baru saja selesai diurus menggunakan sistem kependudukan baru, otomatis berubah. Berapa lagi dana terkuras, dan berapa lama lagi waktu yang terbuang.

Dibanding mengurus perubahan nama Kota Baubau, lebih baik dana dan energinya dipakai untuk memperjuangkan pemekaran provinsi lepas dari Sultra. Ini yang lebih dikehendaki rakyat dibanding perubahan nama kota, supaya lebih fokus.

Ingat, perubahan nama kota pasti akan merubah dokumen pemekaran provinsi. Kalau ini terjadi, maka perjuangan pemekaran bakal mengalami stagnasi. Nah, lho.

Alhasil, kalau perubahan Kota Baubau menjadi Kota Buton bukan untuk rakyat, lantas untuk siapa?(***)