Lipo to Lipu

DEMAM lippo masih terasa di Kota Semerbak. Setelah grand opening Lippo Plaza Buton, Senin (22/12) lalu tradisi belanja masyarakat Baubau mulai berubah.
Sebelumnya untuk mendapatkan barang belanjaan kita harus ke sejumlah pasar tradisional semisal Pasar  Wameo, kini lokasinya berpindah ke Lippo. Aneka kebutuhan dari A sampai Z tersedia. Inilah yang mampu menyihir masyarakat untuk mengganti kiblatnya.
Kehadiran Lippo memang menjadi surga bagi konsumen. Baubau selama ini terkenal sebagai salah satu daerah yang menjual komuditas namun dengan harga selangit. Lippo memberi jawaban.
Benar saja, hari pertama Lipo dibuka, langsung dibanjiri pembeli. Saking banyaknya pembeli, teler yang melayani konsumen betul-betul "teler". Pembeli mengular antri hingga berjam-jam. Bahkan beberapa pembeli meninggalkan belanjannya karena tak kuasa antri.
Bukan hanya itu, ada salah seorang pengunjung yang meninggalkan mobilnya karena tak bisa keluar dihalangi mobil lain. Dia meninggalkan Lippo menggunakan sepeda motor, nanti pagi keesokan hari ia mengambil mobilnya.
Bagaimana perspektif penjual? Jawabannya pasti lain lagi. Masuknya Lippo tentu menjadi pesaing bisnis.
Membicarakan Lippo tentu merupakan hal menarik. Apalagi sejak dibangun, pro kontra mencuat di masyarakat, bahkan tak berhenti hingga kini. Demo juga kerap kali dilakukan sejumlah elemen mahasiswa.
Beruntung saat launching perdana, saya bertemu dengan Fernando Repi, Corporate Communication Dept. Head Hypermart. Dia mengatakan tidak semua barang dagangan di hypermart didatangkan dari luar Baubau. Sayur-sayuran dan ikan misalnya, pihaknya bekerjasama dengan warga lokal untuk menyuplai kebutuhan mereka. Dengan demikian kehadiran Lippo tetap menghidupkan ekonomi lokal.
Begitupun dengan teler dan sejumlah SDM di Lippo dan hypermart banyak mempekerjakan masyarakat setempat. Direncanakan tahun ini akan dibuka lagi 20 gerai di Lippo, diperkirakan membutuhkan 4000 pekerja. Luar biasa, suatu angka yang fantastis.
Kemudian mereka bisa berkarir disana. Tidak yang berposisi sebagai teler, lantas dia abadi sebagai teler. Seraya mencontohkan rekannya, Tunggul Manik, kini menjabat Store General Manager Hypermart Lippo Plaza Buton. Sebelumnya jabatannya biasa saja. Dengan catatan mau berkarir di luar Baubau untuk mengejar karir.
Tentang membanjirnya pembeli dihari pertama operasi, Fernando takjub dengan antusisme warga berbelanja. Dimatanya kehadiran Lipo nantinya akan mengedukasi warga agar dalam berbelanja kebutuhan rumahtangga di hypermart bukan tiap hari, tapi dua kali dalam sebulan.
Hiruk pikuk soal Lippo bukan saja terjadi di dunia nyata, namun di dunia maya melalui sosial media facebook juga ramai menjadi bahan perbincangan. Ditengah aneka opini berkembang, yang menarik menurut saya yang membuat status: Lippo to Lipu? Ada juga menuliskan hastag #LippoToLipu. Dalam bahasa setempat berarti lippo untuk kampung atau daerah. Dengan tanda tanya dan tanpa tanda tanya.
Tanda tanya berarti ingin mengeksplorasi lebih dalam kemanfaatan Lippo bagi masyarakat. Apa plus minusnya kehadiran Lippo bagi warga setempat. Satunya lagi hastag dengan pemaknaan positif.
Ditengah sikap yang ambigu itu, akhir pekan lalu saya bersama keluarga belanja di hypermart. Sebelum masuk ke dalam mata saya menyapu pelataran parkir, saya melihat kendaraan tidak sepadat saat pembukaan. Begitupun dengan yang berbelanja tidak seramai sewaktu baru dibuka.
Inilah yang disebut dengan kesetimbangan pasar. Kehadiran Lippo tidak mematikan pelaku ekonomi lokal. Bahkan menurut Kepala BPS Baubau, Mustari, inflasi bulan ini ditekan dengan kehadiran Lippo. Apakah ini hanya dampak sesaat? Wallahu 'alam. (Follow twitter: @irwansyahamunu)